Tentang Kami dan Senja

8K 185 9
                                    

Lamanya kebersamaan itu tidak menjamin bahwa akan ada kamu dihidupku keesokan harinya. Jadi kujadikan hari ini, sebaik-baiknya 'Calon Kenangan' bersamamu.

Senja itu, Angin berdesir pelan. Menerbangan dedaunan yang sudah gugur dimakan usia. Angin disenja itu membuat menggigil. Jakarta sore yang jauh dari kata damai. Tapi langit mengatakan hal lain. Di atas sana, semburat jingga muncul terhalang dengan awan yang menghitam. Hanya ada beberapa burung yang bersiap pulang ke sarangnya. Dan bulan sepotongpun muncul dengan banggannya,seperti berkata, "Aku tak pernah terlambat!"

Sementara Humaira Azzara, atau biasanya dipanggil Aira, masih duduk di halte. Matanya jelalatan menengok kesana kemari, menunggu batang hidung orang yang sedang ditunggu untuk nampak. Menunggu temannya, Ali. Bukan teman sih, Ibaratkan Indomie, Ali itu mie pake telor, bakso, kornet, ayam, udang, sawi dan rawit. Paket lengkap. Atau bisa dibilang sahabat.

Biasanya, Ali yang nungguin Aira tiap sore sehabis Ia menghadiri pengajian. Cowok itu, meskipun punya banyak kecengan, tapi tetap saja selalu menjadikan Aira prioritas nomor satu. Selalu Aira. Aira pulang, Harus Ali yang jemput. Aira sakit, Harus Ali yang nemenin. Aira mau pergi jauh, Harus ada izin dari Ali. Pokoknya, cowok itu over protektif. Disaat semua cewek bakal ngerasa sebal karena diperlakukan seperti itu, padahal statusnya cuma 'Sahabat'. Aira justru menikmatinya. Ia merasa aman.

Banyak temannya yang bilang, Kalau Ali tuh over, Kalau Ali itu kayak bodyguard aja, tapi Aira gak pernah mau ambil pusing. Yah, emang sih mereka ngomong begitu ada alasannya. Ali itu orangnya galak kalau udah marah. Pernah waktu itu, teman-temannya, si Dini dan Fira, diomeli habis-habisan karena mengajak Aira nonton konser sampai jam 10. Mereka yang ngelihat Ali sudah kayak kesetanan, cuma bisa mati kutu. Baru deh, keesokannya, mereka memprotes kedongkolannya. Tapi kepada dirinya, Bukan Ali.

Tapi Aira hanya tersenyum simpul mendengarnya, Karena ia tahu Ali. Cowok paling sabar yang pernah ia kenal. Hanya satu yang bisa mengusik seorang Ali. Yaitu, Keamanan dirinya. Setikdaknya itu yang ia tahu.

Tapi,entah kenapa,senja ini, tidak seperti bulan di atas sana, cowok itu telat. Dan ponselnya pun tidak bisa dihubungi. Gadis dengan kerudung lebar berwarna hijau pastel itu mulai cemas. Kemana cowok dengan lesung pipit sebelah kanan itu?

Sudah dua puluh menit, batin Aira gemas. Baru saja ia beranjak berdiri, berniat mau naik bis saja. Suara motor yang akrab dengan telinganya terdengar dibelakangnya.

Aira memandang Ali dongkol, Cowok yang ditatapnya meringis, merasa bersalah. "Maaf telat Airaku yang cantiik tik tik tik, ITIK!"

Aira mencibir tak menanggapi, "Kemana aja sih? Udah mau maghrib tau," omel Aira sambil menaiki motor Ali. Jaga jarak tentunya, bukan mukhrim. Ia duduk dengan posisi miring, sambil pegang jok biar gak jatoh.

"Habis antar orang juga. Ckck, udah persis ojek banget ya gue." Gumam Ali sambil menyalakan mesin.

Motor itu menembus jalanan Ibu kota yang lumayan macet, karena ini jamnya orang pulang kantor.

Ali habis antar orang? Siapa? Kok bisa terlambat gitu. Penasaran, biasanya juga harus jemput Aira dulu, baru yang lain.

"Antar siapa, li?" tanya Aira, penasaran.

"Kepo kan luu," Canda Ali. Lalu mengaduh kesakitan saat punggungnya dicubit Aira.

"Sakit tahu. Sadis banget jadi cewek. Mana ada yang mau ntar,"

Iih! Ali mulai deh bahas-bahas soal itu. Bikin jadi bete. Sebel! Dia gak tahu apa, wanita yang gak pernah deket sama cowok bakal amat sensitif kalau dibicarain masalah itu?

"Gue tadi abis anter awewe, Cantik euy. Lumayan, kan? Kan?" tanya Ali. Bibirnya mengulum senyum, matanya bersinar.

Hmm, Si Ali. Kapan sih cowok ini berubah? Ibadah sih iya, Baca Quran juga iya, tapi maksiat tetep jalan. Kalau bukan sahabatnya dari SMP, mana mau Aira punya teman macam dia.

"Taubat,Li. Taubat." gumam Aira.

"Loh? Kok kesannya salah ya gue? Kan gue jatuh cinta. Dan cinta itu juga pemberian dari Allah, kayak yang lo bilang. Masa iya harus gue sembunyiin?" ujar Ali mulai memberikan argumen. Kalau sudah begini, susah kelarnya.

"Li, denger gue ya......"

Dan senja itu, Aira mulai memberikan argumen yang berdasarkan Dalil dan Hadits. Kalau dijabarkan, sesak rasanya. Tapi, Ali, dengan sabar mendengarkan. Tidak seperti orang lain, yang akan mencaci Aira dengan ceramahnya dengan sebutan, Lebay! Ekstrimis! Sok suci!

Cowok itu beda. Ia mendengarkan. Dan dari mukanya, Entah bagaimana, Aira merasa, Ali mengerti.

Daun yang Gugur Senja Kemarin [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang