Alexander membuang nafas lalu menatap ku "kau sedang kuliah, Chloe" ucapnya singkat

"Jadi? Itu tidak pernah menghentikan mu sebelumnya" balas ku mengangkat bahu

"Aku melakukan pekerjaan ku, Chloe. Kalau aku mengajak mu ke setiap pekerjaan jauh ku, kau tidak akan pernah memasuki kelas mu, yang berarti aku membayar percuma" aku masih berharap biaya kuliah ku ditanggung oleh orang tua ku, tapi Alexander baru saja memastikan kalau orang tua ku, ibu ku, sudah melepas ku sepenuhnya. Sungguh aku tidak ingat kapan terakhir aku berbicara pada ibu ku, aku rasa saat pemakaman ayah ku.

"Kau seharusnya senang, Chloe" ucapnya mengembalikan ku ke dunia nyata "aku sering pergi berarti kau lebih sering mendapatkan waktu bebas tanpa ku, terutama saat kau memiliki pria yang kau harap menjadi pacar mu itu" lanjutnya berjalan melewati ku "dan selama aku pergi, jangan kau sekali-kali mencoba memasuki kamar ku, karena percayalah, aku akan tahu kalau kau mencobanya"

Entah kenapa, aku tahu kalau apa yang ia katakan lebih dari hanya sekedar omong kosong dan ancamannya itu berbobot lebih dari hanya sebuah ancaman. Jadi sebaiknya aku mendengarkan apa yang ia katakan pada ku dan tidak mencoba melakukan sebaliknya. Siapa yang tahu apa yang bisa ia lakukan kalau aku melanggar?

Hari selanjutnya, saat aku terbangun, Alexander sudah berangkat, dia meninggalkan ku sebuah note di bar sarapan yang mengatakan demikian dan ulangan dari ancamannya kemarin, selain itu dia juga meninggalkan ku sebuah kartu kredit dengan nama ku tertera disana. Baiklah kalau begitu.

Seperti selalu, aku meminum susu sebelum aku berangkat menuju kampus, tapi sebelum aku keluar pintu depan, aku kembali terpikir dengan ancamannya dan kamarnya. Apa aku harus memeriksa apakah ancaman yang ia katakan kemarin adalah ancaman kosong atau bukan? Aku sungguh tertarik untuk tahu apa yang ia sembunyikan dalam kamarnya. Melihat jam tangan ku, aku masih memiliki waktu 15 menit sebelum waktunya aku harus benar-benar berangkat agar tidak terlambat memasuki kelas pertama ku. Jadi aku mengambil kesempatan ku dan membuka pintu kamarnya, tapi ternyata, pintu kamarnya terkunci. Dia pasti sangat ingin menyembunyikan sesuatu di dalam sana sampai harus mengunci kamarnya, aku penasaran apa...

Aku kembali melewati bar sarapan dan membaca notenya di bagian dia mengulang ancamannya

Remember, you only have access to the living room, tv room, kitchen, and your room.
You can't bring anybody to our apartment, not even Abigail, and especially not your hope-soon-be-boyfriend or that asshole Denov.
Do not lie, I know you're friends with him again.

Lalu barulah saat itu aku sadar, apartemen ini memiliki 3 kamar. 1 adalah miliknya, 1 milik ku, lalu 1 kamar tidak dipakai. Aku tidak boleh masuk ke kamarnya, jadi sisa dua, jelas sekali aku boleh memasuki kamar ku, lalu sisa satu. Yang membuat ku bertanya, kenapa aku tidak diperbolehkan memasuki kamar itu? Alexander tidak mencantumkan kamar itu di list tempat yang boleh ku datangi, apa dia lupa? Atau apakah ia menyembunyikan sesuatu juga di kamar itu?

Saat aku mendatangi kamar itu dan mencoba membuka pintunya, lagi, aku menemukan pintunya terkunci. What the hell? Apa yang tepatnya ia sembunyikan dari ku di dalam kamar itu? Kenapa sebuah kamar kosong dikunci olehnya? Aku ingin menyelidikinya lebih lanjut, tapi saat aku melihat jam di tangan ku, aku menemukan aku telah terlambat 3 menit dari waktu aku seharusnya berangkat. Sial! Aku akan terlambat 15 menit saat aku sampai nanti!

👻👻

Aku merasa seperti wanita genit yang hanya berteman dengan pria. Kenapa? Well, biar aku ceritakan ceritanya.

Jadi, kau tahu aku punya cafe langganan yang biasa aku datangi setiap pagi dimana aku menemui Denov disana? Well, hari ini, karena aku terlambat, Denov sudah pergi menuju kelasnya, tapi ia cukup baik hati untuk membuat sang barista menyisihkan minuman untuk ku yang tinggal ku ambil tanpa menunggu. Saat jam selesai kelas, Denov menemui ku dan bertanya mengapa aku tidak di cafe pagi ini, dia menebak sesuatu yang berkaitan dengan "pacar" ku, yang dengan segera aku membenarkannya agar tidak memperpanjang masalah dengan mengatakan bus ku terlambat datang.

Keesokan harinya, sama seperti biasa aku menemui Denov di cafe, sang barista menjuluki kami 'The Morning Pair' sejak kita selalu bertemu disini, selalu, setiap hari. Yang membuat hari ini berbeda adalah hari ini, aku membawa Kai ke cafe langganan ku setelah kelas kita berakhir, saat itu, sang barista masih pria yang sama dengan yang tadi pagi, dan sungguh aku tidak bisa tidak menghiraukan bagaimana ia menatap ku seolah aku telah berselingkuh dengan Kai. Apa dia berpikir aku pacar Denov? Dari tatapannya sepertinya ya. Dan saat ia berbicara pada ku dengan kalimat sarkastis, saat itulah aku merasa bagaimana saat ini aku merasa. Sungguh, aku bukanlah wanita itu, aku hanya tidak begitu pandai mencari teman.

Saat kita keluar dari cafe, aku berpura-pura tidak terganggu dengan komen sarkastis sang barista dan barulah sesaat setelah Kai tidak lagi melihat ku, aku mulai menangis. Sungguh, aku bukan biasanya jenis yang mudah menangis dan sensitif, tapi entah kenapa, kali ini komen simple itu bisa menyentuh sisi sensitif ku. Ada yang salah dengan ku...

Di hari ketiga, telepon masuk membangunkan ku dari mimpi indah yang tak bisa ku ingat. Saat aku melihat caller IDnya, aku melihat nama Alexander tertulis disana, dengan malas dan suara serak aku mengangkatnya, karena jika tidak, dia akan terus menelpon sampai aku mengangkatnya, yang mana pun yang ku pilih, pada akhirnya akan sampai pada ku yang mengangkat telepon tersebut

"Ini jam 2 pagi kau tahu" ucap ku serak

"Maaf, tapi ini penting" ucapnya singkat dan hampir panik

"Apa?" Tanya ku malas

"Skye kecelakaan, kau pergi ke St. Moritz karena aku jelas sekali tidak bisa kesana untuknya" jelasnya cepat

"Bagaimana itu bisa terjadi?" Tanya ku sambil bangun dari kasur untuk bersiap

"Apa kau sedang barsiap-siap?" Tanyanya

"Ya..." Jawab ku menggumam "so?"

"Hari ini peringatan kematian Max" balasnya benar-benar datar "dia selalu berada di titik terburuk hari ini" lanjutnya "tahun lalu ia terjatuh dan kakinya patah"

"Okay" balas ku "bagaimana aku akan sampai di St. Moritz pada jam seperti ini?"

"Tidak bisa kah kau menyetir?" Tanyanya bingung

"Aku tidak pernah harus" balas ku datar

"Kau pasti bercanda" ucapnya tak percaya dan aku hanya diam "pergi dengan taksi. Telepon aku lagi saat kau sudah sampai disana" lalu ia menutup teleponnya. Bajingan.

Saat aku sampai di rumah sakit, aku langsung mencari informasi tentang Skye. Pada awalnya aku sempat salah menyebutkan namanya, alih-alih menyebutkan Cayline, aku menyebutkan Skye, pantas saja tidak ada. Setelah aku mendapatkan informasinya, aku segera menghubungi Alexander dan memberi tahunya aku telah sampai dan mendapat informasi tentang Skye. Dia menyuruh ku untuk memberikan HP ku kepada Skye karena ia ingin berbicara padanya, aku memberi tahunya Skye sedang tidur dan aku bahkan tidak boleh menjenguk karena saat ini bukan jam besuk, lalu ia menyuruh ku untuk memberikan HP ku kepada suster shift malamnya. Tak lama kemudian, di suster mengembalikan HP ku dan mempersilakan ku masuk ke kamar Skye. Aku penasaran apa yang Alexander katakan padanya..

Saat aku didalam kamar Skye, aku melihat Kellen menemani disana, dia tidak tidur. Saat ia melihat ku datang ia langsung tersenyum dan mendekati ku

"Hey, Chloe" sapanya lalu memeluk ku

"Kenapa kau masih bangun, Kellen?" Tanya ku penasaran

"Seseorang harus menjaga mama" ucapnya menoleh pada Skye

"Skye sedang tidur, apa aku harus membangunkannya?" Tanya ku pada Alexander yang masih di telepon

"Berikan HP mu ke Kellen" ucapnya singkat

Alexander dan Kellen berbicara untuk beberapa saat di luar ruangan sebelum akhirnya Kellen mengembalikan HP ku sambil menyampaikan pesan dari Alexander untuk ku, dia bilang Alexander mengatakan aku sungguh harus belajar bagaimana cara mengemudi. Dasar Alexander pria konyol.

Setelah itu, aku menunggu di kamar Skye sampai ia terbangun. Kali ini Skye menabrakkan mobilnya ke sebuah tiang telepon, ia mengaku kalau ia sedang mengantuk. Kellen, yang selama ini duduk di belakang ku, tidak mengatakan apapun, sepertinya ia sudah tahu dan terbiasa dengan hal ini, seolah-olah ini bukan lagi kejutan untuknya. Tapi bukankah Alexander mengatakan "selalu" tadi di telepon?

Baru setelah jam 6 aku kembali ke apartemen, aku merasa kurang istirahat, tapi tak apa, sekali-kali aku berkorban untuk orang lain, tak sering aku mendapat kesempatan seperti itu.

The Secret Life of The Loveable Daughter (The Secret Life Series #3)Место, где живут истории. Откройте их для себя