• 06 •

1K 157 41
                                    

Louis sedang berada di apartemen milik, Medyo yaitu matchmaker hubungannya dengan Nadine. Namun sudah beberapa menit waktu berlalu, Medyo belum juga bicara dengan Louis. Louis menopang dagunya diatas meja makan seperti seorang anak yang menunggu ibunya memasak. Medyo sedang sibuk dengan alat pemanggang waffle manualnya. Padahal yang meminta Louis untuk datang adalah Medyo sendiri. "Maddy. Kau punya pacar?"

Medyo tidak menjawab pertanyaan Louis, entah itu karena dia tidak mendengarnya atau memang tidak mau menjawab pertanyaan Louis. Melihat Medyo yang sedang sibuk, Louis melirik ponsel Medyo yang menyala disampingnya, menampilkan nama seseorang, itu sudah berlangsung sejak tadi Louis mulai duduk tapi Louis tidak berani menyentuhnya. "Maddy. Brown eyes sedang mencoba menghubungimu."

Medyo berjalan kearah Louis dengan piring ditangannya dia tampak santai tidak terburu-buru, padahal seseorang yang akhir-akhir ini dekat dengannya sedang mengubunginya. Medyo meletakkan piringnya didepan Louis, sedangkan Louis menaikkan sebelah alisnya tidak mengerti apa maksud Medyo. Medyo mengambil satu waffle lalu menggigitnya. "Makan. Ayo, kau tidak perlu malu. Jika kau tidak memakannya nanti kau akan menyesal dan bahkan membawanya dalam mimpi."

"Kau sudah membuang waktuku selama beberapa menit," ucap Louis sebelum akhirnya mencoba waffle buatan Medyo.

"Maaf. Aku baru pulang bekerja dan aku tidak sempat makan. Aku sangat kelelahan," Medyo menarik kursi kemudian duduk disamping Louis. "Kenapa kau cepat datang. Kau tidak bekerja?"

"Aku sudah tidak bekerja."

Medyo mengangguk santai selagi ia menyesap tehnya. "Kau dipecat?"

"Aku diterima di perusahaan otomotif," tutur Louis. Medyo terbatuk-batuk karena tersedak tehnya membuat Louis panik dan langsung memukul punggung Medyo. "Heh, ada apa denganmu? Aku tidak mengatakan kalau pekerjaan baruku sebagai anggota gangster, kenapa kau kaget begitu?"

"Kau bekerja di perusahaan?" tanya Medyo memastikan, sedangkan Louis memutar bola matanya, pasti pikiran gadis itu sangatlah jauh sehingga dia menjadi kaget.

"Aku hanya sebagai karyawan marketing, bukan sebagai CEO. Kenapa kau tampak shock."

Medyo melap bibirnya lalu menggeleng cepat. "Tidak apa-apa. Uh, memangnya kau punya pengalaman?"

"Tentu. Dulunya juga aku memang bekerja sebagai staf tapi aku memutuskan untuk berhenti dan mencari pekerjaan lain, dan aku baru sadar kalau mencari pekerjaan itu susah, jadi montir tidak semudah yang aku bayangkan," cecar Louis.

"Oh ya, selamat," Medyo mengulurkan tangannya berniat menjabat tangan Louis, namun Louis hanya melirik tangan Medyo sekilas sembari memberi tatapan anehnya, Louis tidak berniat menempelkan telapak tangannya pada telapak tangan gadis itu. Dengan terpaksa Medyo tertawa sendiri untuk menghibur dirinya karena malu.

"Ngomong-omong waffle buatanmu enak, hampir sama dengan buatan Harry," pungkas Louis dengan kembali menggigit waffle buatan Medyo. Selagi Louis memakan waffle, Medyo membuka ponselnya melihat siapa yang menghubunginya, namun yang anehnya dia kembali meletakkan ponselnya. "Brown eyes. Apakah namaku diponselmu adalah blue eyes?"

"Benarkah?" Medyo menoleh ke Louis, ia mendekatkan wajahnya pada wajah Louis, ia memiringkan kepalanya seperti ingin mencium bibir Louis. Medyo menatap mata Louis dalam, sedangkan Louis hanya diam bahkan ia tidak bernapas, ia tidak pernah ditatap sedekat itu. "Kupikir warna matamu abu-abu."

Cocky & SassyWhere stories live. Discover now