Part 2

6.7K 254 2
                                    

" Capek...." Ucap Ririe, satu-satunya sahabatku yang senantiasa menemani kemana pun aku pergi.

" Kita liat kebutik yang disebelah sana ya?" Pintaku pada Riri yang sejak tadi sudah mengeluh lelah. Aku baru saja mendapat jajan bulanan yang baru ditransfer papa kerekening ku.

" Aku udah cape Mey. Kaki ku ampe pegel gini. Kamu mau belanja apa lagi sih?" Ririe semakin cemberut.

" Ada tas model baru yang kemaren aku liat. Aku mau kesana, please" Aku merengek kepada Ririe agar dia mau menemaniku.

" Aku nunggu diparkiran aja deh. Ntar kalo kamu udah selesai belanja aku jemput didepan butik!" Ririe mencoba berkompromi. Tapi tak apalah, aku juga tidak ingin dia mengeluh lebih banyak lagi, sehingga kami sepakat dengan rencana itu.

Aku berjalan menyusuri pertokoan yang sejak tadi sudah ku lalui, kini aku ingin pergi kebutik langganan yang berada tidak jauh dari sana. Fasion adalah duniaku dan belanja adalah hobi ku. Karena itu style pakaian ku tidak pernah terlihat ketinggalan jaman.

Butik yang ku cari sudah terlihat didepan mata, kini hanya harus menyeberang jalan untuk sampai ketempat itu. Dengan hati-hati aku berjalan sambil membawa belanjaan yang tadi lebih dulu aku beli. Aku sudah sampai ditrotoar ketika tiba-tiba sebuah mobil yang berpapasan dengan ku mencipratkan air hujan yang menggenang dan membasahi sebagian baju ku.

Baju serta belanjaan ku kini terlihat basah dan kotor. Membuat ku ingin sekali memaki-maki pengemudi mobil itu. Aku melihat kearah mobil yang sudah membuat ku seperti ini. Mobil itu berhenti, sepertinya pengemudi itu menyadari kesalahannya padaku. Aku berjalan dengan wajah kesal kearah mobil itu, sampai seseorang keluar dari balik kemudi.

" Maaf, kamu nggak papa?" Tanya laki-laki itu padaku. Dia nampak menatapku ramah dengan wajah yang bisa dibilang cukup tampan.

Sesaat aku sempat terpaku melihat sosok laki-laki didepanku saat ini. Namun aku kembali emosi mengingat kejadian yang baru saja menimpaku.

" Bisa bawa mobil nggak sih? Nggak liat ada orang jalan? baju sama belanjaan aku jadi kotor gini kan?!" Omel ku pada laki-laki itu.

" Maaf ya. Aku buru-buru, jadi nggak liat ada genangan air didepan tadi. Sekali lagi sorry banget!" Ucap laki-laki itu lagi meminta maaf padaku.

" Ya udah deh!" Aku putuskan untuk tidak memperpanjang masalah ini. Bukan hanya karena malu berdebat didepan umum, tetapi ada perasaan tidak tega memarahi laki-laki setampan itu.

" Apa yang aku pikirin sih?" Aku memukul-mukul pelan kepalaku setelah beranjak pergi dari hadapan laki-laki itu. Mengakui ketampanan seseorang, bukanlah gaya seorang Meylinda. Tetapi kenapa orang itu dapat menarik perhatian ku?

Laki-laki itu hanya menatap kepergian ku dengan tatapan heran. Namun bergegas kembali masuk kemobilnya dan melanjutkan perjalanannya.

****

Papaku adalah orang yang sangat mengabdi kepada pekerjaannya, tetapi papa juga tidak pernah meninggalkan kebersamaannya dengan keluarga. Papa selalu menyempatkan pulang untuk makan malam bersama dan itulah yang membuat mama sangat mencintainya, bertanggung jawab kepada keluarga.

Mama hanya ibu rumah tangga namun masih tetap dengan segudang kesibukan, menjadi ibu-ibu sosialita khususnya. Membuat acara amal dengan sesama istri dokter, atau bahkan hanya berkumpul dengan teman-teman sosialitanya. Aku juga sudah sering kali diperkenalkan mama dengan anak teman-temannya. Namun tidak satupun yang membuat ku tertarik.

" Mey, hari ini kata mama kamu pergi shopping lagi?" Tanya papa saat makan malam.

" Iya Pa. Banyak yang baru, dan aku kan nggak mau sampe kehabisan!" Jawabku enteng.

" Mey, dari pada kamu ngabisin waktu kamu buat ngehamburin uang. Mending kamu ikut papa ke rumah sakit. Belajar banyak dari sana. Kamu akan banyak memahami hal-hal yang belum pernah kamu ketahui sebelumnya!" Kini mama yang mencoba membujukku setelah beberapa kali bujukan papa gagal.

" Ma, aku nggak siap jadi perawat!"

" Mey, papa sama mama nggak selamanya lho ada untuk kamu. Dan apa gunanya selama ini kamu sekolah kalo ilmu itu nggak kamu manfaatin?" Tambah papa yang semakin membuat mood ku memburuk.

" Trus aku harus gimana?"

" Kamu tinggal datang kerumah sakit, papa juga nggak maksa kamu buat langsung kerja disana. Minimal kamu akan tau gimana kondisi dan situasi disana!" Papa berusaha meyakinkan ku.

Aku hanya menghela nafas berat. Aku memang tidak bisa menolak setiap permintaan orangtuaku, apalagi papa yang memang selama ini sudah banyak memanjakan ku.

" Iya Pa. Mey bakal datang besok. Tapi Mey nggak mau deket-deket sama jarum ya?" Jawab ku memberi persyaratan.

" Terserah kamu aja. Sekolah perawat kok masih takut jarum?!" Mama dan Papa ku terkekeh geli. Dan jadilah aku menuruti satu lagi permintaan papa saat ini. Tak apalah, asalkan aku bisa melihat orangtuaku senang.

****


DOKTER, I Love YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang