Part 2 - Connard

13.4K 1.3K 59
                                    

Rein duduk di bangku lantai tiga sekolah di depan lab bahasa yang agak tertutup dari pandangan karena ada pohon di pot yang lumayan besar. Itu spot  favorit Rein untuk membaca tanpa diganggu.

Sekolah memang sudah agak sepi, hanya tersisa siswa yang sibuk dengan eskul mereka. Rein sedang menunggu Rasya yang berjanji akan menjemputnya sepulang sekolah dan mentraktirnya makan. Tapi Rasya sudah terlambat setengah jam. Dia bilang kalau dia terjebak macet dan baru bisa sampai paling lama setengah jam lagi. Rein tidak keberatan, toh buku puisi yang dia baca masih belum selesai. Membaca buku seperti itu memang membutuhkan konsentrasi tinggi agar bisa ikut larut dalam bait-baitnya.

Seperti sajak yang dia baca saat ini.

"Mencintai angin harus menjadi suit. Mencintai air harus menjadi ricik. Mencintai gunung harus menjadi terjal. Mencintai api harus menjadi jilat. Mencintai cakrawala harus menebas jarak. Mencintaimu harus menjadi aku." -Sapardi Djoko Damono

Rein tersenyum membaca bait, 'Mencintai cakrawala harus menebas jarak.' Rein pecinta senja, penikmat horizon, penyuka angkasa. Dia bisa duduk lama di tepi pantai hanya untuk memandang senja di cakrawala.

Rein menghela napas. Kapan terakhir kali dia ke pantai? Sepertinya sudah agak lama. Dia rindu liburan.

Sedang asik mengkhayalkan langit dan suara deburan ombak, tiba-tiba terdengar suara langkah mendekat dan suara orang yang tertawa tertahan. Rein menyenderkan dirinya rata ke bangku, berharap tak ada yang melihat dia. Merasa terusik akan gangguan ini. Dia sedang tak ingin diganggu sama sekali.

Sayangnya keinginan Rein tidak terkabul, Rein mendengar suara desahan dan suara orang berciuman dengan mesranya membuat dia melongo dan agak penasaran. Siapa siswa yang sedang bertindak asusila tersebut?

Rein mengintip dari balik pepohonan dan tak merasa heran mendapati Ken sedang asik bercumbu dengan siswi yang tampaknya masih kelas 10.

That bastard!! Rein memaki dalam hati.

Ken si playboy. Rein bahkan sudah tak bisa menghitung berapa banyak mantan Ken walaupun Rein bisa memaklumi kenapa banyak yang mengidolakannya bahkan sampai teman-teman Rein di kelas 12 juga mengagumi sang adik kelas.

Ken tampan, atletis, dan juga pintar. Paduan sempurna untuk menjadikan dia playboy kelas kakap.

Rein paling tak suka berurusan dengan Ken walaupun pertemuan rutin keluarga mereka setiap bulan memaksa dia untuk berhadapan dengan Ken yang kerap kali menggodanya.

Mendengar tawa cekikikan di sela-sela ciuman kedua insan itu membuatnya jengah, tak bisa meneruskan bacaannya.

"Hey, can you slow down a little bit? I'm trying to read here and the sound that you made when you both kissing disturb me," tegur Rein membuat mereka terkejut dan cepat-cepat berjauhan.

Rein tersenyum sinis.

"Mungkin lebih baik kalian meneruskan kegiatan agak jauh dari sini. I didn't bring my earphone. Masih banyak tempat sepi lainnya kok," lanjutnya lagi.

Ken tersenyum melihat Rein yang sekarang menunduk tak peduli dan meneruskan kembali bacaannya.

Dia berbisik ke Clara untuk pergi duluan dari tempat itu, kemudian duduk tepat di sebelah Rein.

"What are you doing here?" sindir Rein, merasa terganggu dengan kehadiran Ken.

"Menemani orang yang menggangguku. What are you doing here?"

"Are you blind? I'm reading, and what on earth are you doing here?"

"As you can see, I'm kissing a girl before you interupt me."

Rein memandang Ken dengan pandangan jijik.

"Don't looking at me like that... memangnya kamu ga pernah lihat orang ciuman sebelumnya? Atau kamu belum pernah dicium? Mau coba?" kata Ken dengan senyum menggoda.

"Mau kutampar?" balas Rein.

"No thanks."

"New girlfriend?" tanya Rein yang tiba-tiba penasaran. Sepertinya bulan lalu Ken nge-date dengan entah siapa di kelas 12.

"Not my girlfriend."

"Euhhhhhhh...." seru Rein jijik.

"Hey, she's the one who asking me here." Ken membela diri.

"Dan kamu pria murahan yang gampang diajak?" balas Rein.

Ken mengangkat bahunya. "I'm just a man. That's not my fault."

Rein menggeleng-gelengkan kepalanya merasa heran. 'Lame excuse!' pikirnya dalam hati. Rein melirik ponselnya yang bergetar-getar, membaca sekilas kemudian menutup buku dan memasukkan ke dalam tas. Dia bangkit, beranjak pergi sementara Ken mengikutinya.

"Kamu mau kemana?"

"Pulang, udah dijemput. Sekedar saran Ken, next time, coba cari spot lain. That's my favorite place to read," sahut Rein pedas sementara Ken hanya tertawa.

Dilihatnya Rasya menunggu di depan gerbang. Melihat Rein dan Ken mendekat, Rasya menyapa mereka.

"Hai, Ken."

Ken balas menyapa dengan mengangkat tangan.

"Rein, kok cemberut, kenapa?"

"Je vais aller me laver les yeux." (aku harus mencuci mataku)

"Qu'est-ce que vous avezdit?" (ada apa?) tanya Rasya.

"Juste un connard." (hanya orang brengsek)

"Je ne suis pas un connard!" (aku bukan orang brengsek) sahut Ken tiba-tiba.

Rein langsung terdiam menatap Ken dengan heran.

"Qoui?" (apa??) ucap Ken.

"Je parle aussi le francais." (aku bisa bahasa prancis) katanya lagi sambil tersenyum jahil.

"Ta guele connard!!" (tutup mulutmu brengsek!) maki Rein dengan geram.

"Hey, berhenti saling memaki! Ladies, watch your mouth, atau kulaporkan ke papamu," ancam Rasya.

Rein cemberut kemudian langsung masuk ke dalam mobil Rasya.

"Mau ikut, Ken? Kita mau makan." ajak Rasya.

Ken menggeleng.

"Aku bawa mobil. Lagipula masih ada latihan basket sebentar lagi," tolaknya halus.

Rasya mengangguk memaklumi kemudian masuk ke balik kemudi.

"Bye, Rein..." kata Ken sambil melambaikan tangan dengan senyum lebar sementara Rein membuang muka.

'What a girl' pikir Ken dalam hati memperhatikan mobil Rasya yang pergi menjauh.

--------

Luv,
NengUtie

Somewhere Only We knowWhere stories live. Discover now