10. Author POV : Kebencian.

1.4K 55 5
                                    

Muthia sudah berfikir jalan keluar dari perjodohan ini, semua dipikirnya dengan sangat matang. Apapun resiko nya ia akan tanggung. Ini lebih baik. Bukan untuk dirinya tapi untuk mereka.

"Jadi, aku-- tidak salah lagi untuk menerimamu didalam kehidupanku. Menjadi suami ku kelak, terus bersamaku. Kita jaga anak anak kita kelak." Bagaimana hati muthia, ia tidak sungguh sungguh mengatakan ini. Bahkan hatinya masih dengan seseorang dimasa lalunya yang tidak akan jadi masa depannya.

Setelah mengatakan itu pandangan muthia hanya pada kakek, lihat kakek disini yang paling bahagia. Kakek menangis. Dihadapannya. Itu yang membuat muthia kaget.

"Makasih muthia, kau menerimanya." Lihat airmata kakek itu, hati muthia sakit. Mengapa ia bahagia disaat aku menahan rasa yang begitu menyerikan.

Kakek memeluknya, memberi sejuta harapan. Ingat muthia kakek yang membuat kau menjadi seperti sekarang dia sangat percaya dengan semua kerja kerasmu. Muthia tersenyum. Senyuman yang begitu menyakitkan. Setidaknya ini balasannya dengan apa yang kakek beri kepadanya.

Kakek melepaskan pelukan itu menarik lengan kennan, "cepat kau pakaikan cincin itu dijari manisnya!" Seru kakek bersemangat sekali.

Setelah cincin itu menyangkut indah di jari muthia, tiba tiba seorang wanita paruh baya .

"Muthia, kau sangat cantik. Lebih dari kennan menceritakannya kepadaku." Muthia menyerit, hanya tersenyum kikuk.

"Dia mommy-ku." Kennan bersuara.

Senyum sumringah dari muthia, ia langsung membalas pelukannya.

"Halo tante, apa kabarmu?"

"Baik, sangat baik ketika aku didapatkan kabar bahwa kalian hari ini tunangan. Kennan memberitahukanku mendadak sekali. Dia romantis banget ya--" ia menyangkutkan rambut muthia dibelakang kupingnya.

"Mari mari ke belakang kasian pilotnya, pengap." Kata kakek menggiring semua untuk kebelakang. Muthia menyerit sampai lupa bahwa ia hari ini tugas.

"Bukankah aku ada jad--"

"Itu hanya rencana kennan agar kejutannya berjalan dengan sempurna udah ayo dibelakang kita akan mengobrol dengan serius tentang hari pernikahanmu." Ucap kakek membawa muthia, kennan ia berjalan duluan ke belakang.

Sangat mengejutkan sekali, batin muthia tersenyum ketus.

Kedua orang tua kennan dengan kedua orang tua muthia sedang sangat asik sekali mengobrol entah mengobrol apa.

Mereka sangat bahagia, tetapi disini jauh dari keramaian muthia menangis menangis dalam jeritan yang tertahan. Seharusnya aga yang menjadi tunangannya, aga yang menjadi seorang suami yang menuntunnya, seharusnya aga yang menjadi bapak dari anak anaknya.

Aga disini bukan sebagai tunangannya tapi sebagai tamu yang turut bahagia melihat kedua insang yang saling (tidak) mencintai.

Muthia dengan berani menghampiri aga yang sedang mengobrol dengan freya.

"ada nyonya kennan." freya menyikuti lengan muthia, menggoda muthia tapi muthia malah mengabaikan. menatap aga seolah tak percaya bahwa dia ada disini.

"Muthia apa lo ada disini?" Tanya freya.

"Eh-- emm, lo bedua ngobrol asik banget." Ucapnya tanpa sedikitpun berniat lepas dari tatapannya ke aga.

"Hello muthia, kalau diajak ngobrol sama gue tuh matanya ke gue. Bukan ke aga." Ketus freya kepada muthia yang benar benar sama seperti dulu saat mereka bermain bertiga. Yang menjadi kacang adalah freya.

Blush muthia merona pipinya merah, tingkahnya pun aneh terlihat sekali bahwa ia sedang salting. Oh my gosh, muthia saat ini seperti remaja SMA labil yang baru mengenal cinta.

The Perfect Wife [ON GOING]Where stories live. Discover now