SAINARA 10

7.6K 745 8
                                    

SAINARA 10

Merangkak? Tentu saja. Lubang angin ini cukup sempit untuk berjalan seperti biasanya. Aku berjongkok masih muat, tapi berdiri? Ah susah di jelaskan. Lorong ini sempit dan gelap. Apalagi baju yang aku kenakan sekarang sudah basah oleh keringat.

"Sainara?" Itu Rico di depanku

"Ke arah mana selanjutnya?"

"Kau gila? Kau yang tau arahnya bodoh." itu bukan aku. Tapi Sam yang ada di belakangku

"Aku lupa. Semua lorong ini tampak sama," jawab Rico mencari posisi enak untuk duduk

Sedikit membungkuk memang. Tapi ayolah merangkak sedari tadi membuat punggung, sikut dan lututku sakit. Belum lagi senjata yang kami bawa.

"Kurasa kita harus berpencar. 3 lorong. Lurus, kiri dan kanan," gumamku

"Bagaimana?"

Rico mengangguk, "kalau salah satu dari kalian menemukan sesuatu bahkan kameranya segera hubungi sesama."

Aku mengangguk.

"Aku ambil lurus" ucap Sam

"Baiklah. Kau Sar?"

"Kanan," ucapku yakin

"Okey berpencar," seru Sam

"Berhati- hatilah Sar. Axraga memintaku untuk menjagamu kali ini."

Aku hanya mengangguk. Lalu berbalik ke arah kanan dan mulai merangkak lagi.

Lorong ini hanya ada satu arah. Jadi aku tidak bingung untuk memilih jalan. Hanya lurus. Sesekali aku melihat ke bawah melalui ventilasi berbentuk persegi panjang terbuat dari besi dilapisi dengan kaca transparan. Ventilasi itu menunjukkan berbagai ruangan seperti kantor.

Setelah aku rasa sudah jauh merangkak suara di chip milikku berbunyi.

"Menemukan sesuatu?" Itu Sam

"Tidak," jawabku dan Rico berbarengan

"Aku menemukan banyak cabang disini. Aku bingung harus merangkak ke arah mana," Rico melanjutkan bicara

"Aku ju-"

"Tunggu," aku memotong pembicaraan Sam

"Ada apa?" Itu Rico

"Ada seseorang masuk ke dalam ruangan yang terkunci dengan sandi," ucapku pelan

"Kau mengikutinya?"

"Tidak. Jalanan yang aku tempuh buntu," sahutku

"Kurasa ada jalan lain. Tapi aku tidak menemukan apapun."

"Aku kesana," ucap Rico

"Aku akan menyusul," jawab Sam

Aku mengangguk, meskipun tau mereka tidak akan melihatku. Tapi biarkan sajalah.

Aku terduduk walaupun agak membungkuk. Memeriksa peluru dan senjataku. Lalu memeriksa luka di lengan kananku yang tergores tembakan.

Sialnya saat aku melihat lukanya makin terasa sakit. Ah aku tidak membawa obat penahan rasa sakit. Aku menekan lukaku agar darahnya tidak terlalu mengalir deras. Dan saat aku meringis Rico datang.

"Lukamu-"

"Tak apa," ucapku memotong pembicaraannya

"Jadi ini yang kau maksud ruangan terkunci itu?"

Aku mengangguk meng- iyakan.

"Dan kau lihat? Tidak ada lagi jalan," kataku

Dia juga mengangguk.

Romantic SpyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang