My Prince Dicky In an Army Jeep

3.8K 301 5
                                    

"Oke!! Aku akan keluar ke jalan." bentak Nora di telepon sebelum ia berjalan dengan kesal ke arah gerbang. Bukan salahnya rumah-rumah di sini begitu besar dan tampak sama dan memiliki pagar tinggi yang menghalangimu melihat ke dalam pekarangan mereka. Mungkin mereka tak ingin privasi mereka diganggu oleh tetangga yang ingin selalu ikut campur, atau hanya karena mereka memiliki cukup banyak uang untuk memiliki rumah seperti ini.

Nora memutar matanya. Ia menyapa petugas keamanan di pintu gerbang dengan anggukan singkat dan sedikit senyuman. Ia menghentakkan kakinya di trotoar sebelum akhirnya berhenti. Ia mengeluarkan ponsel dari sakunya dan kembali menelepon orang menyebalkan di seberang sana, "Oke. Aku sudah di luar. Kalau sampai kau tak bisa menemukanku, berarti kau perlu memeriksakan matamu. Lagi." Nora memutuskan sambungan dan mendengus sebal saat mendengar tawa renyah di seberang sana sebelum sambungan terputus.

Harinya tak bisa lebih buruk lagi, saat ia melihat jeep hijau army di kejauhan yang makin lama makin mendekat dan akhirnya berhenti tepat didepannya. Ia membuka pintu penumpang, dan duduk. Nora segera memakai sabuk pengaman dan meletakkan ranselnya di pangkuan, karena ia tahu kebiasaan pengemudi ini yang biasanya akan langsung akan menjalankan mobilnya bahkan sebelum pantat para penumpangnya menyentuh kursi dan duduk dengan aman. Nora bersyukur kali ini si sopir menyebalkan ini bahkan mau menunggunya sampai sabuk pengaman Nora terpasang dengan sempurna.

"Afternoon, princess. Kereta sudah siap mau diantar ke mana kali ini?" tanya pengemudi itu ramah, walau ada sedikit canda di matanya, ia bahkan menaik-turunkan alisnya dengan menggoda.

"Jangan panggil aku Princess, Dicky. Berapa kali sudah kubilang? Antar saja aku pulang." Nora bergumam, ia memijat batang hidungnya dan mengalihkan pandangan ke luar jendela, tak ingin meladeni Dicky kali ini.

"Okay. Pegangan yang erat." Dicky memperingatkan, walaupun ia tak pernah mengendarai mobil dengan kecepatan tinggi jika sedang bersama Nora. Mereka berkendara dalam diam. Tak ada suara dari Nora, tak ada suara dari radio di mobil, dan tak ada gumam nyanyian dari Dicky.

Dicky tahu mood Nora sedang tidak baik saat ini. Ia juga tak ingin mempertaruhkan nyawanya untuk bertanya apa yang terjadi, dan mengapa Nora ada di rumah besar tadi. Ia mengenal Nora cukup lama untuk tahu, kalau Nora memasang raut wajah seperti raut wajahnya seperti ini, lebih baik ia diam dan menanyakannya lain kali, atau membiarkan Nora menceritakannya sendiri nanti.

Perjalanan itu mereka habiskan dalam diam. Bahkan tak ada suara dari radio yang biasanya sering dimainkan oleh Nora, dimana ia sering ikut menyanyi dengan suara yang lebih keras dari seharusnya, hingga kadang pengendara lain menoleh ke arah mereka dengan pandangan aneh dan sedikit terganggu dengan suara Nora yang memiliki nada tinggi #baca : teriakan melengking.

Tapi akhirnya ia sendiri yang tak tahan lagi ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi dengan teman baiknya ini.

"Nou?" panggil Dicky hati-hati.

"Eh? Ya?" jawab Nora sedikit linglung. Dicky menghela nafas dan menggeleng pelan melihat Nora bersikap seakan hilang arah. Ia cukup prihatin melihat bagaimana Nora yang sering bercanda kini murung dan tampak memikirkan sesuatu dengan sangat keras.

"Rough day, uh?" Dicky akhirnya mengutarakan pikirannya, mempertaruhkan semuanya untuk satu kesempatan agar Nora mau membicarakan hal yang sepertinya mengganjal pikirannya.

Ia mengenal Nora sudah cukup lama. Mereka teman sekelas, bahkan teman sebangku sejak kelas 1 SD. Dicky bisa dibilang berandal di sekolahnya dulu, tapi entah mengapa dan entah bagaimana caranya ia bisa begitu jinak jika sudah berada di samping Nora. Jika ia sudah berada di sekitaran Nora, ia akan menjadi seperti anak anjing yang akan selalu menurut apa kata majikannya.

VALERIEWhere stories live. Discover now