Hancur

2.3K 112 0
                                    

Kugunakan sepenuhnya waktu perpisahan itu, untuk menyadari cintaku padamu yang terlambat ku sadari. Tanpa ku tahu, disisi lain, ternyata kau sedang berusaha mengobati luka yang kuberi dengan mencari orang baru.

Dua minggu setelahnya. Runtuhan hatinya berantakan tak terisa. Selepas subuh, wanita itu terduduk sedih di lantai kamarnya yang dingin.

Ali-ku. Ali-ku yang ku sayangi namun tak pernah kusadari. Ali-ku yang pemarah namun penyayang. Ali-ku yang selalu kesal jika aku membandel. Ali-ku yang selalu berusaha mati-matian melindungiku. Ali-ku yang kini entah dimana. Ali-ku yang sedang berbahagia bersama wanita lain.

Benar kata Akhwat itu, memang terkadang wanita lebih suka dibohongi. Karena kejujuran itu, simalakama. Sakit di kedua sisi. Namun kalau menyangkut Ali, rasanya ia rela dibohongi selamanya. Daripada harus mengemban luka baru. Sendirian.

Kalau ia bisa memilih sekarang, Ia menyesal sekali bertemu dengan Ali di senja itu. Tak sedikitpun melampiaskan rindunya. Tak sekecilpun menyuarakan cintanya. Malah membuka lebar-lebar luka lamanya dan menabur garam disana. Luka baru tercipta bahkan saat luka lama tak mampu untuk disembuhkannya.

Mata sayu Aira menatap koper besar yang tergeletak di atas kasurnya. Dadanya seperti terhimpit beban yang berat. Jika ia tinggal, ia akan hidup dengan bayang-bayang Ali hidup bersama wanita lain. Karena percayalah, lebih baik kehilangan Ali ribuan kali, daripada harus menyaksikan Ali bersama perempuan lain.

Tapi, Jika Ia pergi, Bagaimana dengan abah dan nenek?

Tangisnya pecah mengingat dua orang renta itu. Hidup mereka tak lama lagi. Pantaskah jika ia membebani mereka dengan kesedihannya yang tak seberapa dibandingkan dengan pengorbanan mereka untuk merawatnya sedari kecil?

Ah... Aira menumpukan tangannya di wajahnya. Ia menangis keras dan beristighfar pilu.

YaaAllah YaaRabbi berilah hambamu ini jalan yang Engkau kehendaki.

Bisakah semuanya kembali pada masa-masa dimana tidak ada hal seperti ini berlangsung?

Ia hanya ingin tidur, meringkuk dan melihat dunia lebih cerah dari adanya. Dimana semua yang ia rasakan hanya fatamorgana saja. Tak harus sesak dan berat seperti ini dimana hanya sakit yang ia rasakan.

Ia luruh di lantai. Mengingat wajah Ali saat mengucapkan kabar yang layaknya tsunami baginya. Penuh sesal, seakan berkata. 'Mengapa baru sekarang, Ra?'

Namun waktu. Waktulah yang perlu disalahkan. Orang berkata, Mengapa manusia harus menbuat jam ketika kesedihan dan kesenangan datang tak pernah tepat waktu.

Ia tak kuat. Membayangkan Ali bersama wanita lain. Berdiri di pelaminan, berbahagia, lalu mempunyai anak-anak lucu. Sementara ia hanya bisa menatap miris dan berkata, Seharusnya yang berdiri disamping Ali, itu Dirinya!

Tangis Aira terdengar begitu pilu. Hingga membuat dua raga renta yang mengintip di balik bilik kamar ikut menanggung sedih. Nenek menangis hingga membasahi kerudungnya. Ia membekap mulutnya menahan isakan yang keluar. Sementara Abah, Mata laki-laki itu menyiratkan kepedihan yang sama dalamnya. Melihat cucu satu-satunya sedih tak tersisa.

Nenek masuk, menghambur kepelukan Aira. Aira hanya bisa balas memeluk tanpa mengatakan apapun. Tangisnya makin kejar. Ketakutannya menjadi nyata, Nenek dan Abah harus ikut menanggung sakitnya.

"Pergi... Pergilah, Ra.. Kejar bahagiamu jika yang kau temukan disini hanya kesedihan. Tak usah kau cemaskan kami. Kami sudah tua. Cukup kebahagiaanmu, itu saja sudah lebih cukup bagi kami." ujar Nenek terisak.

"Nek..."

"Aira..." serak kakek dari ujung pintu, "Hal terakhir yang kami inginkan adalah melihatmu sedih. Cukup kau bahagia dan doakan kami yang sudah tua ini saja, itu cukup. Pergi. Pergilah, nak."

Aira menatap dua mata yang kian merenta itu bergangtian. Keyakinan seperti menyerang dadanya. Tak luput dengan kesedihan, Membayangkan harus meninggalkan Abah dan Nenek seorang diri di Jakarta yang keras.

Tapi, bukankah itu hidup? Ditinggalkan atau Meninggalkan. Konsekuensi diantara keduanya, memang berat. Namun harus.

Kegigihannya sudah mantap.

Nenek, Abah.. Terimakasih atas waktu-waktu manis yang pernah rela kalian bagu untukku. Takkan kulupakan. Sayangku kepadamu, lebih dari impianku untuk bahagia.

Daun yang Gugur Senja Kemarin [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang