The Open Door - 2

74.9K 5.7K 222
                                    

Nadia terdiam di tempatnya, matanya masih memperhatikan adegan ibu dan anak yang sedang melepas rindu. Laki-laki bertubuh tinggi besar dengan raut yang mengingatkannya pada salah satu pangeran dari timur tengah itu mengusap air mata wanita dalam dekapannya. Dia tidak sadar ketika tiba-tiba mendesah pelan. Ingatannya berputar membayangkan seseorang yang dikenalnya dulu memiliki seraut wajah mirip seperti laki-laki itu hanya dalam versi kutu buku. Tidak berotot apalagi memiliki tubuh gagah tapi dia mencintai semua kekurangannya.

Lamunan Nadia terhenti. Kenangan itu sulit diabaikan meski telah berlalu beberapa tahun lalu. Wajahnya kembali pada kedua orang itu. Sungguh pemandangan yang mengharukan tapi Nadia hanya bisa meringis. Dia masih belum bisa membayangkan apa yang akan terjadi padanya.

Jantungnya berdegub kencang ketika kedua orang yang di perhatikannya tadi berjalan berangkulan menuju mobil. "Pak Adi, gimana kabarnya? Sehat Pak," tanya Revian yang memilih duduk di bangku depan.

"Baik. Tuan Revi sendiri bagaimana? Sehat?" jawab pak Adi dengan suara rendah.

Revian tersenyum. Tidak ada yang lebih baik daripada menghirup udara bebas. Dia harus berpikir ulang sebelum bertindak sebelum melakukan tindakan bodoh yang membawanya ke terali besi meski cuma perkelahian konyol."Yah, Bapak bisa lihat sendiri keadaan saya." Tawanya lepas tanpa beban.

Tante Lyana melirik ke arah Nadia yang sejak tadi diam saja tanpa melepas pandangan sedikitpun pada putranya. "Kamu baik-baik saja, Nad?" Nadia tersentak, berusaha menyamarkan rasa kikuk sembari mengangguk. Dia masih bingung sekaligus belum mempercayai perubahan dalam hidupnya.

"Mama sedang bicara dengan siapa?" Revian menoleh ke belakang saat menarik seatbelt. Pandangannya terhenti pada sosok wanita cantik yang menatap gugup padanya.

"Ini Nadia. Dia yang akan menjadi asistenmu mulai sekarang." Balasan ibunya membuat Revian terkejut. Ini pertama kali ibunya memberinya asisten seorang wanita, cantik lagi.

"MemangnyabTeddy kemana Ma? Resign." Revian teringat sahabatnya sejak kuliah yang selama beberapa tahun belakangan ini dia percaya menjadi tangan kanannya. Terbersit rasa kecewa dengan keputusan sepihak ibunya yang mengganti posisi Teddy tanpa membicarakannya lebih dulu.

Tante Lyana menghela nafas. Dia sangat hafal dengan sifat keras kepala putra kesayangannya. Keputusannya mengganti asisten yang lama mungkin tidak akan bisa diterima dengan mudah.  "Kamu nggak perlu khawatir. Dia akan bekerja untuk Mama. Itu konsekwensi dari perbuatanmu yang tidak bisa mengendalikan emosi. Sekarang suka tidak suka, Nadia yang akan menggantikan tugas Teddy."

Revian tidak bisa berbuat apa-apa jika sudah berhubungan dengan wanita yang melahirkannya ke dunia. Sebagai anak tunggal, dia sudah cukup menyusahkan selama ini. Kejadian terakhir yang berujung dengan masuknya dia ke penjara semakin membuatnya merasa bersalah.

"Pak, tolong pinggirkan mobilnya sebentar." Pak Adi menuruti permintaan majikannya.

Revian membuka sabuk pengamannya lalu keluar dari mobil yang sudah menepi di sekitar taman kota. Dia memutari mobil dan membuka pintu di samping Nadia. Wanita itu memberi tatapan bingung ketika Revian memberinya isyarat untuk menggeser tubuhnya. Kursinya memang masih bisa dimasuki satu orang lagi tapi tubuh laki-laki itu cukup besar.

"Revi!" seru Tante Lyana tertahan. Dia kesal melihat Revian memaksa ketiganya duduk berdesakan di belakang.

"Jangan protes, Ma. Revi hanya ingin lebih mengenal asisten yang Mama pilih." Nadia merasa terpojok dan serba salah. Nada suara Revian terdengar seakan  meremehkan kemampuannya. Well, dia memang belum tahu tugasnya seperti apa tapi bukan berarti bebas diperlakukan seenaknya.

The Open DoorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang