Seolah ini adalah sebuah kegiatan rutin, mereka akan menghabiskan waktu bersama diakhir pekannya. Setiap Jum'at sepulang sekolah, mereka akan berkumpul di rumah salah satunya secara bergantian. Dan kini, rumah Silvalah yang menjadi tempat mereka berkumpul.
"Jajan dong, sepi amat ngobrol doang." David menjeda ucapan Jessy yang sedang bercerita, membuat Jessy terdiam karena kesal namun juga menyetujui perkataan David.
"Jalan sana," perintah Samudra membuat David sontak memukul kepala Samudra.
"Gue atasan lo, Sam, dan gue memperintahkan lo jalan beli makanan." Samudra berdecak sebal dan langsung melengos malas.
"Memanfaatkan jabatan amat, Mas." David hanya terkekeh dan ia terlihat mulai mengumpulkan uang-uang temannya.
"Nyatet dong, beli apaan aja." Nadine sontak menyobek kertanya sendiri dan mulai menulis.
"Sebutin aja,"
"Chittos yang keju," Jessy terdiam sebentar, "sama Ultramilk cokelat deh," lanjutnya dan dijawab dengan anggukan Nadine.
"Gue," Bintang menarik napasnya, seolah berpikir apa yang akan ia beli, "Tango cokelat aja yang gede, sama Tic-Tac yang mix ya." Nadine lagi-lagi hanya mengangguk.
David juga terlihat mengangguk-angguk, mengiyakan semua pesanan teman-temannya. "Juno, lo mau apaan,"
"Sabar sih, Vid, gue aja belum kelar nulis." Nadine menggerutu karena mendengar David yang mengabsen satu per satu teman-temannya yang hadir, namun menghiraukan Nadine yang menulis dengan kebingungan karena pesanan berasal dari suara yang berbeda-beda.
"Udah semua, nih?" Nadine kembali menghitung nama pada catatannya, kemudian menghitung jumlah orang yang hadir disini.
"Kok baru 12 deh?" Nadine kembali terlihat menghitung lagi orang-orangnya.
"Lo belum, Nad, Samudra juga belum." Nadine menepuk kepalanya sendiri. Kemudian hendak menulis namun ditahan oleh David. David meraih tangan kanan Nadine, menyerahkan uang teman-temannya yang sudah ia susun dengan rapi.
"Sana lo jalan sama Samudra," perintah Silva diiringi seruan setuju dari David dan beberapa anak lainnya.
"Ini kenapa kalian jadi dekat-dekatin Sam sama Nadine, sih? Sedangkan Dani sama Rena yang udah dekat malah kalian jauhin?" Bintang membuka suara, membuat semua mata kini menatap Bintang dengan kedua alis terangkat.
Ternyata, teman sebangku Rena ini kembali berusaha mengeluarkan isi hati Rena. Seperti yang diketahui semua orang, Rena adalah sosok yang pendiam, meskipun terlihat periang, namun dalam hati ia seolah menyimpan berjuta-juta rahasia. Begitupun Dani, laki-laki pintar itu memilih menutup dirinya dan fokus dengan organisasi yang ia pilih.
"Maksud gue, kenapa kalian seolah dukung Sam sama Nadine, tapi menolak Dani sama Rena?" Bintang memelas, namun terlihat jelas bahwa matanya menyiratkan kemarahan, mewakili Rena yang biasanya memilih untuk diam.
Semua masih diam, begitupun David. David malah melirik Silva yang ternyata juga sedang meliriknya. Silva mengangkat kedua bahunya, seolah tak tahu harus mengatakan apa pada curahan hati Bintang.
"Emang gue sama Nadine deket, apa? Ogah," celetuk Samudra membuat David menghela napas.
"Lagian Bin, mereka itu kita deketin bair akur, biar nggak berantem mulu." David kembali mengeluarkan jawabannya. Satu-satunya kalimat yang bersarang dikepalanya. Hanya itu. Ia terlalu kosong untuk memikirkan alasan lain. Karena sebenarnya memang itulah alasannya. Tak ada maksud lain, tetapi ia tahu Bintang bukan membutuhkan jawaban seperti itu.
"Kalau mereka udah nggak berantem, mereka bisa pacaran, Vid." Nadine mengangkat kedua tangannya saat mendengar pembelaan Bintang.
"Kalian diskusiin, kita jajan. Biar makin asik, diskusi sambil nyemil. Cus, Sam." Nadine menarik tangan Samudra keluar dari ruang tamu rumah Silva. Ia tak mau mendengar perdebatan ini. Memang sejak awal, mereka berdua juga tak setuju kan dengan peraturan David?
Diperjalanan, keduanya tak terlibat obrolan sama sekali, seolah pikiran keduanya sama-sama dipenuhi masalah di rumah Silva barusan. Nadine tak membuka pembicaraan, begitupun Samudra yang seolah paham dengan gerak-gerik Nadine.
"Sam," pekik Nadine saat matanya menangkap dua orang yang ia kenali. Samudra jadi berhenti kemudian membalikan tubuhnya untuk menatap wajah Nadine.
"Apaan?"
Nadine tak menjawab, namun matanya tetap memperhatikan gerak-gerik sepasang orang yang tengah bergandengan di seberang jalan yang cukup besar ini.
Salahkan komplek Silva yang terletak dipinggir jalan besar seperti ini. Takut-takut, matanya salah lihat, Nadine mulai berdiskusi dengan Samudra. "Itu, Rena sama Dani 'kan? Apa gue yang salah lihat?"
Samudra jadi mengikuti arah pandangan Nadine, matanya sedikit menyipit dan memastikan benar atau tidak itu adalah Dani dan Rena.
"Berpikiran positif, ya. Jangan gegabah. Ikutin aja, mau?" tanya Samudra melihat Nadine yang sudah hendak berteriak saat melihat tangan Dani merangkul pundak Rena, seolah melindungi miliknya.
"Iya, ikutin aja." Samudra pun mengangguk. Kembali menyalakan mesin motornya dan berjalan menyusul Dani dan Rena yang sudah lebih dulu berjalan motornya.
"Gue baru sadar kalau Silva sama Rena itu satu komplek. Tetapi kenapa dia milih jalan, bukannya ngumpul sama kita?" Nadine berusaha mengobrol dengan Samudra.
"Ya, mungkin mereka emang ada hal yang mau diomongin soal hubungannya. Mereka berdua pasti sebel deh sama David." Nadine mengangguk-angguk, dan terus memperhatikan Dani dan Rena yang kini berbelok pada sebuah mall yang letaknya tak terlalu jauh dari perumahan Silva.
Belum sempat masuk, Samudra menghentikan motornya. "Ngapain berhenti?" pekik Nadine tak terima dengan perlakuan Samudra yang tiba-tiba saja menghentikan laju motornya.
"Masuk banget nih?"
"Ya iyalah, kalau lo nggak penasaran sama Dani dan Rena, yaudah gue sendirian aja." Nadine hendak berjalan, namun Samudra buru-buru menahannya.
"Nggak usah ngomel-ngomel. Naik buruan, parkir lo yang tanggung." Masih sambil menggerutu, Nadine naik kembali ke atas motor dan motor Samudra masuk ke dalam pekarangan mall tersebut.
"Masker lo pake, takut-takut pas-pasan sama motornya Dani." Nadine mengangguk mendengar perintah Samudra. Parkiran motor di jum'at sore kenapa begitu ramai?
"Gue cari parkiran, lo cari Rena sama Dani." Nadine kembali mengangguk. Matanya berkeliaran mencari Rena yang mengetakan blouse berwarna pink fanta.
"Tuh," ujar Nadine cepat, Samudra pun langsung membelokan motornya, masuk ke dalam jajaran para motor yang sudah terparkir rapi di basement mall ini.
"Buruan," kata Nadine dan langsung menarik tangan Samudra untuk berjalan mendekati posisi Rena dan Dani yang kini tengah bergandengan.
Mereka terlihat mengambil posisi duduk di foodcourt, dan memesan makanan. Nadine tak cukup ingin tahu pembicaraan mereka, hanya saja perlakuan mereka benar-benar mencurigakan.
"Pokoknya, nggak perlu cerita sama David, nanti kita coba cari kejelasannya dulu ke Dani ataupun Rena."
***
Kritik dan Saran yaaa, ditunggu bangets:))
June, 25th 2016.
YOU ARE READING
The Problems Of Classmates
Teen Fiction[Completed and Extra Part was ready] "Dilarang berpacaran dan bermusuhan dengan teman sekelas." - David, Ketua Kelas XI MIA 1. Peraturan yang ia buat dengan keyakinan mantap selama 7 hari 7 malam itu, membut kelasnya terlihat lebih baik. Mereka te...
