SATU

34.7K 702 6
                                    

Pagi ini, pagi yang sangat sial untukku. Aku berjalan menyusuri anak tangga dengan balutan kebaya di tubuhku, ku sengaja menayangkan senyuman anggun yang penuh sandiwara ini.

Saat diriku sudah berada di hadapan beberapa orang yang sudah menantiku di langai satu, ya kulihat disitu sudah ada papa, mama, om hari, tante rika dan itu, lelaki yang duduk dengan menampakan wajah aroma dinginnya—aku tahu sepertinya dia siapa, lelaki yang akan dijodohkan dengan, aku.

"Wah, Vera cantik banget" Puji tante Rika, wajahnya semringah menatap keseluruhan tubuhku. Aku hanya membalas dengan senyuman yang sangat amat kaku, tak ada rasa ikhlas untuk menjawabnya.

Padahal, aku tidak merasa bahwa diriku secantik dan seanggun itu, dalam seumur hidup, bisa dihitung aku menggunakan kebaya dan menggunakan polesan wajah yang sangat menor ini, hanya tiga kali—waktu masa duduk di taman kanak-kanak saat ada acara peringatan hari kartini, waktu acara wisuda di SMP, dan terakhir, sekarang. Bahkan, saat wisuda SMA pun, aku hanya mengolesi wajahku dengan bedak biasa dan liptint biasa. Simple.

"Pas nih kalau sama Fael—"

"—Fael, salaman dong sama Vera. Calon istri kamu" Saut Om Hari, sembari senyum melebar menoleh kearah lelaki dingin itu.

Diriku merasa ini adalah zaman Siti Nurbaya, bukan zaman di era modernisasi yang sudah terjadi adanya perubahan di semua aspeknya. Ya, kalau dibandingkan, hanya perbedaan lelaki yang dijodohkan denganku tidak jauh dari umurku saat ini.

Fael—lelaki itu menatapku dengan tajam, aku ingin marah saat itu. Kenapa aku harus dipertemukan dengan lelaki dingin ini?

"Bukan mukhrim, Yah" Saut Fael dengan melanjutkan memainkan ponselnya. Aku terkejut dengan ucapnya, bukan sok religius tetapi aku paham, dia sama dengan sepertiku, sama sama menolak untuk dijodohkan.

"Maafkan Fael ya, Vera, dia emang begitu" Ucap Om Herry dengan nada malu—malu.

Aku menjawabnya dengan senyuman.

Ya.. Bodo amat, siapa juga yang mau sama cowo kek gitu anjir, ganteng kaga, gaada manis manisnya. Batinku

"Jadi kapan nih, acara pernikahan dilaksanakan? Akhir bulan bisa?" Tanya Papa dengan semangatnya.

What the fuck? aku membutuhkan dokter THT saat ini! apakah aku salah pendengaran? secepat itu?

"Wah boleh boleh" Saut Tante Rike. Aku menatap mama, papa, serta Om Herry yang hanya mengangguk kan kepalanya dengan semangat sembali menampakkan senyuman lebarnya itu.

Hnggg, aku tak bisa berkutik saat ini, buat apa aku disini? lalu ini yang nikah siapa? kenapa mereka semua yang sangat rempong untuk menyiapkan ini semua?
Ku arahkan pandanganku ke lelaki itu, Fael. Sama, dia tak bisa berkutik. Wajah kita sama, oh maksudku, ekspresi kita sama, panik.

**

13. 06. 2010

Suara burung berkicau meramaikan dunia, aroma pretikor yang sengat mengagumkan jiwa, membangunkan rasa syukur terhadap sang maha kuasa.

Wanita itu, Vera, sudah siap untuk melaksanakan kewajibannya.
Menggunakan baju yang nuansa tomboy membuatnya semringah seperti itu saat berada dihadapan kaca.

"Perfecto" gumamnya.

"Ma, Vera berangkat dulu ya"
"Gak sarapan dulu?"
"Enggak, takut macet" untuk mengakhiri perbincangan singkat ini, Vera berjabatan dan mencium tangan kanan mamanya dan langsung beranjak pergi untuk kuliah.

**

"Lo kenapa, Ver? kayak nya bête gitu?" Tanya sahabat Vera—Vanni, yang tiba-tiba muncul dihadapan Vera dari arah belakang dan duduk disamping sahabatnya itu.

"Gue akhir bulan nikah" Vera hanya menatap kedepan sambil mengayunkan kakinya. Pikirannya sangat gelisah untuk saat ini.

Vanni melototkan matanya, "Lo serius? Sama siapa? Lo kan jomblo" tanya Vannia yang kemudian ia lanjut dengan ejekan yang membuat Vera kesal.

"Sama anak temen papa gue. Namanya Fael" jawab Vera, untuk saat ini dia sangat malas untuk berbicara.

"HAHAHA! Habis ini lu jadi tante-tante cuy" Godanya. Vanni mengerti perasaan Vera saat ini, dengan itu, dia mencairkan suasana untuk Vera tidak terus-terusan merasakan gelisah. Dia sangat tahu dengan sahabatnya itu, Vera tidak akan mengeluh resah kalau benar-benar bukan masalah yang berat.

Vera menengok kearah Vanni sembari menatapnya dengan sinis, "Sialan lo".

"Yuk ah ke kelas" Ajak Vanni.

Vera pun mengangguk. Dan mereka bangkit dari bangku yang ada didepan kampus mereka. Untuk menuju ke kelas.

"Ver, hari ini kuis. Lo udah belajar?" Tanya Vanni yang duduk disebelah Vera dengan tangannya merogoh tas untuk mengeluarkan bukunya.

Vera menggeleng, "Nyentuh buku aja kaga. Gue lagi kepikiran terus." Vera mengacak-acak rambutnya, raut wajahnya sangat badmood.

"Yaelah, gak usah dipikirin. Gue yakin, pilihan orangtua lo itu yang terbaik buat lo. Jadi, lo tenang aja. Udah diatur sama Tuhan. Bisa aja kan, sekarang lo benci sama Fael dan besok besok nya lo suka sama dia"

"Heh! gak bakal itu mah, gue yakin, gue gak bakal jatuh cinta sama dia" Ucap mentah mentah dari Vera, tangannya membenarkan rambutnya dan mengikatnya kembali.

"Yaudah deh terserah lo ya"

Saat mahasiswa dikelas ini asik berbincang dengan teman-teman nya masing-masing, dosen pun datang memasuki kelas mereka. Mungkin dosen ini lah yang tidak diharapkan mahasiswa kelas ini untuk memasuki kelas mereka. Karena, setiap dosen ini masuk, pasti ada kuis mendadak. Dan itu yang membuat mereka semua malas dan tegang.

"Pagi" Sapa Dosen itu tersebut dengan menaruh buku-buku dan lembaran kertas putih ke meja dosen.

"Pagi" Serempak jawaban sapaan mahasiswa disini.

"Mungkin kalian berpikiran saya memasuki kelas ini akan ada kuis. Tapi saat ini tidak. Saya akan memperkenalkan dosen baru yang akan menggantikan saya, saat saya berada di Jerman selama 5 bulan"

"Laki pak? Masih muda gak, pak? Ganteng gak, pak?" Tanya salah satu mahasiswa disini. "Huuu" Serempak mahasiswa disini menyoraki Silvi, mahasiswa tadi.

"Iya, dosen kali ini masih muda, karena dosen kali ini diambil dari Universitas Indonesia yang kemarin mendapatkan penghargaan mahasiswa terpandai se Jabodetabek, dia muda muda udah S2, nggak ada apa-apanya sama kalian!"

Semua mahasiswa disini merubah wajahnya dengan raut wajah yang sangat kesal. Sinis.

"Oke, bentar, saya akan memanggil Dosennya dulu" Lanjut Pak Andi.

Pak Andi keluar dari kelas ini, untuk memanggil dosen baru untuk menggantikan Pak Andi selama di Jerman, mungkin itu yang membuat mahasiswa di kelas ini, bahkan di kampus ini merasa bahagia untuk mendengar informasi mengejutkan seperti ini. Sudah tidak ada kuis kuis mendadak yang memasuki raung pikiran para mahasiswa di kampus ini.

Vera pun mendekat ke telinga Vanni, "Eh, kira-kira siapa, ya? Kok gue penasaran, mantul ngga tuh dia cowo, pinter se jabodetabek. Jarang-jarang loh" Bisik Vera ke Vanni.

"Gue juga gak tau, Ver. Lihat aja habis ini" Jawab dengan nada pelan.

Dari pintu sudah ada dua sosok lelaki yang memasuki kelas ini—pak Andi dan Dosen baru itu.

Vera pun langsung terkejut saat melihat dosen baru itu, kedua tangannya mengucek kedua matanya, mencoba memastikan kembali bahwa lelaki itu, adalah...

....

Bersambung~Lalalala.... Penasaran? Jangan lupa vote dan komen kritikan yaa guyz:D

Smart HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang