Prolog

5.4K 289 18
                                    

"Kau dengar soal berita pernikahan sejenis di Amerika itu? Aku tidak percaya mereka benar-benar bisa melakukannya," ujar Sagami disela-sela waktu merokoknya. Matanya tertuju pada siaran televisi yang bisu. Punggungnya menghadap Haru yang masih terkulai lemas di atas ranjang.

"Tentu saja bisa, cepat atau lambat hal itu akan terjadi. Lagipula sejak awal sudah ada beberapa negara bagian yang melakukannya bukan? Tidak usah bicara Amerika, bahkan sekarang di Jepang pun kau bisa menjalin partnership legal dengan sesama jenis." Haru akhirnya bangkit dan menghabiskan beberapa detik untuk mengikuti apa yang Sagami tonton sebelum akhirnya pergi untuk mengambil dua bir dingin. Tidak ada yang lebih menyegarkan selain alkohol dingin selepas seks.

"Eh, masa, sih? Aku kok tidak tahu?"

"Ya, soalnya kau kan tidak tertarik dengan gerakan-gerakan seperti itu." Haru menyodorkan sekaleng Kirin pada pasangan seksnya itu. "LGBT atau sebagainya, menurutmu cuma omong kosong kan?"

"Tentu saja. Aku boleh mengeras ketika bersenggama denganmu, tapi aku tetap percaya menikah itu antara pria dan wanita. Menikah itu bukan demi cinta, yah, bagus sih kalau kau bisa saling mencintai. Tapi kalau kau mendasarkan membina keluarga dengan sekedar cinta, tanpa seleksi dan kepercayaan pada pasanganmu, menurutku tidak perlu kau menikah. Cinta itu membuatmu bodoh, jadi jangan bawa-bawa hal serius seperti pernikahan."

"Memangnya bisa kau cinta seseorang yang tidak kau percaya?"

"Tentu saja bisa, kau ini gimana sih?" Haru hanya tersenyum kecut mendengar jawaban Sagami. Haru tidak bertanya karena ia tidak setuju, ia justru ingin mencoba menyindir dirinya sendiri. Sudah 10 tahun lebih sejak ia jatuh cinta pertama kali pada Sagami. Telah berapa kali keduanya berakhir dalam peraduan seperti malam ini. Tapi Haru tidak pernah bisa percaya pada omongan dan logika Sagami.

"Jadi menurutmu, lebih baik menikahi orang yang kau percaya bisa menjadi pelakon rumah tangga yang baik?" Sagami mengangguk penuh keyakinan. Kemilau di lesung pipitnya menambahkan efek manis pada wajahnya yang tetap rapi meski baru saja diacak-acak. "Tapi jika kedua pelakon terbaik adalah laki-laki?"

"Tidak bisa. Ada alasan mengapa ada sistem binari gender di dunia ini. Perempuan harus begini, laki-laki harus begitu. Karena mereka dua kutub yang berbeda lah diciptakan pernikahan. Sesuatu untuk menyatukan yang berlainan, untuk saling melengkapi. Dua kutub yang sama akan saling menolak, yah, tapi bukan berarti mereka tidak bisa berjalan sama.. Hanya saja mereka tidak bisa bersatu. Itu hukum natural yang semua orang harusnya tahu, Haru."

Setiap kali Sagami memanggil Haru dengan nama kecilnya, pria bersurai coklat itu serta merta kehilangan otoritasnya dalam menatap mata sang lawan bicara. Tentu saja Haru menginginkan kata 'selamanya' dalam hubungannya dengan Sagami. Tentu saja ia menginginkan percintaan yang mesra dan intim dengan cinta pertamanya itu. Tapi sejak lama juga ia tahu bahwa sia-sia mengharapkannya dari seseorang yang baru saja berargumen picik seperti itu. Sagami adalah manusia produk dari masa lalu dan ia tidak bisa setuju pada perubahan yang memporak-porandakan segala sistem di dunia ini. Sia-sia saja menghabiskan waktu mendambakan cinta dari pria itu, seberapa pun dalamnya Haru telah jatuh. Entah sudah keberapa kali ia bangkit untuk kembali jatuh. Berjuta kali jatuh cinta, berjuta kali patah hati. Namun bibir Haru tetap terkatup rapat, tanpa pernah mengucapkan sekali pun kalimat pernyataan. Karena takut, karena malu, dan karena selama ia masih seorang laki-laki, perasaannya pada Sagami adalah sesuatu yang tidak ada.

"Kalau partnership, apa menurutmu itu masuk akal? Mereka tidak menikah, hanya berkomitmen bersama." Haru mengutuk lidahnya yang kadang tak tahu kapan harus menyerah. Tentu saja ia sudah tahu jawabannya!

"Bebas-bebas saja, sih. Tapi apa yang bisa kau dapat dari sana? Apa mereka bisa mengadopsi anak?" Aku menggeleng goyah. "Nah, kalau begitu, tidak ada gunanya. Pada akhirnya hal seperti itu cuma evolusi dari kata berpacaran."

Haru tahu pasti bahwa Sagami adalah lelaki yang tidak peka. Begitu bebal hingga tak tahu bahwa kalimat yang baru saja diutarakannya adalah hal yang kurang ajar. Pria yang menganggap bahwa cinta dalam pernikahan adalah kepentingan sekunder. Pria yang menganggap bahwa memiliki anak adalah tujuan dalam pernikahan. Siapa pun pasangannya, pria atau wanita, tidak akan pernah bisa bahagia bersama seseorang seperti Sagami Takayuki.

Tapi Haru mencintainya. Setengah dari umurnya ia sudah belajar bagaimana cara menyayangi pria ini, sehingga masa tanpa perasaan itu terasa begitu menjemukan. Ia sudah terlalu biasa menjadikan Sagami pusat perhatiannya hingga separuh jantungnya seperti direnggut jika ia mencoba untuk maju.

"Kalau kau sebegitu inginnya menikah, kau harus cepat mencari perempuan yang tepat. Tahun depan kau sudah kepala tiga, bukan lagi waktunya kau bermain-main dengan pria seperti ini." Haru membanting kaleng bir yang kosong itu kesal, tapi suaranya yang kopong tak membuat Sagami menyadari kekalutan lawan bicaranya itu.

"Benar juga.. Apa menurutmu aku bisa menemukannya?"

"Kau pernah punya pacar perempuan, kan? Kau selalu cair, Sagami. Gajimu tetap, punya kendaraan, dan yang terpenting, sedang dalam rangka mencicil rumah. Kalau pernikahan adalah sesuatu yang seperti definisimu tadi, tidak akan sulit menemukan yang terbaik."

Yang sulit itu jatuh cinta. Ya. Bukan karena sulit menemukannya, tapi karena sulit untuk mundur ketika sudah terlanjur jauh.

"Hm, baiklah. Aku akan lebih serius lagi mulai sekarang." Ia terkekeh-kekeh, menunjukkan barisan giginya yang rapi dan cemerlang. Tanpa sadar senyum terlukis di wajah Haru saat melihat ekspresi sahabatnya itu. Binar-binar mata Haru masih sarat oleh kasih sayang, ia akan selalu bisa menemukan berlian di antara sampah sekali pun. Seburuk apa pun Sagami bertingkah, hanya dengan setitik senyum, Haru akan menarik semua kritiknya barusan. "Tapi kau tidak akan kesepian, kan? Kalau misalnya aku tidak sering datang ke sini."

Haru terbahak-bahak. "Kau tidak boleh ke sini sama sekali, oke? Aku tidak mau jadi kerikil dalam hubungan."

Meski aku lah yang paling paham dengan diriku sendiri. Selama lubang di hati ini dibiarkan kosong, aku pasti akan melanggar sumpah itu.


==

TBC Next Tuesday

A/N Proyek ringan sambil nyambi To kill a homme fatale (supaya hidup saya gak serius2 amat). Tenang saja, saya akan tetap mengupdate keduanya dalam jadwal yang telah ditentukan.

Parallel: Koi Ha Muzukashii [BL]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang