• 07 •

964 154 30
                                    

Hari ini, Louis menemani Harry berbelanja di supermaket untuk kebutuhan sehari-hari mereka yang sudah habis di apartemen. Louis menemani Harry karena kedua sahabatnya tidak bisa. Tara sedang ada di acara keluarganya sedangkan Zayn lebih memilih untuk menghabiskan weekend-nya dengan tidur. Mereka sedang menyusuri lorong supermarket, Harry memilih barang yang mereka butuhkan pada rak sedangkan Louis mendorong trolinya. "Harry, seandainya bukan karena kau yang membayar semua barang ini, aku tidak akan mau. Kau lihat, orang-orang memandangi kita. Aku benci mengakui ini, tapi kita terlihat seperti pasangan gay."

Harry hanya tersenyum miring. "Kenapa kau tidak berpikir positif saja, mungkin mereka melihat kita karena kita berdua pria paling tampan yang mereka temui."

"Ini masih terlalu pagi," runtuk Louis. Ia merasa hari liburnya direnggut Harry yang membangunkannya. "Kau bahkan bisa pergi sebentar sore dan Zayn atau Tara bisa menemanimu."

"Supermarket sepi pada jam seperti ini. Dari tadi kau mengeluh, kalau kau terus menerus mengeluh, lebih baik aku sewa apartemen sendiri dan-"

"Tidak perlu. Aku siap menemanimu kapan saja," tutur Louis sambil menunjukkan senyum terbaiknya. Harry mengeritkan keningnya menatap Louis yang masih tersenyum bahkan matanya hampir tertutup. Louis melakukan itu karena merasa hidupnya terancam akibat ucapan Harry. "Harry, kau hanya bercanda 'kan?"

Harry mengembungkan pipinya dan memajukan bibir bawahnya. Ia kemudian menggeleng. "Tidak."

"Uh my baby-"

"Call me princess."

Louis memukul kepala Harry. "Not anymore, bitch. Since you cut your hair."

Harry membalikkan badannya menghadap pada rak. "Tapi serius. Yang tadi kau hanya bercanda 'kan."

"Tergantung," jawab Harry singkat, membuat Louis khawatir.

"Kau mengenal Medyo dengan baik?" tanya Louis pada Harry yang sedang berusaha meraih toples selai paling belakang yang terdapat di rak. "Apa yang kau lakukan, bodoh. Kenapa kau tidak mengambil yang paling depan saja."

"Hah, dapat," kata Harry dengan memegang toples selai ditangannya seperti ia baru saja dapat piala. Ia tersenyum puas melihat apa yang didapatnya. "Yang terdapat paling depan itu biasanya barang lama."

Louis hanya menggeleng melihat kelakuan temannya. Pantas saja Zayn benci diajak belanja dengan Harry, itu karena Harry sangat lama dan Louis sudah tahu penyebabnya. Louis kembali mendorong trolinya mengikuti Harry. "Harry menurutmu Medyo itu seperti apa?"


"Dia sedikit berbeda," Harry memajukan bibir bawahnya memikirkan perkataannya sendiri, sedetik kemudian ia menaikkan bahunya, "Ya kurasa begitu."

"Aku baru tahu kalau beda itu sinonim dari kata aneh," tutur Louis lalu kembali berjalan menyusuri lorong lain bersama Harry. Louis hanya mengangguk setiap ditanya Harry tentang benda yang akan dibelinya. Hampir semua pertanyaan Harry hanya mendapat anggukan kepala dari Louis, dan bodohnya Harry hanya mengikuti anggukan Louis. sebenarnya Louis mengangguk karena memang tidak peduli dibutuhkan atau tidaknya barang yang dibeli Harry, lagipula yang membayar barang itu Harry.

"Harry, Medyo memang seperti itu?"

"Seperti apa?" tanya Harry dengan melirik Louis sekilas lalu kembali membaca tanggal kedaluarsa pada kotak pasta campanelle. "Dia selalu mengungkapkan apa saja yang ada diotaknya?"

Cocky & SassyOn viuen les histories. Descobreix ara