01 | Meeting The Freemans

10.5K 890 145
                                    

Summer 2018


SEMUA HAL PADA SIANG HARI ini terasa semakin menegangkan di tiap menitnya. Jantung Meadow terpompa sangat cepat, seakan tak kuasa menahan darah yang hampir mendidih. Pembuluh nadi di leher pun sedari tadi berkedut-kedut, membuat tangan kurus itu mengusapnya beberapa kali.

Meadow terkejut jika hal ini bukan hanya disebabkan oleh terik matahari yang menghujam punggungnya sejak pagi tadi. Melainkan awan kelabu di dalam kepalanya yang terus-menerus memecah petir kegelisahan.

Lagipula, gadis itu sedang melakukan hal yang ia tidak tahu betul baik-buruknya. Jadi, ia memiliki hak untuk mengalami efek samping yang berlebihan.

Meadow melangkah lebih cepat, membuat rambut kecoklatan itu terguncang di atas bahunya. Hanya ada potongan iklan baris di koran dua hari lalu yang mengisi pikirannya.

DIBUTUHKAN SEORANG PEMBIMBING AKADEMIK DAN PENGASUH. $100/MINGGU.

Sejak ia membaca kalimat itu, Meadow bersemangat untuk bekerja dan mendapat lebih banyak uang, yang mana sangat—SANGAT—ia butuhkan. Melebihi seorang penulis membutuhkan motivasi atau Schwarzenegger membutuhkan ototnya. Ia miskin dan saat ini adalah musim panas yang membosankan. Ia tentu saja bukan gadis kota biasa yang dapat pergi berpetualang melintasi negara-negara bagian, berjemur di Santa Monica, da pulang dengan kulit kecoklatan. Meadow hanya gadis yang akan duduk santai sembari membalikkan halaman buku-bukunya di atas kasur bertingkat asrama Glastonbury High hingga jemarinya beraroma kertas. Sebuah gabungan alasan yang mendorongnya mencari uang tunai ekstra.

Kini Meadow melangkah tergesa-gesa di suatu perumahan di Carolina Selatan seorang diri. Bibir tipisnya berkerut ketika ia tak bisa berhenti menerka bagaimana pekerjaannya nanti. Ia pun mencoba mengingat kembali kata-kata pada secarik kertas koran itu, menyakinkan dirinya sendiri kalau-kalau ia tidak berbuat kesalahan.

Sepasang mata biru miliknya terus mencari rumah yang tepat. Perumahan dengan model hunian senada ini sejujurnya membuat Meadow kebingungan. Beruntung semua nomor berjajar sesuai urutannya, ia hanya perlu berjalan hingga ujung jalan untuk menemukan rumah ketiga puluh.

Setelah melenggang di atas aspal panas selama hampir empat puluh menit, Meadow akhirnya sampai di hadapan sebuah gerbang tinggi berwarna hitam. Plat berwarna emas di sisi kanannya bertuliskan angka 30. Meadow menghela napas sejenak, mengembalikan sisa jiwa yang dimilikinya setelah melalui jalan yang cukup panjang. Perlahan ia merogoh secarik kertas dari saku kiri jeansnya. Ia ingin memastikan bahwa itu adalah nomor rumah yang sama seperti Nyonya Freeman sampaikan lewat telepon beberapa jam yang lalu.

Meadow menyumpalkan dan mengeluarkan kertas itu beberapa kali sebelum ia benar-benar percaya bahwa tulisan di kertas itu tepat dan matanya tidak sedang memainkan trik padanya. Ia tidak menyukai kesalahan ataupun gemar melakukan kesalahan. Berakhir di rumah yang salah terdengar sungguh bodoh.

Dengan hati-hati, ia pun menekan sebuah tombol merah untuk mengisyaratkan kedatangannya kepada siapapun penghuni rumah. Sesaat kemudian gerbang raksasa itu mulai terbuka. Ia segera melangkah masuk. Kepalanya lantas mencari-cari seseorang di balik gerbang, lalu berhenti ketika tak menemukan seorang pun di sana.

Tentu saja ini otomatis. Meadow bergumam dan bergeleng.

Pandangannya beralih ke sebuah susunan anak tangga megah yang terbuat dari keramik hitam abu-abu. Tangga itu akan membawanya ke pintu utama rumah ini. Tanpa pikir panjang, Meadow menjajal anak tangga pertama.

Tangga itu sebetulnya tidak cukup tinggi untuk membuatnya terengah. Hanya saja, membayangkan jika kotoran di sepatunya akan mengotori lantai itu terasa memilukan.

The Tale of Meadow and The Mischievous GuyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang