Hazel yang mendengar perkataan Angel hanya bisa diam. Ia tidak akan mengatakan apapun jika temannya tidak bertanya kepada dirinya. Reyhan, Bimo dan Vano masih saja terdiam. Menyerap kalimat Angel yang begitu singkat, namun membuat mereka menjadi bingung. Mereka tidak tahu apakah ini hanya lelucon, tapi, Reyhan sendiri tahu jika wajah Angel tidak menyiratkan sebuah lelucon semata.

"Lo dari kapan pacaran sama Hazel?" tanya Bimo pada akhirnya. Setelah terdiam cukup lama, Bimo lebih memilih untuk bertanya langsung kepada Angel. Urusan bertanya dengan Hazel, itu bisa nanti. Yang terpenting, ia tahu dari kapan gadis ini menyandang status berpacaran dengan Hazel.

Angel terlihat berpikir sejenak. "Aku sama Abra udah lama..." gadis itu menggantungkan kalimatnya, membuat Bimo melirik pada Hazel yang kini menatapnya dengan satu alis terangkat.

"Gue sama Angel udah 4 tahun." Akhirnya, Hazel menjawab jujur. Hal itu bukan membuat teman-temannya senang atau lebih kepo terhadap dirinya, justru membuat ketiga temannya terdiam—menatap Hazel dengan tatapan yang tidak dapat diartikan oleh pemuda itu sendiri.

"Kenapa lo—oke, Angel. Selamat bergabung sama kita." Reyhan langsung memotong perkataannya dan mempersilahkan Angel untuk duduk bersama dengan Hazel. Ia mengambil tasnya dan duduk di bangku kosong tepat di belakang Bimo dan Vano.

"Terima kasih." Angel menjawab dengan begitu manis.

Angel melirik pada Hazel, kemudian gadis itu menarik tangan Hazel dengan lembut menuju tempat duduk yang tadi Reyhan duduki. Hazel yang ditarik hanya diam dan menuruti gadisnya. Ia menatap ketiga dengan tatapan yang tidak dapat diartikan. Namun, ketiga temannya hanya menatap dengan tatapan penuh tuntutan.

Oh, Hazel sangat yakin jika setelah ini ia akan diberondong dengan berbagai macam pertanyaan.

"Abra, aku belum bayar buku." Angel memiringkan kepalanya dan menatap Hazel yang baru saja menjatuhkan diri tepat di bangku sebelahnya.

Hazel tersenyum tipis. "Iya, Sayang. Abis ini kita bayar buku, ya."

Reyhan, Bimo dan Vano hanya bisa mengerjapkan matanya ketika mendengar nada lembut yang Hazel keluarkan kepada Angel. Mereka tidak pernah melihat Hazel yang selembut ini kepada seorang gadis—bahkan kepada Anggita yang begitu lembut pun, Hazel masih saja bersikap dingin.

"Apa ini yang ngebuat Hazel jadi nggak mau deket sama Anggita?" tanya Reyhan bergumam pada dirinya sendiri. Tapi, gumamannya masih bisa didengar oleh Bimo dan Vano yang berada di hadapannya.

"Kantin yuk," ajak Bimo yang langsung ditanggapi dengan anggukkan oleh kedua temannya.

Hazel mengerutkan dahinya bingung ketika melihat ketiga temannya bangkit secara bersamaan dari bangku mereka. "Lo mau ke mana semua?" tanyanya dengan tatapan bingungnya.

"Mau ke kantin. Ikut?" tanya Reyhan sembari melirik Angel yang juga menatapnya dengan pandangan ingin tahu.

Hazel menggedikkan bahunya. "Gue nganterin Angel dulu ke kantin, baru nyusul kalian."

Reyhan menganggukkan kepalanya. Ia melirik sekali lagi pada Angel yang tersenyum kepadanya, sebelum akhirnya meninggalkan Hazel dan Angel dengan kedua temannya.

"Kenapa temen kamu pada kayak gitu?" tanya Angel yang membuat Hazel mengerutkan keningnya dengan bignung.

"Maksud kamu?"

Angel menghela nafasnya. "Aku ngerasa kalo temen kamu itu nggak ada yang suka sama aku. Mereka ngeliat aku dengan pandangan yang nggak biasa—bahkan, saat aku ngelanin nama ke mereka, respon mereka datar-datar aja. Mereka juga nggak ada yang ngenalin balik diri mereka," cerocos Angel yang membuat Hazel menghembuskan nafasnya pelan. Ia baingung harus menjawab apa kepada gadisnya.

Hazel tahu jika teman-temannya merespon dengan sangat buruk ketika Angel memperkenalkan diri sebagai kekasihnya. Hazel pun mengerti mengapa teman-temannya bersikap seperti itu. Ia tahu jika ketiga temannya pasti kecewa karena dirinya baru saja memberitahu soal Angel yang menjadi kekasihnya. Terlebih, selama ini ia tidak menceritakan tentang Angel kepada siapapun—termasuk Reyhan yang terhitung sangat dekat kepadanya. Hazel selama ini hanya diam tentang Angel kepada teman-temannya. Wajar jika mereka merasa kecewa dengannya.

"Mungkin mereka masih kaget karena aku baru ngasih tau tentang kamu sama mereka sekarang." Hazel menjawab—mencoba meyakinkan Angel jika teman-temannya menyukai dirinya. Hanya saja, mereka masih belum bisa mencerna semuanya.

Angel terdiam sejenak. "Iya sih," gumamnya sembari menganggukkan kepalanya.

Hazel tersenyum lega ketika mendengar nada percaya dari gadisnya. "Nah, mending sekarang kita bayar buku, terus nyusul temenku ke kantin. Gimana?" tawar Hazel yang langsung mendapatkan anggukkan dari Angel.

"Yuk," ajak gadis itu diikuti oleh Hazel yang berdiri dan menggenggam tangannya lembut.

Keduanya berjalan dengan tangan yang masih terus saling menggenggam, membuat para murid yang berada di koridor tempat mereka berjalan memperhatikan mereka dengan pandangan bingung. Pasalnya, baru kali ini Hazel menggandeng seorang gadis setelah sekian lama ia sendirian.

Saat keduanya ingin berbelok menuju koridor tempat di mana TU berada, Hazel bertemu dengan Anggita yang kini menatapnya dengan kaget—hanya beberapa detik sebelum akhirnya gadis itu memberikan senyuman lebarnya.

"Hazel—" kata-kata Anggita terputus ketika mendapati Angel yang berada di sebelah Hazel dengan tangan yang menggenggam tangan Hazel dengan erat.

"Ini—kamu—" Anggita tidak bisa berkata-kata. Gadis itu menatap bingung pada Hazel yang hanya memberikan ekspresi datar kepada dirinya.

Angel menyengir. "Hai, pasti kamu temennya Abra juga. Kenalin, aku Angel, pacarnya Abra." Gadis itu mengulurkan tangannya kepada Anggita yang menatapnya dengan pandangan mata membulat besar. Anggita terdiam, memandang pada Hazel sekilas dan kembali memandang Angel yang masih mengulurkan tangannya.

Ragu, Anggita meraih uluran tangan itu. "Anggita," jawabnya dengan gumaman kecil.

Angel tersenyum. "Semoga kita bisa jadi temen baik, ya," kata Angel dengan girang. Gadis itu kemudian melirik pada Hazel yang masih saja diam, memperhatikan keduanya.

"Udah?" tanya Hazel dengan nada lembutnya.

Anggita yang baru pertama kali mendengar nada seperti itu pun mengerjapkan matanya dengan tidak percaya. Ia menatap Hazel yang balas menatapnya dengan pandangan datarnya. Padahal, beberapa detik yang lalu Hazel memberikan tatapan hangat kepada Angel. Dan sekarang, pemuda itu kembali berubah menjadi dingin ketika pandangannya bertemu dengan pandangan milik Anggita.

Anggita tidak tahu perasaan apa yang menelusup masuk ke dalam hatinya ketika ia merasakan dadanya terasa seperti terhimpit oleh sesuatu. Anggita hanya diam, tidak mencoba untuk mencari tahu perasaan apa yang sedang dirasakan olehnya sekarang. Ia tidak ingin tahu perasaan itu karena dirinya yakin, itu pasti akan menyakitinya.

"Anggita, aku pergi dulu ya." Angel membuyarkan lamunannya.

Anggita mengerjapkan matanya. "Oh, oke," jawabnya dengan pelan. Angel tersenyum lebar kepadaya sebelum akhirnya menarik Hazel yang tanpa ekspresi pergi meninggalkan dirinya.

TBC!

Give me VOTES and COMMENT! thanks:)

CHANGED [New Version]Where stories live. Discover now