The Open Door - 13

60.1K 4.5K 222
                                    

Keberadaan Tante Lyana tidak terlalu berpengaruh pada hubungan Nadia dengan Revian. Dia terkesan tidak terlalu peduli dengan pilihan putra tunggalnya. Selama itu bisa menyeret Revian duduk manis di meja kantor apapun bukan masalah. Nadia belum bisa memastikan apa-apa tentang masa depan hubungan keduanya. Sekalipun menurut Revian, ibundanya sudah memberi restu.

Tante Lyana tidak pernah memperlakukan putra tunggalnya secara berlebihan. Revian bahkan tidak segan menyanggah atau menolak permintaan ibundanya jika bertentangan dengan pendapatnya. Begitu juga Tante Lyana, dia bukanlah sosok ibu yang mendominasi prilaku atau tindakan putranya.

Dan Siera, sepanjang yang Nadia lihat, dia sangat memanfaatkan kedekatannya dengan Tante Lyana. Nadia tidak bisa menampik kalau wanita itu bersikap sangat luwes dalam mendekati ibunda Revan. Dia tidak canggung saat harus ikut memasak atau mengobrol di saat Revian berada di kantor. Secara tidak langsung dia ingin menunjukan bahwa dirinya lebih pantas mendapat sebutan calon menantu idaman. Bahkan sikapnya pada Nadia tidak kalah manis. Tipe musuh dalam selimut atau serigala berbulu domba.

Sepulang dari kantor, Revian bergabung dengan mereka yang tengah makan malam. Siera tampak berbinar begitu melihat laki-laki yang baru memasuki ruang makan. Dia tidak menyadari sepasang mata tengah memperhatikan gerak-geriknya dengan jengkel.

Revian menyapa sang Bunda dan Siera, memutari meja makan sebelum akhirnya menyeret kursi di sebelah kekasihnya. Setelah sepanjang hari berkutat dengan pekerjaan, bertemu Nadia adalah hal yang paling di rindukan. Kebahagiaan membuncah ketika mendapati tatapan serupa dari wanita di sampingnya. Di tahannya keinginan untuk mencium bibir Nadia demi kesopanan.

"Oh ya, Rev. Malam minggu nanti anak-anak mau kumpul di cafe favorit kita. Kamu mau ikut? Sekalian saja ajak Nadia."

"Sorry. Aku terlanjur punya janji dengan Nadia. Kami sudah punya rencana sendiri minggu ini. Sampaikan saja salamku untuk teman-teman yang lain."

"Memangnya kalian mau kemana?"

"Belum tau bisa jalan-jalan, nonton atau makan." Balas Revian sebelum Nadia sempat membuka mulut. "Makanya cari kamu cari pacar biar ada yang nemenin," lanjutnya dengan nada bercanda.

Siera menghembuskan nafas pendek. Kekesalan kentara sekali di wajahnya yang menekuk. "Percuma. Orang yang aku suka sudah punya pacar."

"Memangnya siapa laki-laki yang beruntung itu?" Nadia mengulum senyum, mempertahankan akting pura-puranya. Meskipun begitu pertanyaannya tadi tidak bermaksud untuk menyudutkan.

Suasana mendadak hening bahkan Tante Lyana sengaja menghentikan suapan demi mendengar jawaban sahabat putranya. Posisi Siera semakin terpojok, dia tidak mungkin mengungkap jati diri laki-laki yang di sukainya. Hal itu sama saja dengan mempermalukan diri sendiri meskipun ingin sekali dia meneriakan nama laki-laki itu di hadapan Nadia.

"Tidak perlu di jawab kalau kamu merasa canggung. Tante yakin wanita sepertimu tidak akan mungkin mengganggu hubungan orang lain. Benar kan, Ra."

"Be... tentu saja, Tante. Saya masih punya hati nurani." Siera berusaha keras tidak menunjukan kegugupan yang menyerang bagai gelombang ombak tanpa henti.

"Bagus kalau begitu. Sekarang selesaikan makanmu terus pulang." Sahut Revian yang kembali melanjutkan makanannya.

"Kamu mengusirku?" tanya Siera tidak senang.

"Bukan begitu tapi ini sudah malam. Terserah kamu sih kalau masih mau di sini tapi maaf kalau aku nggak bisa menemani." Nadia benar-benar tidak mengerti dengan cara berpikir Siera. Sikap wanita itu masih mengesankan dominasi di balik ikatan persahabatan. Sikapnya yang terlalu manja rasanya tidak pada tempatnya jika memang di tujukan pada Revian.

The Open DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang