Perasaan

207 19 2
                                    

Setelah menang pensi, kami memilih merayakannya di sebuah caffe. Aku, Adrian, Julia, Alex. Liam, dan Devan pergi bersama-sama. Adrian, Alex, dan Julia satu mobil. Mereka menggunakan mobil Adrian. Aku, Liam, dan Devan satu mobil, menggunakan mobil Devan. Selama di mobil tak ada yang berbicara, hanya ada keheningan yang menyelimuti kami.

"Apa caffe nya masih jauh?" Tanyaku memecah keheningan.

"Tidak terlalu. Tinggal melewati lampu lalu lintas itu, kemudian belok ke kanan." Jelas Devan.

"Kurasa kau sangat tau jalan ke caffe itu?" Cela Liam.

"Well, aku suka pergi ke caffe itu. Jadi aku tau jalannya."

"Memang seperti apa caffe nya?" Tanyaku.

"Seperti caffe klasik biasanya. Memang kau belum pernah ke caffe, Amanda?"

"Hm..."

"Dia jarang keluar rumah, jadi dia jarang ke caffe seperti yang kau bilang tadi." Jawab Liam.

"Oh benarkah? Gadis cantik sepertimu jarang keluar rumah?" Canda Devan.

Aku tersenyum menundukkan kepalaku. Menganggukan kepalaku sebagai jawabannya. Entah mengapa wajahku terasa panas, apa wajahku memerah sekarang?

"Kenapa kau blushing? Apa karna aku bilang kau 'gadis cantik'? Well memang kenyataannya kau gadis tercantik yang pernah kulihat." Goda Devan.

"Berhenti menggodanya seperti itu!" Geram Liam.

"Calm dude! Aku tak menggodanya, aku bicara yang sejujurnya. Apa kau keberatan?"

"Ya sangat keberatan!"

"Bisakah kalian diam?! Berhenti berdebat dan fokus pada kerjaan kalian!" Bentakku.

Aku tak mengerti kenapa mereka berdua bertingkah seperti anak kecil? Aku muak dengan sikap mereka yang satu ini. Maksudku, Devan berlebihan dan Liam, aku mengarti jika dia tak ingin aku kenapa-napa tapi kurasa dia juga berlebihan seperti Devan.

10 menit kemudian kami sampai di caffe yang dimaksud Devan. Adrian, Alex, dan Julia sudah sampai bahkan sudah memesan minuman.

"Kalian lama sekali!" Protes Alex.

"Maaf, tadi kami pergi mengisi bensin dan aku juga harus pergi ke kamar mandi." Jelasku.

"Tapi mobilku..." dengan cepat aku menutup mulut Devan dengan tanganku dan memberikan tatapan membunuh milikku.

"Ada apa Devan? Amanda?" Tanya Julia.

"Tidak ada. Benarkan Devan?"

"Te-tentu saja." Jawab Devan.

Selanjutnya aku duduk. Dan tempat dudukku diapit oleh Liam Dan Devan. Huh! Menyebalkan!

"Wow, Amanda! Kau seperti tawanan saja. Diapit oleh dua orang cowok." Canda Alex.

"Shut up shuckface!" Umpatku.

"Just kidding Amanda."

"Not funny!"

"Sudahlah, kau tau dia hanya bercanda Amanda." Tegur Adrian.

"Aku tau itu Adrian. Dan ini lagi! Kenapa kalian harus duduk di sampingku sih? Liam? Devan?"

"Karna aku ingin menjagamu!" Jawab mereka kompak

Aku hanya melongo mendengar jawaban mereka berdua. Menjagaku? Apa mereka pikir aku ini bayi yang harus dijaga? Oh! Ini sangat berlebihan!

"Kalian berdua ini kenapa sih? Kompak banget jawabnya. Udah latihan ya?" Canda Julia.

"Ini bukan saatnya bercanda Julia!"

"Maaf Adrian."

Hening. Itulah suasana yang meliputi kami. Tak ada satupun yang berbicara. Semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Ini membosankan!

"Guys! Kita ke sini itu buat ngerayain kemenangan kita, kenapa sekarang jadi sibuk sendiri?!" Tanyaku.

"Hehe..., sorry Manda." Ucap Alex.

"Kita main truth  or dare yuk?" Usul Devan.

"Boleh juga!"

"Iya!"

"Ikutan!"

"Terus botolnya gimana? Kita lagi di caffe bukan di rumah." Ucap Liam.

"Hm..., aku punya pensil. Kita pake pensil aja ya?" Tanyaku.

Jadilah kami main ToD menggunakan pensil. Pensil diputar dan menunjuk kearah..., Alex.

"Truth or dare Alex?" Tanya Adrian.

"Dare."

"Kalo gitu, cuci mobilku malam nanti!" Ucap Adrian.

"What?!"

"Tidak ada penolakan!"

Semua tertawa melihat ekspresi Alex. Sekarang pensil kembali diputar dan pensil itu mengarah kearahku.

"Amanda, true or dare?" Tanya Alex.

"Truth."

"Kamu punya crush gak?" Tanya Julia.

"Hm..., mungkin?" Jawabku ragu.

"Benarkah?" Tanya mereka, plus Devan.

"Aku bilang mungkin guys, aku belum tau.siapa cowoknya." Jawabku terang-terangan.

Aku tidak bohong soal kata-kataku tadi. Aku memang sedang jatuh cinta, tapi aku bingun dengan siapa. Karna setiap kali aku berdekatan dengan Liam dan Devan jantungku berdetak lebih cepat dari pada aku dekat dengan Alex atau Adrian.

Permainan kembali dimulai. Permainan ini berakhir pada saat hari sudah mulai sore. Semua memutuskan untuk pulang dan istirahat.

Telepatis?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang