Nikung?

196 44 6
                                    

Aku terus mengingat-ingat kejadian tadi siang. Sembari duduk di tempat tidurku yang bercover Sofia the First, aku mengetuk-etuk handphone-ku yang daritadi sepi. Bahkan Ashilla tidak mengirimkan LINE apapun semenjak tadi siang.

Aku tahu Shilla bohong, Shilla memang tak lihai dalam berbohong. Tapi untuk apa dia bohong sama aku? Apa yang sebenarnya ditutupinya?

Aku meng-klik shortcut menuju app LINE. Aku mengklik kontak Ashilla, menulis sesuatu, tetapi kemudian menghapusnya kembali. Aku menekan tombol back secara berulang-ulang saking geramnya, lalu melempar hp-ku ke ujung kasur, hampir jatuh dari tempat tidurku itu. Tiba-tiba, hpku bergetar, membuat hp yang seharusnya selamat, menjadi benar-benar jatuh.

Dengan cepat aku menuruni kasur dan berlari mengejar hp-ku. Aku buka tampilan lockscreen-nya, ada notifikasi dari Ashilla!

Kubuka chat-nya dengan cepat. Isinya :

Besok temui gue jam 12 di t4 biasa
•ada yg mau gw blg
•plus, gue jg mau blg sorry
•Sorry

Apaan sih Shilla ini?

***

Aku cepat-cepat berlari menelusuri gedung fakultasku, ke arah biasa aku menunggu, yaitu pertengahan antara kedua gedung, gedung kedokteran dan gedung teknik.

Ini sudah pukul 12.10. Pasti Ashilla sudah menungguku. Ashilla tidak pernah ngaret, sekalipun tidak.

Tapi apa-apaan ini? Sudah capek-capek lari, ternyata batang hidung Shilla pun belum kelihatan. Aku menyandarkan tubuhku di tembok, mengeluarkan Ipodku, lalu mendengarkan lagu dari headset. Sementara itu, mataku menuju ke bawah, tepatnya ke layar hp-ku.

Ipod-ku sedang memutarkan lagu dari Maroon 5, berjudul Sad ketika seseorang tampak melintas di depanku. Aku kira itu Ashilla, dengan cepat menengadahkan kepalaku dan bersiap-siap untuk memarahinya. Tapi, bukan. Bukan Shilla, lebih buruk dari Shilla,

Itu Fadil.

Dia tampak terkejut ketika melihatku, begitupun aku terkejut melihatnya. Aku sudah tak pernah memikirkannya lagi sejak kelas 2 SMA, karena itu, aku menganggap dia cuma sebatas kisah cinta monyet saja. Tapi aku gak pernah tahu kalau dia masuk ke sini. Ke kampus ini!

"Nisa?"

"Fadil?"

"Kamu kuliah disini juga ya? Ambil jurusan apa?" Tanyanya. Kamu.

"Iya, gue jurusan teknik industri. Kalo elo?" Kataku memberikan penekanan pada kedua kata itu.

"Kedokteran." Katanya.

Tiba-tiba seorang cewek datang dan langsung merangkul tangan Fadil.

"Sayangg.. kan aku suruh tunggu di depan kelasku. Kok malah kesini sih," kata cewek itu, yang wajahnya kutandai sebagai seorang yang bernama ELLONA. Dia menatapku dengan pandangan tak senang yang kubalas dengan senyuman terbaik yang bisa kuberi.

Barusan dia bilang sayang?

"Pertama," kata Fadil, nada yang sama datarnya seperti biasa. "aku bukan siapa-siapa kamu, jadi tolong jangan panggil aku sayang. Kedua, aku bilang jam 12, ini udah jam berapa huh?"

"Tapi bukan berarti kamu harus deketin cewe lain kan?!"

"Ketiga, gak ada apa-apa antara aku sama Nisa."

"Bahkan kamu tahu nama dia??!" Kata Ellona histeris.

Ketiga, gak ada apa-apa antara aku sama Nisa.

Gak ada apa-apa.

Gak ada.

Gak.

Kata-kata itu terngiang di kepalaku.

Memang aku tidak ada apa-apa sama dia! Gak ada ! Teriakku dalam hati.

Fadil sepertinya merasa kejanggalan dalam caraku berdiri dan juga raut wajahku. Aku cepat-cepat berkata, "Sorry mengganggu hubungan kalian. Memang aku ga ada apa-apa sama dia, aku cuma cari temenku, ok, jadi gak usah terlalu lebay, ya," aku melangkahkan kakiku menjauh, dan kemudian memalingkan kepalaku ke mereka sambil menambahkan "Ellona."

***

Aku masuk ke kamarku sambil membanting pintu. Dalam otakku berkata, dia itu masa lalu, tapi hatiku tak sanggup untuk berpikir serasional otakku. Aku masih saja meneteskan air mata untuk dia. Air mataku terbuang percuma untuk dia!

Aku mengelap air mataku, hp yang berada dalam kantungku terus bergetar dalam irama yang tetap.

Aku mengambilnya dan melihat 7 misscall dari Shilla.

Aku menelepon Shilla balik, dan dalam 2 bib-bib, Shilla sudah menjawab sambungan teleponnya.

"Nis, lo dimana?" Tanya Shilla.

"Gak. Usah. Pura-pura. Lagi." Kataku lalu dengan cepat mematikan teleponnya.

***

"Hahahhaahaha...." aku tertawa paling girang ketika Nasim melontarkan lelucon basinya. Mungkin benar kata orang, yang tertawa paling keraslah yang sebenarnya memendam rasa sedih paling keras pula. Tawaku itu bukan kepada guyonan Nasim, tetapi menertawakan kebodohanku untuk terpuruk demi orang yang sudah kulupakan 2 tahun yang lalu, yang kemudian hadir lagi, dengan gandengannya.

"Lucu?" Tanya Mama.

"Lucu banget." Jawabku.

Mama, Papa, dan Nasim heran. Biasanya aku yang tak pernah terhibur oleh candaan Nasim, tapi sekarang, tawaku pulalah yang paling kencang.

"Banyak ketawa buat aku ngantuk nih, ma." Kataku berbohong. "Nisa masuk kamar dulu ya,"

Nasim menganga. "Ada hubungannya, ya, ngantuk sama ketawa?"

***

"Sorry banget, Nis. Sorry banget." Mohon Shilla. "Gue akui memang gue sengaja biarin lu sendiri untuk lihat apa sebenarnya yang terjadi. Dan gue memang dulu gak bolehin lu lewat gedung gue juga karena itu! Dan memang cowo yang selalu sama Ellona itu dia! Gue ga sanggup bilang itu sama elo. Jadi terpaksa gue menunjukkan langsung sama elo! Gue tahu itu akan melukai hati elo, gue tau! Tapi gue juga ga mau nutup-nutupin ini lebih lama lagi. Gue bener-bener minta maaf, Nis. Lo boleh benci gue, boleh."

"Lo ngomong apa sih, Shil?" Tanyaku sambil tersenyum.

Shilla yang tadinya memohon-mohon pun tampak bingung.

"Lo ga marah? Tapi semalam lo telepon gue singkat banget."

"Itukan semalam. Gue belum berpikir rasional."

"Sekarang?"

"Udah dong!!"

"Jadi yang lo maksud rasional itu ngelupain dia gitu?"

"Bukan."

"Jadi?"

"Selama papan bunga bertuliskan 'Selamat Berbahagia. Fadil & Ellona.' belum terpampang, bebas dong gue nikung si Ellona." Jawabku sambil tersenyum.

Ashilla menganga.

"Lo gila ya, Nis?!!?!"

Aku mengangkat telapak tanganku dan menempelkannya di jidatku. Kemudian berbisik ke telinga Shilla.

"Sedikit."

HEARTBREAKERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang