Chapter 7: the number you are trying to reach says 'russell' not 'ransel'

Start bij het begin
                                    

Viara mengangguk-angguk. "Iya. Asyik banget, Tante! Reza juga juara satu terus di klub itu. Keren, deh."

Kalila menyikutku, kemudian berbisik, "Cuma ada dua kemungkinan. Kalau enggak bohong, ya berarti mereka nyogok di klub itu."

"Aira, kalau kamu gimana, Nak?" tanya Om Taufik kepadaku.

"Gimana apanya, Om?" tanyaku sambil tersenyum canggung.

"Kamu pernah ikut olimpiade?" tanya Tante Anisa.

Ya. Aku ikut olimpiade, sudah sesering Hera pergi ke mal. Dan aku menang olimpiade, sudah sesering Hera membeli tas di mal. Sebenarnya, aku tidak pernah berniat untuk ikut olimpiade sebanyak itu (maksudku, soalnya kan, begitu-begitu saja). Tapi Mama suka tiba-tiba mendaftarkanku dan aku tidak punya pilihan lain selain ikut.

Oke, masalahnya aku tidak mungkin menjawab aku pernah ikut olimpiade di sini. Di depan Kalila. Dia kan, tahunya aku masuk kelas tambahan untuk anak-anak yang nilainya jelek.

Jadi aku berkata, "Belum, Om."

Om Taufik tampak sedikit terkejut. "Oh ya? Padahal Om kayaknya pernah lihat anak yang seinget Om sih, namanya Aira. Dia waktu itu menang olimpiade empat mata pelajaran berturut-turut. Orangnya mirip kamu gitu. Tapi udah agak lama, sih. Mungkin Om udah lupa."

Oke, sial. Itu benar aku yang Om Taufik maksud.

"Mungkin, Om," kataku sambil tersenyum, berharap semoga aku tidak tampak mencurigakan.

"Kalau kamu gimana, Kalila?" tanya Tante Anisa. "Udah ada kemajuan di klub basket yang di dekat rumah itu?"

"Dia kan udah enggak pernah dateng," kata Viara.

Kalila segera menoleh kepada Viara. Aku tidak bisa melihat raut wajah Kalila dari sini, tapi aku yakin, wajahnya pasti lebih menyeramkan dari wajah menahan-buang-air-besar-nya Viara tadi.

Om Taufik menoleh kepada Kalila. "Bener?" tanyanya.

"Hmm," gumam Kalila.

Tante Anisa menyipitkan mata. "Kamu masih suka gambar? Kamu tahu kan, apa pendapat kami tentang itu?"

"Enggak berguna," balas Kalila dengan datar.

Aku tertegun. Kalila suka menggambar?

Aku menunggu sampai orangtua Kalila menyangkal ucapan Kalila barusan, tapi mereka tidak mengatakan apa-apa. Beberapa saat kemudian, mereka sudah asyik mengobrol dengan Reza tentang klub golfnya.

[.]

Hari ini tidak ada sekolah. MOS sudah selesai dan aku tinggal menunggu datangnya hari Senin. Tadinya, aku ingin menghabiskan hari liburku dengan memperdalam pengetahuanku tentang Paradoks Russell. Tapi tiba-tiba, ponselku bergetar. Aku mengangkat benda itu dan mengecek pesan yang masuk.

Hera: Aira, temenin gue yuk. Gue mau nyari tas buat tahun ajaran baru.

Ini bukan hal aneh. Hera memang kadang-kadang memintaku untuk menemaninya berbelanja--yang selalu kutolak, tentu saja.

Aira: Enggak, makasih, ya.

Hera: Sekali ajaaa. Plisss :))

Aira: Enggak, Hera. Gue mau belajar tentang Paradoks Russell

Hera: Nah, iya, gue nyari tas ransel!

Aku mendengus. Untungnya, Hera mengerti aku tidak terlalu paham bahasa-bahasa aneh yang digunakan anak-anak sekarang. Jadi, dia tidak pernah mengirimiku pesan dengan 'gw', 'cpk', 'cpt', dan sebagainya.

The Number You Are Trying to Reach is Not ReachableWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu