“ Kamu mau jadi designer kami? Kebetulan designer kami harus mengambil S2’nya di Milan mulai bulan depan “, Pintanya yang membuatku kaget setengah mati. Aku? Jadi designer sungguhan sekarang?  Apakah aku harus menerimanya? Tapi aku butuh kegiatan dimana aku bisa berhenti atau setidaknya menyingkirkan Rafki dari dalam fikiranku.

                “ Baiklah”, ucapku sambil mengangguk ragu.

                “ Aku Nabila”, Ia mengulurkan tangannya dan menyebutkan namanya. Agak lucu karena kami bicara panjang lebar tapi tidak tahu nama satu sama lain. Aku menerima uluran tangannya.

                “ Aku Sinta”,

***

                TING TONG

Bunyi bell dirumahku terdengar hingga kekamar, tapi sampai bell itu berdering tiga kali tak ada seorang pun yang membukakan pintu. Ibu kemana sih? Jadi dengan oagah – ogahan aku keluar dari kamarku yang letaknya berada disudut ruangan dan berjalan menuju pintu utama yang merupakan satu – satunya pintu yang bisa mengakses keluar.

                Begitu sampai di depan pintu dan membukanya aku hanya bisa mematung namun beberapa detik kemudian aku segera menutup pintu lagi, tapi dicegah olehnya.

                “ Sinta, kumohon dengarkan dulu penjelasan dariku”, Ujarnya sambil mencegah aku untuk menutup pintu.

                “ Nggak ada yang harus dijelasin Rafki, aku nggak mau mendengar apapun darimu”, sahutku sambil terus mencoba menutup pintu.

                “ WOY!!”, Teriakan dari arah Rafki membuatku terdiam. Itu bukan suara Rafki, itu suara Rama.

                “ Apa – apa lo? Ngapain lo masih gangguin kakak gue hah? “, Tanya Rama dengan nada emosi. Aduh..selalu deh emosi, dia nggak pernah bisa nyelesain masalah dengan tenang. Aku buru – buru membuka pintu dan menarik lengan Rama.

                “ Sudah Ram”, ucapku menenangkannya.

                “ Gue nggak ada urusan sama Elo ya? Gue mau bicara sama Sinta bukan Elo”, Sewot Rafki yang ternyata tak mau kalah. Rama mendengus kasar .

BUKK!!

Rama mengeluarkan bogem mentahnya yang membuat Rafki jatuh tersungkur dihadapanku.

                “ Ram sudah Ram, nanti bapak dateng dan masalahnya jadi panjang”, ucapku memohon pada Rama agar tenang. Ia menoleh kearahku.

                “ Biarin aja bapak dateng biar ditampol sekalian sampe mampus nih cowok”, Sahut Rama yang makin berapi – api. Aduuh Ram..

Aku menarik lengannya dan mengajaknya masuk kedalam rumah tapi ia tetap memandangi Rafki yang sibuk bangkit dan membersihkan darah dari sudut bibirnya.

                “ Masih kurang, hah? Sini gue tambahin biar lo mikir dua kali untuk selingkuhin kaka gue!”, Rama sudah menarik kerah kemeja Rafki, Rafki pun berhasil berdiri walau masih sempoyongan. Tatapannya tajam pada Rama.

                “ Kenapa? Nggak suka? Ayo lawan kalo berani?”, tantang Rama. Mati saja kamu Raf, Rama itu sabuk hitam karate.

Rafki terdiam ia membuang muka kearah lain. Rama melepas cengkramannya lalu menarikku untuk masuk kedalam rumah.

                “ Jangan pernah muncul lagi dihadapan kakak gue, ngerti lo?”, Ancam Rama sebelum membanting pintu rumah dihadapan Rafki.

****

                “ Harusnya kamu nggak seemosi itu Dek”, Ujarku saat menyeduhkan teh hangat untuk Rama. Ia masih emosi dan butuh sesuatu untuk menangkannya. Ia mendengus kesal.

                “ Aku sudah lama ingin meninjunya Mbak, tapi karena masih tertahan kamu tidak tahu apa – apa ya sudah aku tahan dan sekarang setelah semuanya jelas berani – beraninya dia muncul dihadapan mbak”, Sewot Rama yang sepertinya masih terbawa emosi. Aku menyerahkan secangkir teh hangat untuknya.

               “ Makasih “, Ucapnya lalu menyeruput pelan – pelan teh tersebut. Aku duduk disampingnya di gazebo kecil yang ada ditaman belakang. Taman kecil yang cantik buatan Ibu.

                “ Hampir dua minggu Mbak di buntuti sama dia, tapi kamu nggak usah khawatir Mbak masih bisa jaga diri kok”, Jelasku yang membuat Rama menoleh kearahku cepat.

                “ Dua minggu dan Mbak nggak ngomong sama aku?”,

Aku menghela nafas. Susah berhadapan dengan Rama yang masih emosi.

                “ Ya Dek, tapi mulai hari ini dia pasti nggak berani deketin Mbak, makasih ya..”, Ujarku mencoba menenangkan Rama, aku mengusap pundaknya lalu beranjak meninggalkannya.

Aku kembali kekamar dan berbaring di ranjang dengan kepala yang tiba – tiba saja terasa nyeri. Suara dering terdengar dari atas nakas, aku melirik dan melihat handphone’ku bergetar. Siapa lagi sih?

                “ Assalamualaikum”, sapaku setelah menekan tombol hijau walau aku tidak mengenal nomer siapa yang menghubungiku.

                “ Walaikumsalam, Sinta, ini Nabila”,

Nabila? Nabila yang waktu itu di Busway?

                “ Ya Nabila?”, sahutku dengan senyum yang tiba – tiba tersungging.

                “ Besok bisa ke butik aku? Kita bicara mengenai desain yang akan kamu kasih”,

DEG! Aku lupa bikin desain’nya! Ya ampun, gimana ini?

                “ Bisa kasih waktu aku sampe lusa karena sampai hari ini aku masih belum kebayang bikin desain hijab model apa”, Jelasku jujur pada Nabila.

                “ Ooh..ya sudah, santai aja Sin, oke, lusa ya nanti alamatnya aku es-em-es ke kamu, oke? Wassalamualaikum”, Sahut Nabila yang terdengar masih ramah – ramah saja. Padahal sudah dua hari sejak aku janji akan memberi kabar soal desain yang akan aku beri ke Nabila tapi sampai sekarang aku belum punya ide, ini semua karena Rafki sialan!

                “ Walaikumsalam”,

Sambungan pun terputus, aku menghela nafas panjang lalu merebahkan diri lagi diranjang dan mencoba mencari inspirasi. Semoga ketemu inspirasinya. Amin.

***

Saya nggak bermaksud bikin cerita ini jadi stripping Story model The Real Love, cuma memang stok Kisahnya Sinta udah lumayanlah untuk beberapa Bab.

Oke, tapi segini aja dulu ya..
Bagi yang kangen sama Rama, silahkan dinikmati Anak saya yang satu itu.

Love,

BebyZee

The Second Chance ( The Wiryawan Series )Where stories live. Discover now