33. Terlanjur

Mulai dari awal
                                    

Nael memberi anggukan, paham. Setelah itu Suster Dee memberi beberapa pil vitamin yang sudah ditakar olehnya.

Sesaat Suster Dee menengok jam yang menempel di dinding. "Saya harus segera pulang. Kamu bisa tangani ini sendiri kan?"

Nael merespon dengan anggukan.

"Pilnya diminum satu saja tiap harinya sampai habis," pesan tambahan Suster Dee.

🌺

Naya membuka matanya perlahan-lahan. Pandangan yang semuala buram, semakin ia kedip menjadi semakin jelas. Ketika mendapati kacamatanya yang tergeletak di atas nakas, Naya segera memakainya. Sambil memegangi perutnya yang masih terasa sakit, pandangan Naya menyapu ke area yang serba putih di sekelilingnya. Namun seketika Naya kaget, saat ia menyadari bajunya berganti. Tidak lagi kemeja putih berlogo OSIS yang dia kenakan sebelumnya. Kedua tangan Naya menyilang was-was ketika ia mendapati seorang laki-laki berdiri. Dan Naya hanya bisa menerka-nerka melalui bahu tegapnya dari belakang.

"LO SIAPA?!" cerca Naya penuh kewaspadaan.

Sampai saat cowok itu berbalik, mulut Naya terbuka lebar. "Kak Nael?" gumamnya dengan ekspresi yang sudah bisa terbaca oleh Nael.

"Bukan gue. Tapi Suster Dee yang gantiin baju lo." Belum sampai tuduhan itu melayang untuknya, Nael segera mengklarifikasinya.

Naya bernapas lega. Tidak tahu ketidaksengajaan Nael, karena Nael tidak menjelaskan lebih. Nael juga berharap semoga saja Suster Dee tidak akan mengatakan apa-apa nantinya pada Naya.

Selesai membuatkan bubur, Nael berjalan menghampiri Naya yang masih di atas salah satu ranjang besi UKS sekolah.

"Gue beliin bubur buat lo. Habis itu minum vitaminnya," ujar Nael layaknya seorang Dokter sembari mengambil posisi duduk di pinggir ranjang Naya, mengaduk semangkuk bubur instan yang ia beli di minimarket seberang SMA Bangsa.

"Hujannya udah reda? Anak-anak udah pada pulang?"

Nael berdecak. Di saat kondisinya saja masih seperti ini, bisa-bisanya gadis itu bertanya soal hujan dan anak-anak lain. "Lo pingsan lumayan lama. Pas hujan berhenti, mereka langsung pada pulang," terang Nael seraya menyodorkan sesendok bubur mendekati mulut Naya. "Nih, makan dulu. Suster Dee bilang perut lo kosong dari pagi?"

"Iya, Kak. Tadi pagi aku lupa sarapan," ucap Naya di sela-sela kunyahannya.

"Jangan bilang paginya lo lupa sarapan, terus pas istirahat lo nggak makan karena nemenin gue nyatet?" Nael menegas seketika.

Dengan gerakan kaku, Naya mengangguk.

"Gue nggak ngerti lagi. Lo itu bodoh atau apa sebenarnya. Lo sadar nggak sih kalau yang lo lakuin itu bener-bener ngebahayain diri lo sendiri! Nggak seharusnya lo kayak gitu. Kalau tadi lo kenapa-napa gimana?!"

Alih-alih mendapat bentakan yang bertubi-tubi, Naya bergeming dengan mata yang memerah membalas tatapan Nael yang menyorot manik matanya tegas. Hingga tak lama, kesesakan yang menyiksa dadanya seolah mendorong tetes demi tetes air mata turun membekaskan garis di pipinya. Naya tidak percaya, kenapa Nael malah tersesan menyalahkannya seperti ini? Padahal sudah jelas-jelas, bahkan sungguh teramat jelas untuk membuktikan, kalau ia berlaku seperti ini semua demi Nael.

"Aku cuma berusaha melakukan yang terbaik buat Kakak." Gadis itu melirih pelan dengan tatapan berharap untuk dimengerti.

Menyadari air mata Naya, seketika Nael juga menyadari sentakan yang keluar sendiri dari mulutnya. "Ma―maaf. Gue refleks ngebentak lo, karena gue benar-benar mencemaskan lo," sesal Nael dengan suara pelan. Nael menyesali emosinya yang tidak bisa terkendali tiap kali ia sedang bersama Naya.

Saat itu juga Nael sungguh merasa dirinya menjadi benar-benar serba salah.

"Maafin gue ya," ulangnya seraya mengusap air mata pipi Naya dengan salah satu tangannya. Di saat salah satu tangannya yang lain masih memegang semangkuk bubur. "Gue janji, nggak akan berlaku seperti ini lagi ke lo. Kalau gue sampai mengulanginya lagi, lo boleh minta putus. Atau jauhi gue agar lo nggak tersakiti lagi."

Raga Nael yang memeluk Naya, juga memohon maaf dalam batin pada Renaya. Maafin aku, Nay, kalau kamu melihat ini, dan kamu menganggap aku sedang berkhianat. Tapi aku nggak bermaksud mengkhianati kamu. Aku cuma nggak ingin membohongi perasaanku lagi. Ya, memang mau bagaimana pun juga, mau seberapa keraspun Nael mengelak, menepis segala yang dirasakannya terhadap Naya, sampai kapan pun juga Nael tidak akan bisa memungkiri, kalau sejujurnya ia sayang dengan gadis dalam pelukannya saat ini.

Lagi, Naya memaafkan Nael. Meski hatinya terus saja disakiti oleh Nael. Setulus itu perasaan Naya untuk Nael. Sampai Naya lupa cara melindungi hatinya sendiri dari goresan yang Nael torehkan lagi dan lagi. Naya memang sudah terlanjur mencintai Nael.

Naya baru tahu, kalau sesungguhnya mencintai akan semenyakitkan ini. Ibaratnya, mencintai sama seperti memberikan satu-satunya hati yang kita miliki seutuhnya pada seseorang, tidak peduli meski kian hari kian meretak karena terus-menerus dilukai dan dijatuhkan.

===

To be continue...

Mau lanjut? Komen lagi yg banyakkk:)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 19, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang