"Ogah gue dicium kalian, kecuali Rein," sahut Dean kencang yang membuat semua orang di kantin menengok dan bersorak-sorai menggoda.

"Ciehhhhhhhh..." ledek para wanita yang duduk bersama Rein sementara wajah Rein memerah.

"Rein, kamu mau ke prom sama aku ga?" tanya Dean membuat meja mereka semakin heboh. Ketua kelas Rein itu memang selalu bicara singkat, padat, dan langsung tepat sasaran tanpa basa-basi.

"Eh... hmmm... anu...." Rein salah tingkah.

"Pikirin aja dulu deh, nanti kalau sudah punya jawabannya, kabarin aku ya," potong Dean kemudian pergi meninggalkan mereka semua.

"Ciehhhh, Rein... yang ngajak Dean gitu... si bapak ketua segala-galanya." ledek teman-temannya, Dean dulu adalah ketua OSIS, ketua majelis sekolah, ketua kelas, yang pintar, berkacamata, dan berwajah tampan.

"Ihhh..apaan sih!" Rein mencoba menghindar.

Mata Rein menatap ke arah Ken yang wajahnya berubah gelap dan terlihat sangat marah. Ken berbalik pergi tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada Rein.

'Geezzz, I'm in trouble now,' pikir Rein dalam hati.

------------

"Dimas, Ken di mana ya? Kok ga kelihatan?" tanya Rein saat mampir ke kelas Ken. Berniat mengajak Ken pulang.

"Paling di ruang basket. Hari ini ga ada jadwal latihan sih, tapi dua minggu lagi mau sparing buat liat siapa yang cocok gantiin Ken jadi ketua basket. Lagi rapat, tungguin aja sebentar lagi," jawab Dimas.

"Kok kamu ga ikutan rapat?" tanya Rein heran karena Dimas juga anggota basket.

"Aku ada perlu, ini mau langsung pulang, duluan ya...." Dimas melambai pergi setelah berpamitan.

Rein duduk di bangku depan kelas Ken dan menunggu Ken sambil membaca buku. Ken biasanya memberi kabar kalau dia ada kegiatan usai sekolah dan meminta Rein untuk pulang duluan. Tapi dia tak memberi kabar sama sekali saat ini. Mau tak mau Rein merasa sebal juga, Ken sering bertingkah seperti anak kecil kalau sedang ngambek.

Mata Rein berkali-kali melirik ruang basket yang tertutup. Sudah satu jam dia menunggu dan tidak ada tanda-tanda dari Ken. Rein mencoba menghubungi, tapi tersambung ke voice mail. Ken pasti mematikan ponselnya. Rein mencoba menyabarkan diri, kalau dia pergi sekarang, hanya akan membuat Ken semakin marah.

Tak lama kemudian dia melihat orang-orang keluar dari ruangan tersebut tapi tak melihat Ken ikut keluar. Rein menengok ke dalam ruang basket, hanya ada Ken yang tersisa di sana, sedang duduk sambil menulis sesuatu.

"Ken...." sapa Rein, tapi Ken tak menyahut.

Rein menggigiti bibirnya serba salah melihat Ken yang cuek.

"Kok belum pulang? Ga pulang sama Dean emangnya?" sahut Ken sinis setelah Rein diam mematung selama lima menit di depan pintu ruang basket.

"Dean udah pulang dari tadi. Lagipula aku nunggu kamu kan," ucap Rein dengan nada membujuk.

"Kamu mau ke prom sama Dean?" tanya Ken dengan gusar, wajahnya menyiratkan kemarahan.

Rein beranjak mendekat ke meja Ken. "Aku ga minat pergi ke prom. Kalaupun pergi, paling sama Chika."

"Kamu kan bisa pergi sama aku."

"Ken, kamu kan tahu kalau kita ga bisa pergi bareng. Aku ga mau ngejelasin ke orang lain soal kita."

"Kenapa harus begitu, Rein? Kamu malu sama aku? Ga suka kalau aku ada di dekat kamu?" seru Ken marah.

"Don't be silly...."

Somewhere Only We knowDonde viven las historias. Descúbrelo ahora