Part 4 - Pertemuan..

42.9K 2.4K 38
                                    

Delapan Bulan sudah aku menyandang status sebagai jomblo alias singel, jujur agak sedikit galau apalagi teman – teman kuliah masih suka menanyakan kabar Rafki disaat acara ngumpul – ngumpul dan itu berarti aku harus cerita pada mereka walau hanya inti – intinya saja. Sekali lagi, aku akan belajar untuk mengiklaskan perasaanku kalau kami memang sudah tidak berjodoh. Tapi sepertinya usahaku untuk iklas tidak sejalan dengan yang Rafki rasakan, ia justru masih memburu maafku walau ia sudah bicara panjang lebar dengan Bapak dan Ibuku.

Hari ini Mbak Laras mengadakan acarana nujuh bulanan untuk mensyukuri kandungannya yang menginjak umur ke tujuh bulan. Mas Yoda memang top banget, pulang dari bulan madu Mbak Laras langsung hamil dan itu membuat keluar kami sungguh bahagia. Rasanya kebahagiaan yang sudah ada semakin bertambah.

Berjalan dengan Kebaya dan Kain batik ketat yang membalut tubuh memang sedikit membuatku kewalahan dan hari ini aku sukses menabrak tiga orang dan salah satunya juga sempat terinjak oleh high heels’ku dan karena hal itu akhirnya aku memakai kembali flat shoes andalanku. Aku berkeliling untuk menyalami sodara dan rekan Mas Yoda yang tak berhenti datang sambil membawa bingkisan. Untungnya ada sepupuku yang setia membantu, Debby – Anak dari Pakde Arman- yang umurnya sepantaran aku dan Rama.

                “ Sinta, tolong bawain kado – kado ini kedalem ya,,,abis disini udah penuh, sumpek banget”, Ujar Debby sambil melirik kado – kado berukuran besar yang diberikan oleh relasi Mas Yoda.

                “ Oke deh, tapi Rama kemana sih? Suruh bantuin nemenin kamu eh malah ngacir”, Sahutku setengah sewot. Debby terkekeh geli.

                “ Kayak nggak tahu dia aja deh, dia kan paling males ikut acara beginian, suruh pake beskep kayak gitu aja udah perjuangan banget buat Bule, Sin”, Sahut Debby. Aku ikut tertawa mengingat bagaimana sewotnya Rama saat ibu memberikan ( lagi ) beskep yang harus Rama kenakan. Ibu harus meneriakan semua ancamannya, dari mencabut fasilitas motor sampai memotong uang jajan Rama tapi ternyata usaha ibu tidak sia – sia, akhirnya ia nurut dan mau memakai beskep tersebut walau sekarang entah bersembunyi dimana dia.

                “ Yaudah aku masuk dulu ya Deb, aku bawa ya kadonya”, Ucapku sambil meraih tiga kado berukuran sedang sekaligus.

                “ Hati – hati “, Seru Debby saat melihatku yang agak kewalahan.

                “ Iya”,

Aku berjalan pelan – pelan karena pandanganku sedikit agak terhalang karena tingginya kado yang tersusun.

                “ Maaf, bisa beri aku jalan”, Ucapku memperingati orang – orang yang akan melewatiku.

BRUUK!!

Kado – kado itu jatuh tiba – tiba karena aku tidak melihat siapa yang melintas didepanku. Aku segera membungkuk dan memunguti sebelum orang – orang makin ramai berdatangan namun saat tanganku memunguki sebuah Kado kurasakan tanganku menyentuh sesuatu ehm..lebih tepatnya mungkin seseorang. Aku segera menarik tanganku dan mataku bertemu mata itu. mata indah yang saat ini menatapku datar.

                “ Terima kasih”, Ucapku saat ia menyerahkan satu kado terakhir yang tergeletak di lantai. Ia mengangguk dengan wajah tanpa ekspresi. Aku pun hanya mengangguk sambil mencoba berjalan melewatinya namun ia sama sekali tidak mau bergerak.

                “ Berikan padaku, biar saya saja yang bawa “, Ujarnya.

                “ Tidak usah, biar saya saja, anda kan tamu disini”, Sahutku menolak tawarannya secara halus. Namun wajah datarnya kini justru berubah dingin, tatapannya tajam seakan mengancamku. Aku serba salah. Ia kembali mengulurkan tangannya untuk mengambil kado – kado dari tanganku dan kali ini aku membiarkannya saja. Entah mengapa tatapannya membuatku seperti orang bodoh.

The Second Chance ( The Wiryawan Series )Место, где живут истории. Откройте их для себя