A

4.4K 291 2
                                    

Keiza pov

  Kupandangi dirinya yang sedang tertidur, kepalanya ditenggelamkan diantara kedua tangannya yang terletak di atas meja makan.

  Kulirik kertas kecil yang memintanya untuk dibangunkan jika aku datang. Liatlah aku Tuhan, aku membiarkan dirinya menungguku. Menunggu seseorang yang sangat tak berguna ini. Aku selalu memperlakukannya dengan buruk tidak seperti Ferry yang akan memperlakukannya seperti ratu di istana megahnya.

  Reka, apa menurutmu kita akan terus bersama? Apa kamu tidak lelah dengan sikapku? Apa tidak pernah terlintas dipikiranmu untuk meninggalkanku. Banyak sekali yang ingin kutanyakan tapi lidahku terasa mati ketika melihatmu tersenyum tulus padaku seolah kamu terlihat baik-baik saja didekatku.

  Aku bahkan tak bisa mengatakan kalau aku sangat mencintaimu didepan orang lain sedangkan dia dengan entengnya bisa menyebutkan dirimu adalah tunangannya. Apa aku harus melepaskanmu supaya kamu mendapatkan sesuatu yang tidak kumiliki darinya.

  "Selamat malam malaikatku."

°°°°°°

  "Kei...keiza. Bangun." mataku yang terasa berat perlahan membuka melihatnya yang sedang tersenyum tipis lalu mendaratkan sebuah ciuman di pipi.

  "Kamu tadi malam pulang jam berapa?"

  "Hmm aku tidak ingat."

  "Kenapa tidak membangunkanku?"

  "Karena aku tidak ingin menganggumu."

  "Jangan pulang malam lagi ya. Kamu mandi dan aku akan menyiapkan sarapan. Hari ini kamu harus kuliah!"
Perintahnya yang hanya kuangguki, lagi dia tersenyum lalu berjalan ke arah kulkas.

  "Reka?"

  "Hmmm."

  "Kamu tidak mau tau alasan aku pulang telat?"

  "Buat apa? Aku ingin kamu yang menceritakannya sendiri bukan aku yang harus bertanya dulu lagipula kalau itu hal penting aku tidak bisa marah kan."

  Dia sangat baik. Engkau mengirimkan orang yang sangat baik untukku. Ini bagaikan mimpi yang indah sekaligus mimpi burukku.

  "Reka?"

  "Apa Kei?"

  "Aku mencintaimu." ia berbalik dengan senyum yang mengembang "aku lebih mencintaimu."

Segera aku berjalan ke kamarku dan mandi. Tuhan jangan ambil dia dariku, aku tau ini hal yang egois tapi percayalah aku hanya egois akan hal ini tapi jika memang takdirku diputuskan tidak bersamanya maka izinkan aku mengukir senyumannya bukan luka.

  Selesai mandi dan memilih baju yang akan kukenakan, aku segera ke meja makan disana sudah ada omelet yang dihias secantik mungkin olehnya.

  "Ini hanya sarapan, kenapa membuat ini?"

  "Terserahku, aku kan kokinya memangnya kamu nggak mau?"

  "Aku sih terserah lagipula makan yang kamu buat tidak mengandung racun. Aw" kuusap pinggangku yang baru saja dicubitnya, ia menaruh kedua tangannya dipinggang.

It's all because of youWhere stories live. Discover now