22. Berhenti Mencintai

Mulai dari awal
                                    

Biasanya dia memang selalu merasa tidak enak badan pada hari pertama sampai kedua haid. Tapi tidak pernah separah ini. Tadinya Naya juga tidak ingin masuk sekolah, tapi karena hari ini ada ulangan biologi, jadi mau tidak mau dia harus paksakan sendi-sendi tubuhnya untuk berangkat ke sekolah.

🌺

Bel pulang berbunyi, semua murid langsung gesit menggendong tas masing-masing. Termasuk Sera dan Hellen. Sementara Naya, gadis kacamata itu tetap menjalankan tugasnya membersihkan kelas bersama-sama dengan empat teman sekelompok piketnya yang lain. Tidak peduli akan dirinya sendiri. Seusai menyelesaikan tugasnya; menyapu dan menghapus papan tulis, Naya langsung bersiap-siap untuk pulang.

"Gue balik duluan, ya, Jes?" pamit Naya pada Jessie, teman sekelompok piketnya.

Tanpa melihat ke arah Naya, Jessie yang masih sibuk mengepel lantai hanya menyahut, "Iya, Nay. Hati-hati."

Naya berjalan melewati koridor. Menuruni anak tangga dari lantai tiga, sampai lantai satu. Kepalanya yang terasa cenut-cenut membuat Naya tidak berhenti memijat keningnya sembari berjalan. Sehingga Naya tidak sadar, kalau sepanjang ia berjalan, nyaris semua orang yang ia lewati, melemparinya tatapan aneh. Naya baru menyadari tatapan-tatapan itu ketika ia berjalan melewati lapangan. Melalui ekor matanya, Naya menangkap banyak sekali pasang mata yang menatapnya seakan-akan ia baru saja melakukan hal yang memalukan.

"Heh cewek! Darah lo tembus, tuh," tegur salah satu perempuan yang kebetulan berjalan searah dengan Naya, seraya memunculkan diri dari belakang Naya. Setelah itu perempuan dengan rambut tergerai agak ikal itu berlalu begitu saja melewati Naya sembari menertawakan. Suaranya yang cukup kencang, kontan menyebabkan seluruh pasang mata manusia yang berada di sana tertuju pada Naya.

Dengan cepat, kedua tangan Naya bergerak menutupi bagian belakang roknya dan refleks berbalik badan. Namun tidak ada efek. Mau Naya berbalik ke manapun di sekelilingnya ada banyak orang yang sudah terlanjur melihat noda merah itu, menjadikannya sebuah tontonan. Semuanya menunjukkan reaksi yang bermacam-macam. Ada yang tertawa sama seperti perempuan yang menegurnya tadi. Ada pula yang diam, namun sorotan mata mereka tidak bisa membohongi, kalau mereka menghujat dalam hati. Mendadak Naya tidak sanggup lagi mengambil langkah. Kakinya berdiri membeku di tengah lapangan.

Saat itu juga mulai terdengar desisan-desisan yang tidak enak didengar.

"Ish, jorok banget, sih!"

"Emang nggak pake pembalut apa, tuh, cewek?"

"Anjir, pendarahan itu, mah!"

Dan desisan yang paling nyelekit itu, "Nggak tahu malu amat, ya?"

Sedangkan Naya hanya bisa menunduk, berharap bumi bisa menelan dirinya sekarang juga. Tapi tidak mungkin. Ini kali pertama Naya tembus di sekolah, dan langsung fatal begini. Keringan mengalir deras di dahinya. Jantungnya berdegup mematikan.

Tidak jauh dari Naya berdiri, Nata yang hendak mengambil tindakan, seketika langkahnya tertahan. Terus terang saja, Nata tidak tega melihat Naya di sana sendirian. Tetapi ia juga tidak bisa melakukan apa-apa selain memantau dari pijakannya. Baru tadi pagi ia berjanji pada dirinya sendiri untuk membuang jauh-jauh perasaannya. Tidak mungkin sekarang ia sudah mengingkarinya lagi. Nata tidak ingin perasaan yang hanya dirasakan oleh dirinya itu muncul lagi dalam benaknya. Walau memang belum benar-benar menghilang. Dengan memohon maaf sedalam-dalamnya, lagi-lagi Nata mengambil sikap layaknya seorang pengecut.

Naya menunduk semakin dalam, ketika pandangannya memburam karena adanya air yang mengembang di pelupuknya. Namun, belum sempat air mata Naya terjatuh dan disaksikan oleh puluhan manusia di sana, tiba-tiba seseorang yang entah dari mana datangnya, berlari menghampiri gadis itu dan langsung menyembunyikan wajah Naya di dadanya.

"Santai aja. Lo nggak sendiri. Ada gue. Jadi kita malunya berdua," bisik orang itu.

Meski belum melihat rupanya, cukup dari suaranya saja Naya sudah mampu mengenali. Seseorang yang menyelamatkannya dari malu saat ini adalah pacarnya sendiri. Naya juga kenal betul aroma parfumnya. Untuk yang kedua kalinya, air mata Naya sukses membasahi baju Nael. Gadis itu menangis sesenggukan tanpa suara.

"Berhenti dulu nangisnya." Nael berbisik lagi di telinga Naya.

Setelah isakan Naya tidak terdengar lagi, Nael menjauh dari Naya. Tanpa pikir panjang, cowok itu membuka seragam kemeja putihnya, menyisakan kaus oblong yang juga berwarna putih membalut setengah bagian atas tubuhnya. Kemudian mengikatkan kedua bagian lengan bajunya di pinggang Naya. Sehingga noda merah pada rok abu-abu Naya tidak lagi terlihat.

Sembari merangkul bahu Naya―menggiring gadis itu menuju parkiran, Nael berbisik untuk yang ketiga kalinya, "Jangan liat ke mana-mana. Kalau mau liat ke gue aja." Nael berbicara begitu agar Naya mengabaikan para manusia namun tidak berperikemanusiaan semacam mereka.

Menyaksikan kejadian tersebut, para kaum yang tadinya menghujat, kini malah berbalik iri dengan Naya. Berandai-andai ingin berada di posisi Naya. Memang memalukan, tetapi jika dipadu-padankan dengan apa yang Nael lakukan membuat segalanya bagi mereka terlihat sangatlah romantis. Bahkan drama-drama Korea yang mereka tonton saja sepertinya lewat.

🌺

Naya yang sudah membersihkan diri dan mengganti seragamnya dengan pakaian biasa, berjalan dengan langkah demi langkah yang nampak canggung menuju ruang tamu. Menghampiri Nael yang tengah duduk di sofa menunggunya sembari memainkan ponsel di sana.

Saat ekor matanya mendapati seseorang baru saja duduk di sofa sebelahnya yang untuk ukuran satu orang, leher Nael menolah sedikit. Lalu Nael segera menyimpan ponselnya ke dalam saku celananya. Nael tersenyum memerhatikan Naya yang selalu saja memalingkan pandangan darinya, kikuk, sambil sesekali membetulkan posisi kacamatanya yang menyangkut di pangkal hidungnya. Akan tetapi melihat gelagat Naya yang seperti itu, malah memunculkan sebuah ide di kepala Nael untuk menggodanya.

Nael sengaja mendekatkan posisi duduknya, sekaligus wajahnya dengan Naya. Secara terang-terangan sepasang matanya menyorot manis ke arah Naya. Membuat gadis kacamata itu jadi salah tingkah sendiri. "Tadinya gue pikir lo cuma terlihat gemesin kalau lagi marah-marah aja. Tapi ternyata kalau lagi salah tingkah begini, lo juga gemesin, ya."

Bibir Naya mengerucut. "Apaan, sih, basi banget tau, Kak."

Nael tertawa.

"Oiya, Kak, aku boleh tanya sesuatu nggak?" Tiba-tiba Naya menyeruak lagi.

"Tanya apa?" Nael balas bertanya balik.

"Kenapa tadi Kakak bisa tiba-tiba ada di sana?"

===

To be continue...

a/n: gimana sama part ini? jangan lupa vomment yaa...

Lost MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang