#4 The limit is When You Stop Trying

Start from the beginning
                                    

"Pekerjaanku banyak Abby, termasuk ini. Lumayan menambah uang kuliah dan uang jajan. Kau haus?," Ken menawarkan apa yang tadi Abby minta.

"Tidak, tadi aku minta soalnya kau serius sekali kerjanya. Di bar kan nggak menyediakan air putih, jangan menghinaku!." Abby sewot menunjukkan ia sebal dianggap tidak tahu soal apa yang disediakan di bar.

Ken tertawa karena mimik Abby yang sewot sangat lucu menggemaskan. "Maaf, jadi kau mau pesan apa?, aku traktir!," Ken meletakkan lapnya dan mengamati Abby lebih jelas. Ia harus akui, Abby gadis yang manis dengan wajah berbentuk hati, alis melengkung sempurna, bibir mungil menggemaskan yang warnanya merah muda tanpa polesan. Pipinya merona sehat agak chubby, dan matanya biru keunguan yang besar dan berbinar begitu indah tapi sekaligus misterius. Rambunya sehitam arang dan bergelombang indah, dan kulitnya seputih susu, kontras dan menarik pada keseluruhan penampilan Abby.

"Terima kasih tapi aku sebentar lagi mau makan siang. Oh ya... boleh tahu grup dancemu namanya apa?," Abby melipat tangan di atas meja bar.

"NYD."

"Hah?"

"New York Dancer."

"Sering tampil?"

"Lumayan"

"Aku mau nonton"

"Boleh"

"Dimana?"

"Besok di Silver club. Detail akan kukabari."

"Bagaimana kau hubungi aku?"

"Ada nomor ponsel kan?"

Abby menepuk jidatnya, "Aku suka lupa punya itu."

Ken suka percakapan cepat yang singkat itu. Suka saat Abby bersikap apa adanya. Ken tersenyum geli menghadapi sikap polos semberono Abby.

"Nah sebutkan nomormu, aku lupa nomorku."

Ken menyebutkannya. Abby langsung misCall, ponsel bergetar di saku Ken.

"Sudah masuk, ponselku di silent."

"Aku penasaran"

"Kenapa?"

"Kau dan Ange begitu penuh semangat soal team kalian. Mengapa begitu.... spesial?"

"Karena kami punya mimpi dan kami bermaksud meraihnya." Jawab Ken mantap.

Abby tertegun. Sesaat ia terdiam lalu menatap Ken. "idealis?"

Ken tersenyum maklum, "kami hanya anak-anak muda dengan rasa optimis."

"Sungguh menginspirasi." Abby berdecak kagum.

"Kuharap dapat mempengaruhimu untuk menjawab ya."

"Sedikit."

Mereka pun tertawa bersama.

Bersamaan itu Alan, Rebecca dan Trev masuk dan melihat Abby akrab dengan bartender mereka.

"Siapa itu!?," Alan menatap mereka dengan nada rendah dan tatapan tajam galak. Waspada tingkat tinggi seorang ayah saat putrinya dekat-dekat dengan seorang laki-laki terutama setampan Ken.

"Ken?," gumam Trev kaget dan baru ingat Ken memang bekerja di hotel.

"Kau kenal bartender kita yang sepertinya akrab sekali dengan Abby manis kita," Rebecca menatap penuh minat.

"Mahasiswa NYU jurusan seni pertunjukkan," gumam Trev.

"Tampan sekali...." Rebecca mendesah kagum.

"Mom!"

"Sayang?!"

Alan dan Trev menatap Rebecca syok. Rebecca mengigit bibir karena diprotes 2 pria yang sedang over protektif. "Oh kalian, aku hanya jujur. Bagaimana kalau kita menyapa Abby dan temannya. Sayang, jaga sikapmu" Rebecca memeluk lengan Alan lembut.

BROKEN WINGWhere stories live. Discover now