[1] Aleana Bintang Tanubrata

791 38 4
                                    

Mendung menaungi pemakaman hari ini. Pemakaman yang hanya dihadiri beberapa orang dengan pakaian putih abu-abu yang tampak berkabung. Pelayat yang hampir semuanya laki-laki tampak menahan air matanya. Namun ada satu gadis yang berdiri dengan pandangan sedih yang disembunyikannya. Namanya Aleana. Atau teman-temannya biasa memanggilnya Ale. Gadis itu, tampak berdiri berjajar dengan keluarga temannya yang sudah meninggalkan dunia ini. Temannya yang gugur karena memperjuangkan hak orang yang lemah.

"Tante, Ale turut berduka. Teman-teman semuanya juga ikut berduka, kita nggak nyangka Derry bisa secepat ini pergi." ucap Ale sambil mengusap punggung ringkih sang ibu yang masih terisak menangisi anaknya.

"Iya, Le. Makasih ya,"

Pelukan dari Ale sedikit menenangkan sang ibu. Ale juga tampak menikmatinya. Ia memejamkan mata meresapi pelukan hangat.

Detik berganti menit. Menit berganti jam. Ale masih duduk di dekat batu nisan. Ia menatap gundukan tanah yang masih tertutupi dengan bunga yang masih segar. Perlahan, satu persatu teman-temannya pergi meninggalkan area pemakaman. Meninggalkan Ale sendiri dengan mata yang bahkan sudah tidak bisa meneteskan air mata lagi.

"Pengorbanan lo akan selalu kita kenang, Der." Ale berdoa lalu beranjak.

Ale tak menangis. Bahkan ia lupa caranya menangis setelah kehilangan keluarga lengkapnya. Matanya berhenti saat melihat Aldo masih di dekat pintu masuk.

"Gue anterin lo pulang, Le." sahut Aldo saat Ale sudah ada dihadapannya.

Ale menggeleng lalu tersenyum, "nggak usah. Bilang aja sama anak-anak, kita kumpul di markas jam 9 nanti. Gue pulang duluan,"

Ditangannya, Ale telah menenteng skateboard kesayangannya yang sempat ia tinggalkan di pintu masuk pemakaman. Ia menaiki lalu meluncur ke sekolah, mengambil motor sport miliknya lalu pulang.

-o-

Ale menikmati udara malam yang membawanya ke markas Broadway. Di tangan kirinya, sebuah pedang panjang telah ia bawa untuk persiapan malam ini.

Ckitt.. Ale menghentikan motornya secara tiba-tiba saat ia melihat seorang nenek berjalan pelan di trotoar.

"Nenek mau kemana?" tanya Ale dengan nada sedikit tinggi karena suasana jalan yang sedikit ramai.

Nenek itu tersenyum lalu mendekat kearah Ale. Ia mengelus pipi Ale yang tertutup helm full-face. Sentuhan itu membuat dada Ale sedikit berdesir dan merasa air matanya akan turun. Ale mengerjapkan matanya lalu menepuk tangan nenek itu.

"Ale anterin yuk, nek. Nanti nenek kasih tau, mau dianter kemana."

Ale menstandarkan motornya lalu membantu nenek itu naik keatas boncengannya. Ale menarik gas motornya pelan dan pergi mengantarkan nenek itu entah kemana. Ale berusaha untuk menahan tangisnya yang ingin keluar karena sentuhan lembut sang nenek tadi. Sentuhan itu mengingatkannya pada sang ibu yang sudah lama meninggal dunia.

"Rumah nenek di jalan Malaya, cantik." jawab si nenek setelah beberapa kali Ale menanyakan alamat namun hanya dijawab dengan kata 'nanti'.

Motor berbelok ke jalan Malaya dan berhenti di rumah warna putih khas rumah vintage.

"Nama kamu siapa, sayang?"

Ale tersenyum setelah mengantarkan nenek itu sampai didepan rumahnya dan mencium tangannya sopan.

"Aleana, nek. Nenek bisa panggil Ale aja." ucap Ale sambil tetap tersenyum manis yang sangat jarang ia lakukan.

Nenek itu tampak mengangguk-angguk dengan tetap tersenyum juga seperti Ale. "Nama nenek Melati."

Star un Sky (Open PO)Où les histoires vivent. Découvrez maintenant