Part 10

4.2K 174 4
                                    

Suara ponsel ku terdengar begitu nyaring di dalam kamar ketika aku sedang bersiap untuk pergi ke Rumah Sakit. Aku akan pergi sendiri karena Dokter Alvin pasti akan sibuk mengurus operasi Tiara yang akan berlangsung hari ini.

"Hallo?" ucap ku saat mengangkat panggilan dari layar ponsel tersebut.

"Mey, kemana aja lo nggak pernah kabarin gue lagi belakangan ini!" Suara cempreng yang sangat ku kenal ini begitu memekikkan telingaku.

"Iya maaf Rie, gue lagi sibuk di Rumah Sakit soalnya!"

"Alah, sibuk kerja apa sibuk pacaran lo?" Sahabatku satu ini tidak pernah berhenti menggodaku ketika ku beritahu tentang hubunganku dan Dokter Alvin padanya.

"Kenapa lo nelpon? Tumben amat, biasanya juga lo cuma misscall doang," balas ku pada Ririe.

"Kita shopping yuk. Udah lama kan kita nggak pergi bareng?" Ajak Ririe padaku.

"Maaf ya Rie, lain kali aja. Gue beneran harus bantuin Dokter Alvin hari ini."

Sejenak panggilan Ririe hening membuatku bingung, apakah dia masih mendengarkan jawabanku atas pertanyaannya.

"Hallo, Rie?" ucapku lagi.

"Lo beneran suka Mey sama Dokter itu?" Pertanyaan Ririe kali ini sungguh membuatku bingung. Apa maksud pertanyaan Ririe itu? Bukankah seharusnya dia ikut senang karena aku yang tidak memperdulikan status jomblo ku, sekarang sudah mendapatkan pasangan?

"Kenapa lo nanya kayak gitu?"

"Sebenarnya gue mau ngajakin lo shopping karena gue mau ngomong sesuatu sama lo."

Kini Ririe semakin membuatku penasaran. Ini pertama kalinya Ririe bersikap begitu misterius padaku. "Iya deh, pulang dari Rumah Sakit kita ketemuan di Cafe biasa ya?"

Aku dan Ririe mencapai sebuah kesepakatan. Walaupun aku begitu penasaran, aku mencoba fokus untuk membantu Dokter Alvin dan Tiara di Rumah Sakit. Aku segera melaju meninggalkan rumah karena jam sudah menunjukkan semakin siang.

Sesampainya di Rumah Sakit, aku langsung memasuki ruang perawatan Tiara. Dua orang yang akhir-akhir ini selalu menghabiskan waktu bersamaku kini sudah terlihat bercanda. Dokter Alvin nampak begitu menyayangi Tiara, terlihat dari caranya memperlakukan Tiara dengan lembut.

"Wah kayaknya aku ganggu nih!" Perkataanku kini membuat acara mereka berdua terhenti. Dokter Alvin melirik ke arahku, namun segera mengalihkan pandangannya kembali pada Tiara.

"Iya. Kak Mey gangguin kita aja," ucap Dokter Alvin dengan nada manja pada Tiara. Aku sedikit mengerutkan keningku sebal. Apa-apaan dia? Memang aku benar-benar mengganggu kesenangan mereka?

"Oh, jadi aku pengganggu nih? Ya sudah aku keluar aja!"

Selangkah aku berjalan menuju pintu ruangan itu, langkahku terhenti oleh genggaman tangan yang memegang erat tanganku.

"Jangan pergi. Kamu memang pengganggu, tapi aku suka itu." bisik Dokter Alvin membuat pipiku memanas, "Jika penggangguku ini pergi, apa kamu rela kalau aku diganggu oleh yang lain?" tambahnya membuat aku menahan senyumku entah untuk yang keberapa kalinya.

Aku membalikkan badanku berniat untuk memarahinya. Namun sebelum mulutku berucap, aku telah disuguhi setangkai mawar yang cantik tepat bersentuhan dengan hidungku kini.

"Ciieee... yang pacalan!" Tiara bertepuk tangan dengan nada bicaranya yang girang melihatku dan Dokter Alvin yang tepat berada di depannya.

Aku tersipu malu sambil menerima bunga mawar itu. Dokter Alvin mengelus lembut rambutku dan mengajakku kembali mendekati Tiara sambil menggenggam tanganku lagi.

Sebentar lagi Tiara akan di operasi, membuatku sedikit takut membayangkan bagaimana jalannya operasi itu. Namun melihat Tiara yang begitu bersemangat, aku hanya ingin dia segera sembuh. Kini Tiara sudah mulai tertidur setelah meminum kembali obatnya.

"Aku akan menemui Dokter Winarta untuk menanyakan operasi Tiara. Kamu tunggu disini ya?" ucap Dokter Alvin yang langsung mendapat anggukan dariku.

Sepeninggal Dokter Alvin kini aku hanya berdua dengan Tiara di ruangan itu. Bu Tinah harus mengurus anak-anak panti yang lain terlebih dahulu sebelum ia pergi kerumah sakit. Aku mengedarkan pandanganku ke sekitar ruangan yang kini sepi, dan mendapati sebuah benda di atas nakkas yang mengusik rasa penasaranku.

Dokter Alvin lupa membawa ponselnya!

Entah kenapa rasa penasaranku tiba-tiba semakin menguat. Aku sendiri tahu kalau yang ku lakukan ini tidaklah sopan, tapi hanya untuk mengecek ponsel kekasihku sendiri, pasti tidak apa-apa.

Aku beranjak dari kursi untuk mengambil ponsel itu, dan mulai menekan beberapa tombol pada layarnya. Tidak banyak sosial media yang terpasang di sana, karena memang Dokter Alvin tidak menjadi penggila dunia maya seperti kebanyakan orang jaman sekarang.

Aku menemukan sebuah folder dengan tulisan Gallery. Aku hanya ingin tau apakah banyak terdapat foto Dokter Alvin di sana, karena semenjak berhubungan denganku hanya beberapa kali kami sempat mengambil moment berdua dalam foto. Aku tersenyum melihat beberapa foto selfinya, orang yang selama ini terlihat tenang ternyata juga bisa bertindak konyol.

Namun kini senyum itu perlahan hilang dari bibirku. Beberapa foto yang tampil dilayar ponsel itu mengusik penglihatanku.

Siapa dia?

Kini pikiranku mulai berputar pada sosok perempuan bersama Dokter Alvin di foto itu. Foto itu bukan hanya ada satu, tapi lebih banyak dari fotoku bersamanya selama beberapa bulan ini. Terlihat beberapa foto selfi diambil oleh perempuan itu, dan tak jarang terlihat suasana di foto itu tanpa Dokter Alvin sendiri sadari bahwa dirinya sedang di foto bersama perempuan itu.

Entah sejak kapan dadaku terasa sedikit sesak, padahal aku tak pernah punya riwayat penyakit asma. Mataku rasanya memanas, bahkan terasa sangat berat untuk menahan air bening yang mengganjal dari sudut mata ini.

Pintu ruangan itu kembali terbuka. Dengan cepat aku mengembalikan ponsel itu dalam keadaan terkunci seperti semula.

"Suster Mey," panggil orang yang kini berjalan mendekatiku.

"I-iya?" Aku mencoba menormalkan kembali suaraku yang sedikit serak.

"Kamu kenapa?" Tanya Dokter Alvin yang seakan menyadari perubahan emosiku.

Aku menggelengkan pelan kepalaku, "nggak papa. Aku cuma khawatir dengan Tiara," jawabku.

Dokter Alvin tersenyum lembut kearahku. "Operasinya pasti berjalan lancar," ucapnya berusaha menguatkan perasaanku.

"Ini ponsel kamu ketinggalan. Baru mau aku balikin, tapi kamu sudah keburu datang." Aku menyerahkan ponsel itu seolah tak terjadi apa-apa. Aku hanya tidak ingin jika Dokter Alvin marah karena aku berlaku tidak sopan memeriksa barang pribadinya.

"Makasih. Sekarang Tiara akan di bawa ke ruang operasi, kamu bisa istirahat dulu. Kalo operasinya sudah selesai, nanti aku kabarin kamu."

Aku hanya mengangguk mengiyakan apa yang baru saja dikatakannya. Beberapa orang suster lainnya nampak mengurus Tiara sementara aku hanya bisa berdiri tanpa melakukan apa-apa. Saat ini pikiranku sendiri bahkan tak bisa ku kendalikan. Ingin rasanya aku segera pergi dari sana, tidak ingin melihat Dokter Alvin yang tersenyum dihadapanku seolah ia tidak melakukan apa-apa yang sudah menyakitiku.

DOKTER, I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang