"Dirumah," jawab Bella singkat. "Terus gimana ceritanya lo bisa punya ide kayak gitu?"

Firha memutar bola matanya, dia pikir Bella tidak terlalu minat dengan insiden yang dia alami satu jam yang lalu itu.

"Bukan gue, tapi si Iqbal," detik itu juga sepasang bola mata Bella dan Salsha membulat. "Gara-gara dia tangan gue jadi sakit nih," Firha menunjukkan pergelangan tangannya yang sudah tak memperlihatkan bekas kemerahan lagi. "Ngomong-ngomong, dia itu murid baru ya? Kok kayaknya gue asing banget sama dia? Atau guenya aja yang nggak merhatiin sekitar," tanya Firha yang blangsung mendapat anggukan antusias dari Bella dan Salsha.

Suara derap langkah dari luar yang semakin mendekat membuat obrolan mereka terhenti, begitu juga dengan segala keributan yang ada di kelas ini. Di mulut pintu, muncul sosok wanita cantik dengan siluet kejam yang seolah membuat para pria sebayanya putus asa.

"Males banget gue," Salsha mengumpat pelan. Siapa lagi kalau bukan untuk Bu Esti-guru Bahasa Inggris, yang beberapa hari lalu dengan santainya menceritakan kencan Salsha dengan seorang lelaki di kelas ini. Tentu saja pada hari itu Salsha dibuat malu sekaligus ingin menangis, sampai akhirnya dia memutuskan untuk tidak masuk esok harinya yaitu kemarin.

*

"Aldi!!!" Suara teriakan yang cukup untuk membuat telinga satu kelas berdenging itu kembali terdengar saat Aldi merampas bolpoin milik Salsha, dan dengan gampangnya di lempar sampai keluar kelas.

"Nggak usah teriak-teriak, nyet!"

Salsha yang sedang mencatat materi di papan tulis itu pun naik pitam, pasalnya dia tidak tahu apa salahnya dan tiba-tiba malah mendapatkan perilaku seperti ini.

"Maksud lo apaan coba main lempar-lempar pulpen gue?! Lo nggak liat gue nyatet?!"

"Bukan urusan gue! Siapa suruh lo pake acara ngadu sama Bu Indri kalo tadi pagi gue nggak piket! Gara-gara lo sepulang sekolah gue di suruh bersihin toilet!"

Garis kekesalan di wajah Salsha di gantikan dengan seberkas kesenangan yang cukup kentara, dua detik berikutnya gadis itu tertawa lebar.

"Mampus! Siapa suruh tadi pagi lo kagak piket. Lo pikir gue babu lo apa,"

Aldi menggertakan giginya sambil menatap tajam Salsha, berharap dengan begitu gadis ini bisa takut. Tapi ekpresi menantang di wajah Salsha seolah menjawab gertakkannya barusana kalau dia gagal menakut-nakuti gadis itu.

"Oh, jadi lo nantangi gue?" Aldi sedikit mencondongkan wajahnya dan langsung di tolak oleh Salsha.

"Nantangi elo? Hel to the lo, sebelum emak lo ngebrojoli elo, gue udah ngibari bendera perang sama lo duluan, arraseo?!"

Aldi tersenyum kecut. "Nggak usah sok korea deh lo, muka item lo itu nggak cocok!"

"Oh ya? Terus gue peduli?" Meskipun suara Salsha terdengar santai, tapi ekspresi wajah gadis itu sudah sangat berapi-api, itu semua karena ucapan Aldi yang menyinggung soal dirinya yang 'hitam'.

"Urusan lo, melon doang lo gedein!" Sahut Aldi pedas.

Mata dan mulut Salsha menganga lebar. "Anjir! Nggak usah sok kecakepan deh lo, dasar sipit item! Lo pikir punya lo gede apa!" Kalau suara Salsha sudah setinggi ini berarti peperangan sesungguhnya akan dimulai sebentar lagi.

Murid-murid yang lebih memilih menghabiskan waktu istirahatnya di kelas langsung menjauh dari keduanya begitu mendengar tanda peringatan dari Salsha. Semua murid lelaki di kelas ini tidak akan ada yang berani mendekat pada Salsha kecuali Aldi kalau keadaannya sudah seperti ini.

"Mulut lo kayaknya perlu di sekolahin!"

"Eh, setan, nggak usah banyak omong ya lo, kalo berani sini lo," entah sejak kapan Salsha sudah naik ke atas meja sambil menggulung lengan bajunya yang memang sudah pendek.

EverythingWhere stories live. Discover now