TM»3

14.6K 2.1K 44
                                    

Mengerjapkan mata yang berat setiap bangun dari tidur. Terasa sangat panjang dan tak ada mimpi. Bersih. Kosong. Prilly membuka matanya perlahan. Sinar matahari menyergap penglihatan. Silau.

Beranjak dari tempat tidur menuju jendela kaca besar dikamarnya Prilly membuka gorden dan sinar matahari semakin membagi cahayanya kesetiap sudut kamar membuat Prilly memicingkan mata.

Tok.tok.tok.
"Nonnn..." suara Mbak Yul terdengar dari luar kamar. Prilly melirik jam dinding, jarum waktu sudah menunjuk kearah angka 7.

"Iya?" Prilly menyahut dan berjalan menuju pintu kamar. Ia sudah tahu pintu kamarnya pasti tak terkunci, tapi ia juga tahu Mbak Yul tak berani membuka tanpa persetujuannya.

"Ya Mbak Yul? Aku baru bangun, baru mau mandi."

"Tuan dan Nyonya menunggu Non Prilly dimeja makan untuk sarapan."

"Sebentar aku mandi dulu."

"Jangan sampai 30menit, Non, kelihatannya tuan buru-buru!"

"Apa aku dulu selalu mandi selama itu?"

"Selama saya jadi asisten Non Prilly, iya Non!"

"Ok, baiklah, 15menit ya."

+++++

"Morning mami, papi!"

"Morning sweety." Sahut Om Rinto dan Tante Rika bersamaan.

"Sini kita sarapan sama-sama, bagaimana perasaanmu hari ini? Apa sudah lebih baik dari hari sebelumnya?" tanya Om Rinto sambil tersenyum. Prilly mengambil tempat disebrang mereka.

"Semakin kosong Papi, rasanya aku benar-benar tak mengingat sedikittttpun masalalu aku!" ucap Prilly sembari menekuk tangan dimeja dan menyangga dagunya.

Tante Rika menatapnya sedih.
Sejak kejadian itu Prilly koma hampir setahun lamanya, mereka hampir saja kehilangan puteri kecilnya yang manis, ceria dan selalu banyak cerita. Aktivitas sebagai mahasiswi tingkat akhir disebuah kampus swasta membuat dia cukup sibuk. Prilly tak pernah bercerita siapa teman dekatnya. Yang orangtuanya tahu, Niko seringkali datang kerumah bahkan memberikan sinyal ketertarikan dan keseriusannya dengan berbicara langsung pada mereka.

"Aku belum siap menikah mami." kata Prilly waktu itu. Tatapannya pada tante Rika seperti menyimpan sesuatu yang sulit diartikan.

"Kamu nggak tertarik sama Niko?" tanya Tante Rika heran."dia dokter, papanya teman baik papi, orangtuanya punya banyak perusahaan yang salah satunya bisa kamu pegang, kamu nggak akan sengsara hidup dengannya, Ily!" lanjut tante Rika lagi.

"Mami, harta bukan segalanya, tapi cinta Mi!" tukas Prilly.

"Cinta sepertinya juga bukan segalanya Ly, udah nggak zamannya sekarang bicara cinta, sekarang zamannya harta!" sela tante Rika. Selaan maminya itu membuat Prilly mengurungkan niatnya mengatakan sesuatu.

Prilly nampak menyangga dagunya dilengan Sofa lalu menyandarkan tubuh dan kepalanya disandaran Sofa sambil memejamkan mata bimbang. Bimbang antara terus terang atau takkan pernah terus terang sama sekali.

"Apa kamu punya pilihan lain? Lebih ganteng, lebih kaya, lebih segalanya?"
Pertanyaan tante Rika membuat Prilly membuka matanya. Lalu menggeleng lemah. Tante Rika menarik nafas lega. Meskipun ia melihat mata Prilly berkata lain tapi tak terlalu peduli karna harapannya Prilly masih mau mencoba menerima Niko.

"Baguslah kalau kamu tak punya pilihan lain, Niko sangat mencintai kamu, dia sangat jujur tentang perasaannya pada papi dan mami!"

Kilatan luka terlihat dari mata Prilly tapi lagi-lagi maminya tak peduli. Tante Rika tak mencoba mau tahu apa maunya Prilly, bagaimana perasaannya dan akan bahagiakah nantinya?

Dan sikap tante Rika ini membuat Prilly jadi tertutup. Tak berani berterus terang dan diam tentang perasaannya.

"Jangan natap aku begitu mam, aku jadi sedih!" ucap Prilly membuat tante Rika tersadar dari lamunannya.

"Wajar mami jadi sedih melihat keadaanmu, apalagi kami berdua terlalu sibuk sampai kamu dirumah harus selalu sendiri hanya sama-sama Mbak Yul!" sahut Tante Rika tak bisa menyembunyikan perasaan sedihnya.

"Sekali-kali mami dirumah sama-sama aku Mi, kita jalan-jalan, ajak aku ketempat yang menenangkan!" ucap Prilly lagi.

"Nanti ya sayang, kamu minta ajak Niko aja ya, dia yang tau tempat favorite kalian!"

Prilly menerawang mengingat Niko. Kenapa bila diajak Niko kesuatu tempat sama sekali tak mengingatkan apa-apa? Justru berada disatu mobil dengannya Prilly jadi gelisah. Saat meliriknya, wajahnya yang kaku terlihat sangat menyeramkan. Bahkan saat dia menoleh dan tersenyum, senyumnya seperti bukan sebuah senyuman tapi seringaian. Prilly jadi takut pergi bersamanya.

"Kenapa, Ly?"

"Nggak papa mam, aku cuma habis mikirin apakah dulu aku nggak punya handphone? Setidaknya didalam sana pasti ada kontak."

"Mami sudah berulang kali bilang, hape kamu hilang saat kejadian, sudah kami hubungi tapi tak pernah aktif, aktif pertama kali sampai tiga kali mencoba memanggil tapi tak diangkat sampai di non aktifkan!"

Prilly terdiam mendengarnya. Didalam handphone itu pasti banyak rahasia. Tapi nyatanya benda itu tak ada. Kenapa sedikitpun tak ada ingatan apa-apa tentang masalalunya? Benarkah ia tak punya sahabat? Itu yang selalu ada dipikirannya. Meskipun ia melupakan masa lalu, bukan berarti kecerdasan otaknya berkurang. Logikanya tetap jalan. Semua isi kamarnya tak ada menunjukkan tanda. Di atas meja belajar cuma ada buku-buku kuliah. Satupun tak ada buku yang tertulis apa-apa. Benar-benar tak ada tanda.

"Jangan simpan nomer telponku dihape kamu ya, aku aja yang menghubungi kamu!"

"Kenapa?"

"Kamu sedang lupa, aku sulit menjelaskan."

"Kalau aku tak pernah ingat lagi gimana?"

"Ikuti kata hatimu saja!"

Ya, ikuti kata hati saja. Seperti kata Ali. Hati Prilly menuntun pada keinginan untuk mengikuti kata hatinya. Percaya pada Ali.

Tetapi apakah penglihatan tak cukup untuk bisa diikuti? Bahkan pendengaran? Seperti hari ini. Mata dan telinganya melihat dan mendengar sesuatu.

Prilly turun dari mobil, melangkah menuju pintu mini market dari pelataran parkir. Ia ingin membeli minuman mengandung vitamin c karna gigitan tak sengaja dibibirnya sendiri membuatnya sariawan.

"Ayolah sayang turun, temani aku beli minuman dingin dulu!" suara manja seorang perempuan sebenarnya tak begitu mengganggu pendengaran Prilly.

"Lo aja sana, gue nunggu disini." sahut seorang pria dibalik kemudi mobil dengan kaca terbuka yang dilewati Prilly membuat Prilly merasa tak asing. Prilly mengeryitkan alis mengingat-ingat suara. Penasaran tapi untuk menoleh rasanya tak enak.

"Kamu mau bikin aku marah? Mau aku teriak biar semua orang nonton aku ngamuk?" terdengar sang perempuan mengancam. Sementara Prilly tetap melanjutkan langkahnya.

"Lo jangan kayak gitu, apa-apa ngancem apa apa ngancem!" sahut sang pria dimana suaranya masih bisa didengar Prilly.

Masuk kedalam minimarket dengan pintu tertutup itu Prilly sengaja berbalik sambil menutup pintu untuk melihat pria dan wanita yang sepertinya sedang beradu mulut.

Jantungnya seperti mau copot dari tempatnya ketika ia melihat seorang perempuan bergelayut manja dilengan seorang pria yang terlihat tak senang hati dengan langkah cepat menuju pintu mini market. Dan pria itu memang dikenalinya. Ali. Ya Ali Kanaya.

Melupakan segalanya bukanlah hal yang mudah. Terlebih bagi Prilly. Apakah perasaannya yang salah ketika merasakan ada kedekatan sejak bertemu Ali? Tapi kenapa justru ia meragukannya sekarang?

Prilly mundur beberapa langkah ketika tak sempat menghindar saat Ali bertemu pandang dengannya. Ada binar terkejut dimata Ali ketika melihat Prilly.

"Minggir euy, jangan berdiri menghalangi pintu, kayak nggak pernah lihat cowok ganteng aja lo!!"

+++++++++++++++++++++++++++++

Banjarmasin, 05/05/2016

Takkan MelupakanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang