Dua

7.3K 568 56
                                    

"Iqbal, Sekarang kamu sudah bisa kembali ke kelas,"

"Aduh, pak, gimana sama cewek ini? Di uks kan lagi nggak ada orang. Gimana kalo dia butuh sesuatu terus nggak ada yang nolongi? Kan lebih baik saya aja yang jagain. Saya juga lagi di hukum,"

Firha masih berusaha memejamkan matanya sambil mendengar berdebatan singkat antara Pak Adrian dengan murid yang bernama Iqbal itu.

Lama tak terdengar suara Pak Adrian, tapi berselang beberapa detik kemudian, Firha mendengar derap langkah yang kemudian kian menjauh.

"Lo udah bisa buka mata,"

Sepertinya itu sebuah perintah untuknya. Jadi tanpa berlama-lama, Firha segera membuka matanya lalu mengerjap selama beberapa kali, baru setelah itu dia mengedarkan pandangannya.

Benar bahwa sekarang dia berada di UKS.

"Soal tadi, sori," kata lelaki yang bernama Iqbal. Lelaki itu sedang duduk di ujung tempat tidur, tepatnya di dekat kaki Firha. Bola mata hitamnya memandang pada Firha dengan penuh selidik. "Lo juga pasti keselkan lama-lama disitu, daripada entar lo pingsan beneran mending 'berpura-pura'" Iqbal bangkit dan berjalan ke meja kecil yang ada di dekat kepala Firha untuk mengambil tasnya.

Firha mengangguk entah untuk apa. Bola mata cokelatnya bergerak mengikuti pergerakan Iqbal yang tengah membenahi diri. Haruskah dia mengucapkan terima kasih? Tapi untuk apa? Karena Iqbal telah membebaskannya dari hukuman sialan itu? Tapikan Iqbal sudah bertindak kasar padanya. Sekilas Firha melirik pergelangan tangannya yang agak memerah. Tapi lelaki itu sudah minta maaf.

Disaat pikirannya sedang mendebatkan sesuatu yang tidak terlalu penting, sisi lain pikirannya malah terfokus pada sosok Iqbal yang kini sedang fokus pada ponsel. Iqbal lebih tinggi darinya, mungkin jika Firha mensejajarkan dirinya dengan lelaki itu, Firha hanya setinggi telinga. Pada seragam sekolah Iqbal tak ada nametag dan simbol kelas, bajunya juga tidak di masukan dalam celana. Kalau sudah seperti itu sih, pasti lelaki ini adalah murid-murid yang sukannya bikin onar. Tapi kok rasanya Firha sangat asing ya dengan lelaki ini? Dan satu lagi, ada bekas memar tak terlalu kentara pada wajah Iqbal.

"Gue mau cabut duluan, lo nggak pa-pa kan gue tinggal sendirian?" tiba-tiba Iqbal mengangkat wajahnya dan menatap Firha dengan sikap minta persetujuan. Firha segera mengangguk spontan dan tanpa menunggu lama sosok Iqbal telah menghilang.

*

Sekitar jam sembilan Firha baru menginjakkan kakinya di kelas X-1-kelasnya. Belum sempat dia menghirup aroma kelas tercintanya itu, terdengar suara pekikan dari...ah sudahlah.

"Omaigat! Firha! Lo darimana aja, kenapa lo baru masuk jam segini?!" Salsha berteriak histeris. Dia menghela napas sebelum melanjutkan kehisterisannya. "Oke, lo nggak usah jawab karena gue udah tau lo tadi di hukum sama si Asep gara-gara telat, dan..," ada jeda, Salsha menelan ludahnya sebelum meneruskan ucapannya yang lagi-lagi terputus. "LO PINGSAN! Omaigat! Kenapa lo bisa pingsan? Emangnya tadi pagi lo kagak sarapan? Terus.., gue denger-denger lo di tolong sama Iqbal?" Ada binar di mata Salsha saat menyebutkan nama lelaki itu. Jangan bilang kalau gadis ini...

"Gue cuma pura-pura pingsan," jelas Firha sambil berlalu ke mejanya.

Bella dan Salsha saling melempar pandang sebelum akhirnya menyusul Firha.

"Apa?! Lo ngomong apaan sih, Fir? Gue nggak ngerti deh!" Suara Salsha naik dua oktaf.

"Nggak usah teriak-teriak berapa, nyet?!" Aldi yang berada di meja paling belakang berteriak kesal pada Salsha. Tapi Salsha hanya balas melotot tanpa ada embel-embel ingin membalas perkataan lelaki itu.

Firha sudah duduk di tempatnya. Di susul dengan Salsha yang duduk di sebelahnya sedangkan Bella duduk di meja depan mereka.

"Ya, gue cuma pura-pura pingsan," jelas Firha sekali lagi. Detik berikutnya dia menggeser pandangannya ke Bella. "Tas gue?"

EverythingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang