Chapter 15b

14.4K 1.3K 197
                                    

"Kau takut?" Gavin bertanya ketika melihat wanita yang di depannya itu hanya bisa menangis tanpa suara. Jenis tangisan yang menunjukkan suatu kekecewaan luar biasa. Sedang yang mendapat pertanyaan hanya menggeleng perlahan dengan air mata tidak berhenti mengalir membasahi kedua pipinya.

Selanjutnya, Gavin hanya diam ketika tangan halus Kaith terangkat untuk kemudian menyentuh pipinya secara perlahan. Netra biru bening namun tertutup banyak likuid itu menatapnya penuh luka, kesakitan, kefrustasian, dan ... kepasrahan. Gavin jelas tahu itu, karena membaca bahasa tubuh seorang Kaithlyn baginya begitu mudah bagai sekelebat saja. Walau rahangnya jelas-jelas mengetat, namun tangan kurus itu tidak takut untuk terus melanjutkan aksinya dalam menyentuh wajahnya. Kaith terus saja menggerakkan jemarinya untuk menyusuri setiap lekuk sempurna wajah sang adam. Lalu, munculah senyum pahit dari wajah sendu milik Kaithlyn.

"Aku tidak pernah takut untuk mati, karena dari awal pertemuanku denganmu aku sudah mempersiapkan semuanya. Hanya saja ..." perkataan Kaith menggantung dengan jari telunjuknya menyentuh dan melihat bagaimana bentuk bibir sang pria. "... rencanaku gagal untuk menjadikan malaikat mautku ini jatuh cinta padaku."

Mendengar pernyataan yang tentu saja mengejutkan ini membuat Gavin membeku di tempat. Lelaki itu segera mengetatkan rahang dan mengepalkan kedua tangannya di balik saku celana. Namun tindakannya itu tidak segera memberhentikan tindakan Kaith sendiri. Gavin membiarkan Kaith untuk mengungkapkan atas segala yang menjadi pemikiran wanita itu untuk saat ini.

"Kau tahu?" tangan Kaith kini berhenti di rahang Gavin yang mengetat keras. Matanya tetap saja tidak pernah berhenti untuk menatap mata yang menyorot tajam itu. "Sakit sekali ketika mendengar bahwa kau malah mencintai sahabatku sendiri. Orang yang paling dekat denganku. Secara tidak langsung membuatku terbangun dari kesadaranku sendiri bahwa aku ... aku memang tidak pernah pantas untuk dicintai kembali oleh pria yang aku cinta. Dari dulu, sosokku tidak terlihat, Gavin. Aku hidup, tapi aku mati. Aku ada, tapi aku tiada. Semuanya menganggapku hanyalah sebuah bayangan yang tidak pernah ada sisi menariknya sama sekali. Karena itu, lebih baik begini ... mati di tangan oleh lelaki yang telah berhasil memiliki raga serta jiwaku."

Kaith memejamkan mata, merasakan bagaimana kepedihan untuk kesekian kali membuatnya tak berkutik sama sekali. Tangannya dibiarkan tetap menyentuh wajah lelakinya. Setidaknya sentuhan itu membuatnya ingin menyalurkan keperihannya terhadap Gavin. Juga ingin menyimpan lekuk wajah sempurna untuk menjadi memori terakhir di detik-detik kematiannya nanti.

"Gavin ..." sebut Kaith dengan segala harapan yang tersisa. Membuka mata kembali dan menangkap sedikit kerisauan dari netra abu-abu yang kini masih ada di depannya. Sedikit kerisauan yang ketika Kaith memastikan kembali, tidak terbukti sama sekali. Ah ... mungkin hanya imajinasinya saja.

"Terimakasih ... karena walau bagaimanapun kau pernah membuatku merasa menjadi wanita yang istimewa. Kau memperlakukanku dengan baik selama tinggal di sini. Meskipun kau melakukannya karena aku salah satu dari pelacurmu. Terlebih, karena selama ini kau tidak pernah menyebut nama lain ketika kita melakukan seks. Kenyataan ini yang membuatku menganggap bahwa jawabanmu ketika membayangkan Abel adalah sebuah kebohongan. Katakan padaku, Gavin. Katakan ... walau kau harus berbohong, katakan bahwa kau tidak pernah membayangkan Abel."

Kaith hanya bisa tergugu ketika mendapati Gavin segera menyentakkan tangannya dari wajah lelaki itu. Menatapnya tajam seolah dia tahanan yang telah melakukan pembunuhan berantai. "Jangan membuatku menyeretmu secara kasar karena telah berani memerintahku."

Sekali lagi, Kaith hanya bisa terdiam dengan menatap nanar seorang Gavin. "Aku mengerti." Kaith mengangguk paham.

"Mereka akan membawamu ke salah satu kapal pesiarku. Menenggelamkanmu."

My Death Angel (#1 MDA Series)Where stories live. Discover now