Part 11 - Gravity

7.3K 1K 38
                                    


Duduk di sebelah Rein, menggenggam erat tangannya. Merasakan lagi kehangatan dan kenyamanan dalam wujud secantik bidadari. She's breathing she's warm and she's alive.

Angkasa pasti sudah gila saat ini.

Dia sadar dia salah. Kesalahan yang dia buat sebelumnya harusnya membuat dia tak boleh merasakan secercah kebahagiaan. Angkasa tak pantas untuk bahagia.

Seharusnya dia pergi. Seharusnya dia lari ke ujung dunia. Seharusnya dia hanya memperhatikan dari jauh. Harusnya dia tak pernah menyapa dan melihatnya tersenyum. Kerena senyum itulah yang membuatnya terjebak. Seperti gravitasi yang menahannya tetap berpijak.

Berada di dekat Rein menumbuhkan perasaan yang harusnya tak dia izinkan untuk tumbuh. Tapi bagaimana mungkin dia bisa melarangnya? Ketika dia tersihir oleh sorot bening matanya, dan pipi yang sering kali bersemu memerah. Senyum malu-malu yang membuatnya tak sabar ingin merengkuhnya dalam pelukan. Ingin melindunginya, menjaganya dengan sepenuh jiwa.

Hati kecilnya mengingatkan. 'Kau pernah diberi kesempatan untuk menjaga seorang wanita yang sangat berharga, tapi kau gagal.'

Angkasa menghela napas dalam-dalam, mengeratkan genggaman tangannya.

'I'm so sorry, Jane, I was wrong. Tapi untuk saat ini, izinkan aku untuk merasa bahagia walau sebentar saja.' bisiknya dalam hati.

Angkasa melepaskan tangannya, menarik Rein mendekat. Merangkul bahunya dan Rein menyandarkan kepala di bahunya dengan nyaman. Aroma shampo Rein yang seharum bunga menggelitik indra penciumannya. Membuat dia tanpa sadar mengecup kepala Rein, menghirupnya dalam-dalam. Memenuhi paru-parunya dengan aroma tubuh Rein yang sekarang menjadi candu baginya.

Angkasa merasa bahagia. Tersesat dalam khayalan dan impian bodoh untuk memilikinya.

'She's worthy and you are not. Stop it Angkasa!! Don't betrayed Jane more than that!' jerit suara lain di benaknya mengingatkan Angkasa untuk menjauh dan segera pergi.

Angkasa ingin pergi, tapi tubuhnya tertahan di sini. Dia tak bisa bergerak karena keinginan kuat dari otak bodohnya yang haus akan cinta untuk terus bersama Rein.

Rein mendongak menatapnya. Sorot matanya yang polos seakan bertanya 'what am I to you?' Dia tahu Rein terpikat padanya sama seperti dia yang juga terpikat pada Rein. Tapi Angkasa sudah terikat pada masa lalu yang akan selalu menghantui langkahnya kemanapun dia pergi.

'I should have run, I should not doing this,' bisik hati kecilnya ketika jemarinya menelusuri pipi Rein, meninggalkan jejak merah muda di pipi Rein yang tersipu.

Jemari Angkasa sampai ke bibir Rein. Dia mengusap bibir yang merah alami itu dengan lembut membuat Rein membuka mulutnya sedikit agar mengingatkannya untuk bernapas dan memejamkan matanya.

'Lord... dia terlihat sangat polos dan luar biasa cantik. Seharusnya aku tak melakukan ini, seharusnya aku pergi. Aku akan menyakitinya nanti, aku akan melukai banyak orang.' Namun Angkasa mengabaikan suara hatinya ketika dia memiringkan wajah dan mencium Rein di bibirnya, membasahi bibir Rein dengan lidahnya, berlama-lama mengulum dan menghisapnya.

"I'm sorry, Rein... ku...." Angkasa tak sanggup meneruskan ucapannya ketika dia menempelkan kening mereka setelah menciumnya.

It is so wrong, tapi sulit baginya untuk menyesali apa yang sudah dia perbuat.

Tangan Rein terangkat dan jemarinya menyentuh pelan rahang Angkasa.

"It's okay. You stole my first kiss," bisik Rein pelan yang malah membuat Angkasa mencuri ciuman Rein yang kedua dan memeluknya.

Bel yang menandakan istirahat berakhir berbunyi. Angkasa melepaskan pelukannya dan mencium kening Rein.

"We should get back," ucapnya pelan seperti tak rela moment ini berakhir.

Rein mengangguk. Angkasa membantu Rein bangun dan menggenggam erat tangannya selama mereka berjalan menuruni tangga.

"See you, Sa," ucap Rein yang tersenyum manis ketika dia sudah sampai di lantai dua sementara Angkasa masih harus turun menuju kelasnya di lantai satu. Tapi Angkasa masih tak mau melepaskan genggamannya.

"Sa, aku harus balik ke kelas," Rein mengingatkan.

Angkasa tersenyum melihat Rein kebingungan.

"I know. But, can you wait just a little longer. Aku belum siap untuk melepaskan kamu," pinta Angkasa sungguh-sungguh.

Rein tersenyum walaupun agak keheranan.

"I'm not going anywhere, Asa. Kita bisa ketemu lagi nanti kan?"

"Iya, aku tahu." jawab Angkasa yang masih saja menggengam tangan Rein.

Rein bingung, tapi menuruti permintaannya. Berdiri berdampingan di sebelah Angkasa.

'I was wrong, Jenie. Tapi untuk kali ini, aku ingin menuruti egoku. Kumohon, izinkan aku untuk tetap berada di sampingnya lebih lama lagi,' bisik Angkasa dalam hati sambil meniupkan keinginannya dan berharap angin akan menyampaikan pesannya ke Jane, kekasihnya yang berbaring koma tak sadarkan diri selama satu tahun karena kesalahannya.

----------

Luv,
NengUtie

Somewhere Only We knowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang