Me vs Kerpekan

11.9K 527 127
                                    

Di semester awal perkuliahan, gue nggak pernah satu kalipun mencontek sewaktu ujian, baik UTS maupun UAS. Berani sumpah gue nggak pake joki buat gantiin gue, apalagi pergi ke dukun minta disembur supaya dapat nilai bagus. Buat gue perkuliahan di awal semester yang kebanyakan adalah Mata Kuliah Dasar Umum (MKDU) masih bisa gue ikuti dengan baik, jadi nggak perlu nyontek segala. MKDU masih cemen kalo dibandingkan dengan susahnya pelajaran waktu SMU. Ini serius. Bayangin aja, di masa SMU elo harus belajar semuanya. SE-MU-A-NYA! Mulai dari belajar menghitung (matematika, fisika, kima), belajar bahasa (Indonesia, Inggris), sampai belajar menghafal (geografi, biologi, sosiologi, sejarah, dll).

Bagi gue yang hanya memiliki kapasitas otak setingkat diatas kambing kurban, menguasai seluruh pelajaran di SMU itu sangat, sangat, sangat, susah. Lihatkan bagaimana banyaknya kata 'sangat' yang barusan gue gunakan. Kalo gue ditanya seperti apa tingkat kesulitan pelajaran di SMU, maka gue bakal jawab : sadis abess. Makanya nggak heran banyak pelajar SMU yang stres lantaran nggak bisa memahami seluruh pelajaran yang diberikan di sekolah dan takut nggak lulus UNAS. Malah pernah gue lihat di berita tivi, ada satu sekolah yang seluruh siswanya nggak lulus UNAS. Wow, that's really something!

Gue sangat setuju dengan pernyataan bahwa Indonesia belum memiliki sistem pendidikan yang mampu mengembangkan sumber daya manusia penduduknya secara optimal. Gue merasa, pendidikan formal seharusnya mampu menangkap minat dan bakat generasi penerus bangsa di usia dini untuk kemudian dikembangkan demi menghasilkan para profesional dibidangnya. Mengingat minat dan bakat tiap anak berbeda-beda, maka sudah sewajarnya kurikulum pelajaran di bangku sekolah mampu mengarahkan siswanya untuk mendapatkan mata pelajaran sesuai dengan potensinya masing-masing. Seperti Einstein bilang "Everybody is a genius. But if you judge a fish by its ability to climb a tree, it will spend its whole life thinking it's stupid."


Gue rasa seorang David Beckham tidak dituntut mampu memecahkan soal kalkulus untuk menjadi pesepak bola hebat. Michael Jackson juga tidak diharuskan menghafal sejarah Perang Dunia I untuk dapat menjadi seorang musisi handal. Begitupun Fujiko F Fujio tidak dipaksa belajar hukum Newton untuk dapat menciptakan karakter Doraemon. Di dunia nyata, kita membutuhkan orang-orang yang profesional dibidangnya, sedangkan menurut gue kurikulum pelajaran di sekolah saat ini terlalu random. Nggak jelas arahnya. Makanya gue bilang, pelajaran di SMU itu jauh lebih sadis ketimbang mata kuliah di kampus. Paling nggak jika dibandingkan dengan mata kuliah di semester awal perkuliahan.

Kerasnya bangku kuliah, khususnya bagi anak teknik seperti gue, baru gue rasakan di tahun kedua. Tugasnya bejibun. Hampir tiap hari bahkan saat wiken sekalipun gue harus ngerjain laporan tugas-tugas, karena ada jadwal asistensi tiap minggunya. Serangan bertubi-tubi dari tugas-tugas ini mulai nggak masuk akal. Saking banyaknya, laporan tugas-tugas itu jika ditumpuk mampu membentuk bukit kecil, dan kalau dikiloin bisa membuat abang tukang loak kaya dan pensiun dini. Materi-materi kuliah pun makin lama makin sulit gue kuasai. Tingkat kesulitan materi kuliah makin bertambah tiap semesternya. Bikin gue stres. Tapi gue nggak menyerah dan tetap berusaha memahami tiap materi kuliah, khususnya saat menjelang ujian.

Sayangnya saat nilai-nilai UTS semester 4 gue keluar, hasilnya jauh dari kata memuaskan. Gue sebel banget sama temen-temen gue yang jelas-jelas cuma mengandalkan kerpekan (contekan) saat ujian, tapi justru mendapat nilai diatas gue. Sistem pendidikan kita hanya memandang nilai akhir sebagai tujuan yang harus dicapai, tanpa mempedulikan bagaimana cara kita mendapat nilai tersebut. Gue merasa usaha gue belajar semalam suntuk dengan metode SKS-SS (Sistem Kebut Semalam Sampe Semaput) berakhir sia-sia kalau nilai gue kalah sama temen-temen gue yang hanya bermodal kerpekan.

Dan sejak detik itu gue putuskan: gue juga akan bikin kerpekan saat ujian!

Berbeda dengan UAS di semester-semester sebelumnya, untuk UAS hari ini gue sudah menyiapkan kerpekan yang gue taruh di kantong baju dan celana jins gue. Gue yakin soal ujian macam apapun pasti bisa gue bantai. Gue sangat percaya diri. Meskipun ini pertama kalinya gue menghabiskan malam sebelum ujian dengan membaca komik bukannya catatan kuliah. Ujian baru dimulai pukul 9 pagi, tapi gue sudah nongol di kampus sebelum jam 8. Gue dan mahasiswa lain memang harus datang jauh sebelum waktu ujian dimulai, karena kami harus memastikan ruangan dan posisi duduk saat ujian. Di kampus gue, posisi duduk peserta ujian dibuat acak. Kami baru bisa tahu letak ruang dan posisi duduk untuk ujian di pagi hari lewat pengumuman yang dipasang di depan ruang Dikjar.

Kampus KoplakWhere stories live. Discover now