Chapter Twenty Six - Confusion

Start from the beginning
                                    

Sam tidak berbuat apa-apa bukan karena ia tidak mau, namun memang tubuhnya yang terlalu terkejut membuatnya tidak dapat bergerak. Ia melakukan kesalahan besar, dan ia baru menyadarinya ketika Jace meneriakannya dalam diam padanya.

Sam merasa jantungnya akan keluar dari dadanya ketika suara Jace terdengar begitu keras, begitu jauh, dan... dingin.

"Lo tanya apa gue masih penasaran kenapa Stef menghilang?"

Sam merasa jantungnya berhenti berdetak. Ia mengembalikan pandangannya ke arah Jace yang sudah menatap ke arahnya. Tatapan Jace masih menampakan rasa takut, namun kali ini sesuatu mulai timbul bersama rasa takut di mata Jace.

"I don't. Karena gue tau jawabannya."

Jace memandang ke arah Sam untuk terakhir kalinya tepat di mata, mengakibatkan Sam mengepalkan tangannya dengan erat.

"Simply because he's a jerk. Just like you."

Itu dia.

Sam merasa ia akan mati.

Ia merasa akan mati ketika melihat kemarahan di mata Jace. Wanita itu kecewa, takut, dan marah padanya. Kombinasi apalagi yang bisa lebih buruk dari ini?

Sam menutup matanya ketika Jace membanting pintu flatnya dengan keras.

Setelah beberapa menit terpaku pada tempat terakhir kali ia melihat Jace, ia menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa. Ia mengangkat tangan kanannya ke arah kepala untuk memijit pelipisnya yang sakit sambil menghela napas.

Mungkin.

Jace mungkin mempermainkannya. Jace mungkin menggunakannya sebagai alat balas dendam.

Namun tidak semua kemungkinan benar, bukan?

Sam dibutakan oleh emosinya. Ia bahkan tidak membiarkan Jace menjelaskan semuanya dan terus berasumsi buruk. Mengakibatkan wanita itu pergi dengan sakit hati.

Astaga, Sam berjanji untuk menjaganya dan tidak membiarkan seorang pun menyakitinya. Dan itu harusnya termasuk dirinya.

Dengan mata yang masih terpejam, otak Sam kembali mengulangi kejadian tadi dengan lambat.

Ketika mata Jace memancarkan kekecewaan, ketika mata itu menampakan ketakutan. Tunggu dulu.

Jace takut padanya.

Bahkan saat ia pertama kali bertemu dengan Jace, wanita itu seperti siap lari dari hadapannya kapan saja. Mana ada orang yang takut kepada objek balas dendamnya ketika balas dendam sudah ada di otak orang itu?

Mungkin ia merencanakan balas dendamnya setelah itu.

Sam mengutuk suara di kepalanya yang menyudutkan Jace.

Namun tidak, Jace masih siap lari setiap ia berada di dekatnya. Wanita itu tetap takut pada Sam, meskipun ia melihat rasa takut itu semakin menghilang semakin bertambahnya hari ia mengenal Sam.

Ketika Sam menyatakan perasaannya, rasa takut Jace kembali terlihat. Bahkan semakin besar.

Jace takut padanya.

Tidak.

Sam membuka matanya dan menegakan posisi duduknya dengan cepat ketika menyadari hal ini.

Pada malam itu, rasa takut Jace memang kembali. Bahkan semakin besar.

Namun bukan rasa takut pada Sam atau perasaan Sam yang semakin membesar. Jace takut pada perasaannya sendiri.

Sam mengerti sekarang. Rasa takut Jace pada perasaannya karena pernah dikhianati, dipermainkan, ditinggalkan, dinomor duakan. Jace tidak menginginkan itu semua.

Number One (completed)Where stories live. Discover now