9 "Revenge & Observation Love"

Start from the beginning
                                    

Sudah lumayan lama ku pijat tangan kanannya, giliran tangan kiri yang ku pijit. Kepala Rio sekarang bersanda ke dadaku. Tepatnya di degupan jantungku. "Lucu." Desisnya.

"Apaan?"

"Degupan jantungmu."

Aku tertawa. "Semua manusia degupan jantungnya sama kali, Rio."

"Enggak. Yang kamu beda. Kamu lagi seneng atau apa nih?"

Aku tak menjawab. Hanya tertawa kecil mendengar perkataan Rio.

Jam delapan kurang tiga puluh menit, aku sudah mandi dan mengganti pakaian menggunakan pakaianku yang Rio pakai dua hari lalu, saat ia menginap di rumahku. Sekarang, aku dan Rio sedang menyantap pais ayam buata Bi Asrih di ruang makan.

Tak banyak percakapan di antara kami saat sedang menyantap makanan yang lezat ini. Hanya saja, Rio terlihat tak berselera untuk menyantap makanan. Ia terlihat buruk. Kantung matanya seolah ia tak tidur berhari-hari. Pucat di wajahnya kembali terlihat. Ia benar-benar butuh istirahat.

"Kalau gak enak di mulut, gausah di paksain." Ucapku. Sebelumnya, aku meneguk air minum dalam gelas.

Rio berhenti menyantap makanannya. "Kamu butuh istirahat, Rio." Kataku, berhenti menyantap makanan, sama seperti Rio.

"Aku anter kamu ke kamar ya. Terus kamu minum obat." Ku usap punggung Rio perlahan, dan ku pegang keningnya. Suhu tubuhnya masih panas.

Aku ajak Rio menuju kamarnya. Di rangkulan ku, ia begitu lemas. Untuk jalanpun sepertinya ia harus mengeluarkan tenaga ekstra. Butuh beberapa menit untuk berjalan dari ruang makan menuju anak tangga pertama. Ku bantu Rio melangkah menuju anak tangga selanjutnya. Saat kaki kanannya sudah menapak, tubuhnya melemah, jatuh di pelukanku. Ku coba untuk menggendong tubuhnya, namun tak jadi karena begitu berat. Tinggi Rio saja lebih tinggi sedikit dariku, pastinya aku tak kuat mengangkat tubuhnya, apalagi melewati anak-anak tangga untuk menuju lantai dua.

"Bi! Bi Arsih!" Teriakku. Tak lama, Bi Arsih muncul dan segera membantuku mengangkat tubuh Rio menuju kamarnya.

Ku baringkan tubuh Rio di atas ranjang. "Den Rio kenapa?" Tanya Bi Asrih.

"Tadi dia gak enak buat makan. Aku ajak dia ke kamar buat istirahat sama minum obat. Pas di tangga tadi dia tiba-tiba pingsan."

"Innalillahi. Den, cepet sembuh, yaa."

"Yaudah, Bi. Mendingan sekarang kita biarin Rio istirahat."

"Iya."

Aku dan Bi Asrih keluar dari kamar Rio. Kami berjalan menuju lantai dasar, selama saat berjalan, Bi Asrih menceritakan tingkah Rio yang memang berbeda sejak Ayah dan Bundanya sering berpergian keluar kota. Bi Asrih bilang "Sepertinya ia butuh kasih sayang yang lebih. Makannya dia seperti itu. Dia ingin dimengerti dan diawasi. Dia memang sudah 18 tahun, tapi tak ada salahnya ia ingin disayangi layaknya anak kecil, karena dulu dia tidak pernah mendapatkan itu."

"Orang tua Rio sering berpergian dari Rio kecil ya, Bi?"

"Sumuhun, den Rio teh selalu ditinggalin sendirian. Sama bibi selalu dibimbing dia teh, biar menjadi anak yang baik, yang taat." Jawab Bi Asrih sembari membuatkanku teh manis hangat. "Saya kasian sama den Rio, dia kurang kasih sayang dari orang tuanya." Bi Asrih menyajikanku teh manis hangat.

"Makasih, Bi." Ku seruput teh itu. Rasanya begitu manis dan menghangatkan perut. "Emangnya, orang tua Rio jarang banget pulang?"

"Ih, ari den Al, orang tua Rio kalau pulang palingan cuman tiga hari diem di rumah. Udah gitu balik lagi kerja."

Observation LoveWhere stories live. Discover now