PROLOG

5K 238 74
                                    

Sepasang tangan meronta-ronta lemah di balik sebuah pintu kayu meminta belas kasihan. Air mata yang terus mengalir tanpa henti menyebabkan mata indah gadis itu menjadi sembab dan membengkak. Ia memukul-mukul pintu itu agar seseorang yang baru saja menguncinya membukakan pintu dan membebaskannya dari bau apek dan kegelapan gudang.

Buk! Buk! Buk!

"Mama! Bukakan pintunya ma! Yui minta maaf, Yui sudah kalah dan mengecewakan Mama! Mama! Hiks!"

Sudah bermenit-menit gadis kecil itu meronta. Tubuhnya yang rapuh perlahan merosot putus asa dan dahinya yang basah akan peluh menempel pada badan pintu. Bulir-bulir mata seakan tak mau berhenti keluar dan kukuh mengalir deras, membasahi pipinya yang memerah.

"Maafkan aku, mama ... hiks," gadis kecil itu merintih. Pandangannya kabur karena matanya yang terus berkaca-kaca. Memori di kepalanya terus berputar ke masa lalu. Di mana sebuah medali emas dan sebuah piala yang besar tidak sudi untuk menghampiri sepasang tangan kecilnya. Seakan tuts-tuts piano itu dimainkan oleh sepasang tangan yang tak sanggup menandingi orang-orang hebat di sana

Gadis itu mengepalkan tangannya di badan pintu. Giginya bergemelatuk penuh rasa amarah dan kecewa yang dalam. Matanya yang sembab terasa nyeri. Di tengah kegelapan, di mana tak ada secercah pun cahaya. Satu kata yang hanya bisa ia ucapkan saat itu.

"Maaf ...."

~~•°•❄❄❄•°•~~


~12 tahun kemudian ....


Matahari bersinar terang di atas langit. Burung-burung merpati terlihat menguasai atap bangunan sebuah sekolah elit idaman bagi semua remaja SMA. Sebagian dari mereka tampak terbang turun dan mematuki potongan-potongan roti di dekat jendela kantin.

Seorang gadis bersurai biru membentuk potongan demi potongan kecil rotinya menjadi bulat sebesar mutiara. Lalu melemparnya ke luar jendela untuk santapan makan siang bagi para merpati peliharaan sekolah.

Starlight Academy, sekolah idol berasrama terelit di Negeri Bunga Sakura tersebut sedang melaksanakan jam makan siang bagi para murid-muridnya.

Aoi, gadis yang sibuk memberi makan para merpati sambil menikmati jusnya dari balik jendela kantin seketika menoleh ketika menyadari bahwa teman makan siangnya sudah selesai mengisi perutnya.

"Doyan atau lapar?" goda Aoi. Menyadari bahwa Yui menghabiskan makanannya beriringan pas saat dia menikmati jus.

Yui terkekeh, "Dua-duanya."

"Ah, dasar. Hei, bagaimana dengan pekerjaanmu? Apakah semakin menyenangkan semenjak kau memenangkan Queen Cup?" Aoi bertopang dagu menatap Yui penasaran. Tangannya kembali terulur ke luar jendela melempar potongan roti.

"Biasa saja," Yui menyeruput jus jeruknya. "karena soal pekerjaan aku memang selalu sibuk."

Aoi memutar bola mata gusar, "Maksudku, apa pekerjaanku menyenangkan karena semakin bertambah banyak? Sadarlah kau itu public figure yang meroket drastis, Yui."

"Menyenangkan iya, tapi aku tidak tahu sampai mana jumlah pekerjaan yang kau sebut lebih banyak dari yang kujawab." Jus jeruk itu kini sudah tandas. Yui membereskan mejanya dengan ekspresi santai seolah dirinya benar-benar tidak mengacuhkan Aoi.

"Astaga. Terserah kau sajalah. Seminggu ini aku sudah mendapat pekerjaan yang sangat sibuk. Pemotretan, rekaman, pengisi radio, bintang tamu acara tv, jumpa pers, konser, latihan, dan lainnya. Kurasa waktu luangku akan tersita dan aku akan banyak absen dari OSIS," Aoi menatap telapak tangannya yakin. Detik berikutnya dia melirik Yui yang masih nyaman bermimik santai. Sontak gadis itu mengerutkan dahi aneh, "Kau tidak kaget? Bagaimana bisa kau santai seperti itu?"

The Idol And VampiresTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang