"Vino, Kez," teriak Andre.

"Si Monyet! Lempar batu sembunyi tangan." Vino memiting sembari menjitak kepala Andre gemas. Saat Vino lengah, Andre mengambil handphone-nya yang kini tergeletak di karpet.

"Kezia, tolong! Gue dianiaya sama Vino. Ini KDRT. Please, hentikan semua ini! Aku tak sanggup!" ujar Andre dramatis. Vino melotot lantas mengambil handphone-nya dari genggaman Andre.

"Beb, sumpah tadi yang ngomong si Andre," ujar Vino seraya melangkah ke arah balkon.

"Prihatin gue ngeliat lo berdua," ujar Radit sebelum akhirnya merebahkan tubuhnya di karpet berbulu halus itu.

"Siapa?" tanya Aldi.

"Elo sama Vino-lah. Ngurusin satu cewek aja ribet banget."

"Lo belom aja ngerasain, Dit. Nanti juga tiba saatnya, di mana lo ngerasain kayak apa yang gue sama Vino rasain," ujar Aldi. Radit bergidik ngeri. Seumur-umur ia tidak pernah membayangkan akan jatuh dan terikat pada satu makhluk menyebalkan bernama wanita.

"Ih, jangan sampe deh! Sampai sekarang aja gue nggak ngerti jalan pikiran cewek. Kezia yang suka ngambekin Vino gara-gara hal sepelelah, Letta yang tiba-tiba nampar Aldi-lah, dan cewek-cewek lainnya yang hobi banget belanja baju padahal udah nggak ada celah lagi di lemari bajunya. Semua perilaku aneh mereka tuh nggak ada yang gue ngerti," ujar Radit.

"Cewek emang begitu, sulit tapi ingin dimengerti," celetuk Andre. Keduanya mengangguk setuju pada pemikiran Andre barusan.

"Tapi ya, Ndre, Letta tuh emang udah keterlaluan. Gue udah kepalang kesel lihat kelakuan Letta tadi. Kalau gue jadi lo mah mending gue jauhin. Apa-apaan cewek kayak begitu. Nggak tahu diri banget. Nggak bisa ngehargain usaha orang lain. Masih untung ada yang mau sama dia. Kalau nggak bahagia mah lepasin," ujar Radit kesal, mengulangi kata keramat yang selalu ada di benaknya, 'Kalau nggak bahagia mah lepasin!' Andre melotot, mengisyaratkam Radit untuk diam. Radit yang tak terima langsung berdecak sebal, lalu membuang muka menatap televisi yang sedari tadi menonton mereka.

"Pasti ada alasan yang logis kenapa Letta ngelakuin itu, Di," ujar Andre. Aldi tertunduk sejenak. Tiba-tiba ingatannya kembali ke saat di mana Letta melemparkan bom ke arahnya.

Salah rasanya jika gue memulai hubungan baru dengan perasaan kayak gini. Dan kalaupun gue mau, itu pun bukan sama lo. Karena apa? Kelakuan lo sama Raka itu sebelas dua belas!

"Karena gue sebelas dua belas sama Raka," lirih Aldi. Andre menatap Aldi lekat. Wajahnya sendu dengan mata yang jelas mengisyaratkan jika cowok di hadapannya sangat terluka.

"Emang gue seberengsek itu?" tanya Aldi.

Andre terdiam sebelum akhirnya menjawab, "Bisa dibilang begitu." Jawaban Andre yang sangat jujur membuat hati Aldi makin mencelos. Bahkan Radit sampai mengalihkan pandangannya menatap aneh ke arah Andre.

"Tadinya. Sekarang lihat diri lo! Bahkan setelah kenal Letta, gue nggak pernah tuh liat lo main cewek lagi," lanjutnya.

Aldi terpaku menyadari satu hal. Ternyata selama ini gue nggak sadar, sudah sejak awal gue jatuh cinta sama lo, Let.

"Tapi itu semua nggak akan ngerubah pandangan dia terhadap gue," ujar Aldi lesu.

"Jangan nyerah, Di. Semua yang udah lo lakuin, yang udah lo usahain, yang udah lo perjuangin mati-matian, pasti suatu saat bakal terbayar." Andre menepuk bahunya, memberi dorongan semangat kepada sahabatnya itu.

***

Tok! Tok! Tok! Tok!

Sudah satu jam suara ketukan itu mengganggunya. Satu-satunya alasan mengapa Letta kini menenggelamkan kepalanya di balik bantal pink Hello Kitty kesayangannya.

I'm YoursWhere stories live. Discover now