16 "Knife, Gun, And Blood, Until Die"

5.3K 280 11
                                    

Frans dan William berlari mendekati aku dan Verro. Tonjokan pertama William melayang hampir kena ke wajahku, namun untungnya dengan cepat bisa ku tangkis hantamannya oleh lengan kiriku. Dan dengan cepat, ku tonjok perut William dengan sekuat tenaga membuat ia terpental ke belakang sedikit dan mengerang kesakitan, tubuhnya membungkuk dan mundur, kedua tangannya memegang perutnya yang kesakitan.

Ku tengok ke belakang, ternyata Verro menangkis tonjokan Frans yang bertubi-tubi sembari mundur ke belakang. Saat aku berbalik untuk membantu, Verro berhasil memegang kedua tangan Frans dan melempar tubuh Frans dengan mudahnya ke pintu ruang sebelah sehingga pintu itu terbuka.

Aku tertawa kecil. Kemudian, kedua lengan ku rasakan di leherku, dan menggusur tubuh ini ke belakang. Aku sempat mengelak dan mencoba berdiri namun tak bisa. Verro ku lihat sempat berlari namun Frans membawa tubuhnya ke dalam ruangan tadi. Dan tubuhku ini, pasti di gusur William. Dibawanya tubuh ini ke ruangan awal tempat aku diikat tadi. Ia melempar tubuhku menabrak kursi yang ku duduki tadi.

Ku rasakan sakit di punggungku. Namun sekarang bukan waktunya untuk menikmati rasa sakit. Sekarang saatnya untuk menahan perlawanan dari William. Aku kembali bangun secara perlahan. Saat itulah William tertawa kecil menggema.

"Lu berhasil ngehancurin gue, Boy!" Ucapnya. Ia mengulang kalimat tadi namun lebih ditekan dengan suara yang keras menggema.

"I lost my school. I lost my family. Lost my love. And i lost my life! That's all becouse of you! You kill me slowly with that fucking plan!" Teriaknya. "And now, gue ngebawa lu kesini, agar lu ngerasain rasa sakit yang gue rasa. This is the place in your life. You will die in here!" Lanjutnya.

Aku tidak berkomentar apapun. Dan aku tidak takut akan dirinya. Jikalaunyapun aku mati di tangannya, aku siap. Tapi, dia tidak akan pernah bisa membunuhku.

Saat ia berlari mendekatiku dengan kepalan tangannya. Aku mengepal tanganku dan mempersiapkan posisi tarungku. Serang pertama ia layangkan dan ku tangkis dengan mudahnya. Serang selanjutnya ia sasarkan ke perutku dan aku bisa menangkisnya lagi. Berlanjut, serangan kaki hampir mengenai kepalaku. Aku salut dengan tendangan kakinya yang begitu kencang. Saat ku tangkis, dengan cepat kedua tanganku melilit di betisnya, kemudian ku kumpulkan kekuatanku, ku lempar tubuh William ke salah satu cermin besar yang ada di ujung ruangan. Bunyi pecahan cermin bagaikan melodi kemenanganku melawan William.

William mencoba bangkit. Namun begitu lamanya. Ku lihat ada tali tambang di atas meja. Ku raih tali itu, kemudian ku gusur tubuh William ke salah satu tiang penahan. Ku sandarkan tubuhnya dan ku ikat tubuhnya dengan ketatnya. William kelelahan. Nafasnya berat. Ia masih bisa menatapku tapi tidak bisa mengelak dari ikatan yang ku buat.

"It's over now!" Teriakan suara Frans membuatku membalik ke belakang. Frans yang penuh luka tangan kanannya menahan Verro yang lebih banyak penuh luka dan tusukan pisau. Ya, di tangan kiri Frans memegang pisau yang mengkilap.

"Kenapa kau melakukan ini Frans?" Tanyaku.

Ia tertawa terbahak-bahak. "Kenapa? Kau tanya kenapa? Jadi jadi orang yang pura-pura bego, Al! Mana janji lu yang mau bantu gue buat jadi sama cowo sialan ini? MANA?!" Ia berteriak menjawab pertanyaanku. Diakhiri oleh tawanya yang menyeramkan.

"You promise to me but you broke your promise. And i hate it so much!" Ucapnya.

Aku mulai melangkah, namun kemudian dia berteriak menghentikanku. "Jangan coba lu melangkah lagi. Atau dia bakalan mati." Katanya sambil mendekatkan pisau yang ia pegang ke wajah Verro.

"Apa janji yang aku larang Frans? Apa?" Kataku melangkah secara perlahan mendekatinya.

Frans mundur, dan mengarahkan pisaunya ke arahku. "Jangan pura-pura enggak tau lu bego!" Teriaknya. Sembari mundur.

"Kenapa mundur Frans? Takut?" Ucapku dengan santai menakutinya.

"ENGGAK! Gue nggak takut sama manusia fana seperti lu!" Teriaknya.

"Then? Come here. Let he go and fight with me." Tawarku.

Detik berikutnya. Ku rasakan pisau itu di pahaku. Ku rasakan sesuatu mengalir dari pahaku. Saat ku tengok ke bawah, pisau yang tadi di pegang Frans menancap di pahaku, menimbulkan rasa nyeri yang amat sangat. Membuat darah keluar dari situ. Ku raih gagang pisau dan ku lepaskan. Begitu sakit saat ku rasakan. Lebih lebih dari pertama kali pisau ini menancap di pahaku.

Kembali pandanganku ke Frans yang ternyata sudah tergelepak di atas tanah kesakitan. Verro berlari ke arahku.

"Uhuk! Uhuk!" Batuk Frans menggema. Ia kembali bangkit saat Verro sudah berada di sampingku. Saat tubuhnya kembali berdiri tegak. Ia tertawa lagi. "Posisiku, tepat di depan tembok ini." Katanya.

"Kenapa kau lakukan ini Frans?" Teriak Verro.

Frans mengeluarkan sebuah korek dari saku celananya. Ia mengeluarkan batang korek dan menyalakannya. Saat itu pula, "Kau ingin tahu mengapa? Karena kalian telah mengkhianatiku! Kalian bercium satu sama lain di dalam mobil di parkiran dekat caffee di pantai! Kalian kira aku tak tahu?! Hah!? Lebih baik, kalian ikut bersama ku ke neraka!" Saat kalimatnya selesai, batang korek yang ia pegang ia jatuhkan ke tembok di belakangnya. Berkobarlah api di setiap inchi tembok di ruangan ini.

Frans tertawa. "Mati kalian!!" Ucapnya sembari berlari ke lemari kecil di dekatnya. Ia mengeluarkan pistol dan segera ditembakkan ke arah kami. Untungnya aku dan Verro segera menghindar.

Kobaran api di ruangan ini membuat suasana memanas dan uap api membuat pernapasan sedikit terganggu. Aku yang meloncat menghindar dari tembakan yang Frans layangkan hampir mengenai api.

Frans mengarahkan pistolnya ke arah Verro sembari berjalan mendekati Verro. Aku mengambil ancang-ancang, dan segera melempar pisau yang ku pegang.

CLEB!!

Tepat sasaran ke tangan Frans dan membuat ia berteriak kesakitan. Pistol yang di pegangnyapun terlempar ke sembarang tempat. Namun, hanya sekejap ia merasakan kesakitan. Ia melepas pisau yang menancap di tangannya, dan berjalan mengambil ancang-ancang untuk menyerang Verro. Aku segera beranjak. Dengan sekuat tenaga aku berlari menahan sakit bekas pisau yang dilempar Frans. Saat tubuhku dekat dengan tubuhnya. Tiba-tiba ia berbalik. Segera aku membungkukkan tubuhku, menabrak tubuhnya dan pisau ku rasakan menancap di punggungku. Ku tahan sakit dan ku dorong tubuh Frans sekuat tenaga sehingga ia terpental.

Serangan ku itu tak membuatnya jatuh. Ia masih bisa berdiri dan berlari ke arahku dengan tonjokan kerasnya menghantam pipi kananku. Kemudian serangan lainnya datang dari bawah menghantam daguku hingga aku terangkat dan jatuh. Ia menendangku berkali-kali dengan kerasnya. Ia menendangku tepat di perutku. Tak mau kalah. Aku pun berguling menjauhi Frans dan segera bangkit. Frans berlari ke arahku, dengan mumbungkuk kemudian tanganku melingkar di tubuhnya dan ku lempar tubuhnya.

Ia masih tetap bisa bangkit dan mendekatiku. Namun, saat beberapa langkah lagi ia dekat denganku, Verro menghantam wajahnya dengan sebuah besi dengan ujung yang tajam, membuat Frans terbaring lemah.

Kami hanya melihat tubuhnya yang terbaring kesakitan. Dan, detik kemudian, terdengar suara sirine polisi. Entah apa yang menguasaiku, namun aku meraih besi dengan ujung tajam itu dari tangan Verro, dan ku tancapkan tepat di dada Frans membuatnya menegang menatapku. Kemudian, tubuhnya jatuh tak lagi bergerak.

Aku mengeluarkan nafas lega. Verro melepaskan pisau yang menancap di punggungku. "Ayo. Kita pulang." ucap Verro.

Api di ruangan ini telah menyebar kemana-mana. Aku dan Verro berjalan dengan santai untuk keluar dari ruangan ini. Namun, tiba-tiba aku berbalik.

"Al!! Tolong!! Tolong gue!" Teriak William. Segera aku berlari ke arah William dan melepas ikatan yang ku buat.

William beranjak dan memelukku. Ia membisikkan kata maaf dan kata terima kasih yang tulus. Aku kembali berjalan keluar dari ruangan ini. Di lorong, sudah ada beberapa polisi. Verro sudah berada di depan pintu keluar. Aku tersenyum. Sebuah kemenangan yang ku dapatkan.

DOR!!!

Suara tembakan itu menggelegar membekukan telingaku. Bisa ku rasakan rasa sakit di punggung ku. Aku tidak lagi berjalan. Aku jatuh, terbaring. Ku lihat Verro berlari mendekatiku. Belum sampai ia di dekatku. Mataku tertutup.

Observation LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang