Delapan

219K 17.5K 440
                                    

"Ah bisa gila gue lama-lama ngererevisi proposal" Wisnu berteriak frustrasi. Elang dan beberapa cowok yang berada disana, sangat paham kenapa Wisnu ingin membanting komputer dihadapannya.

Ia dan Doni sudah dimaafkan, namun Bayu mengalami patah tulang pada beberapa bagian tubuh, dan butuh perawatan paling tidak satu bulan lamanya.

Jadi, sebagai bentuk pertanggung jawaban, Wisnu bertugas untuk mengurus proposal, dan Doni yang mengurus uang kas dan absen.

Entah bagaimana cara mereka membagi tugas, tapi tidak ada satupun yang keduanya lakukan dengan benar.

Akibat Doni yang menagih, banyak anak futsal yang menunggak pembayaran uang kas. Belum lagi laporan yang selalu miss, berkat matematika anak itu yang dibawah rata-rata.

Kalau Doni yang cuma bertugas mengurus uang kas saja berantakan, maka Wisnu yang tugasnya mengurus surat-menyurat, jauh lebih kacau.

Wisnu bodoh dalam perlajaran Bahasa Indonesia, itu yang baru anak futsal ketahui setelah cowok itu menjabat sebagai sekertaris sementara. Jangankan proposal dan laporan, surat dispen saja harus direvisi berkali-kali.

"Bapak saya nyerah!" teriak Wisnu tepat ketika Pak Aziz--pembina futsal--memasuki ruangan.

"Pak kita beneran butuh sekertaris sama bendahara pengganti deh kayaknya, saya juga nggak kuat." kali ini, suara Doni yang terdengar.

"Saya setuju pak, dispen kita nggak turun-turun kalau nih anak dua yang ngerjain," Elang menuding kearah kedua temannya.

"Ya siapa dong yang mau? Kalian punya kandidat memang? Lupa, kalo Bayu satu-satunya orang yang bersedia ngelaksanain tugas double begitu?" kata Pak Aziz sambil berjalan menuju meja, ditelitinya laporan uang kas yang memang berantakan. Apalagi begitu menoleh, dilihatnya banyak gumpalan sampah kertas disekelilingnya.
Sekretariat futsal jadi tidak terurus sejak Bayu dirumah sakit.

Karena ya itu, untuk urusan rumah tangga, tidak ada satupun anak didiknya yang bisa diandalkan kecuali Bayu.
"Kalian ada kandidat nggak? Kalau ada biar bapak yang ngomong, mungkin kalau di bujuk dengan nilai ada yang bersedia."

Tiba-tiba senyum Elang terlukis, sebuah ide baru saja terbit dalam benaknya. "Saya tau pak!" mendengar suara Elang, seluruh kepala menoleh kearahnya. Mata cowok itu sekarang berbinar-binar sempurna.

"Yang harusnya lebih bertanggung jawab atas Bayu, dibanding Wisnu sama Doni." semua orang sekarang mengernyitkan dahinya, memutar otak mencari nama yang mungkin lebih bertanggung jawab.

Edo dan Bimo lebih cepat tanggap, punggung keduanya langsung menegak, lewat tatapan mata mereka saling bertanya, tapi benar saja cuma ada satu nama yang mungkin.

"Lang, jangan bilang..." Bimo bertanya duluan, mewakilkan rasa penasaran Edo, tapi mata Elang yang berkilat-kilat sudah cukup memberikan mereka jawaban.

"Yap! Princessa sepuluh tujuh." untuk beberapa detik semua orang diruangan itu melotot. Tapi hanya beberapa detik, karna kemudian mereka malah bersiul.

"Akhirnya, ada ceweknya juga... Seenggaknya ini sekret nggak bau homo lagi," mata Yogi berbinar-binar, begitu juga yang lain.

"Heh cewek kapten tuh." Bimo menegur teman-temannya, yang langsung nyengir kuda.

"Yaelah, janur kuning melengkung aja masih bisa ditikung ya nggak?"

Are You? Really?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang