BAB 5

1K 123 15
                                    

BAB 5

Usianya masih dua puluh tiga tahun. Namun dari pembawaan juga sikap, semua orang pasti sangat kaget jika mengetahui umurnya. Pendidikannya memang sebatas SMA. Tapi dia mampu mempunyai pekerjaan tetap meskipun hanya sebatas karyawan biasa. Setiap hari ia bertemu orang-orang baru dan dari sana ia bisa seperti ini. Menjadi customer service sebuah perusahaan yang bergerak di usaha simpan pinjam.

Sebenarnya jika dibandingkan dengan wanita-wanita lain, ia memang tidak ada apa-apanya. Tapi jika sedikit mengenal gadis ini, pasti semua orang akan menyukainya. Selain hanya hidup berdua dengan sang Ayah. Dia juga mengelola sebuah rumah singgah bersama teman-temannya. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana sifat dan pembawaan gadis itu, bukan?

Manis, itu sudah pasti. Mengingat dia mudah tersenyum pada siapa saja. Murah hati, ah... itu sudah pasti! Ramah? Pekerja keras? Tidak sombong? Ringan tangan? Hem... Semua itu dibabat habis olehnya.

Tapi jika bicara mengenai pasangan hidup? Sepertinya ia tidak pernah ambil pusing. Ia selalu membuka hati untuk lelaki yang mencoba mendekatinya. Tapi sejauh ini? Ia belum menemukan seseorang yang bisa menggetarkan hatinya.

"Re..." suara sang Ayah terdengar dari ruang tamu. Ah... Dia hampir lupa untuk menyiapkan bekal untuk Ayahnya. Jam sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam. Malam ini memang jadwal Ayahnya ikut ronda malam bersama tetangga sekitar. Bergegas, ia pun keluar dari kamarnya.

"Ayah sudah mau berangkat?" tanyanya saat melihat sang Ayah sibuk memakai jaket.

"Iya, Re... Kamu hati-hati ya di rumah. Kunci pintunya, terus langsung tidur." ingat Ayahnya. Ia menatap putrinya dengan kasih, dan saat putrinya medekati ia langsung mengusap kepalanya. Hal yang mampu membuat hati hangat dan nyaman.

"Tapi Re belum siapin bekal untuk Ayah. Belum buatin gorengan, Yah. Heheee...." ucapnya dengan penuh rasa bersalah. Ayahnya tersenyum kemudian menggelengkan kepala.

"Anak gadis malam minggu kerjanya dikamar saja, sih. Ya sudah tidak apa-apa, Ayah bawa kacang saja. Bapak-bapak yang lain mungkin sudah bawa makanan. Lagipula Bu RT sudah siapkan kopi." jelas sang Ayah. Dengan berat hati, ia pun mengangguk.

"Ayah pakai syal-nya, jangan sampai masuk angin." ujarnya, lalu dengan terburu-buru mengambilkan sebuah syal di kamar.

"Ayah keluar dulu, ya... Tidur!"

Sepeninggalan sang Ayah dia pun kembali ke kamar. Dengan perlahan ia mengambil ponselnya kembali yang tadi sempat ia lempar ke ranjang. Lalu melihat sebuah pesan dari "dia".

23.35 WIB

Elang_Hardi : Memangnya kamu nggak punya?

Sebuah pertanyaan yang membuatnya sulit untuk menjawab. Dan akhirnya ia biarkan, dan mengikuti saran sang Ayah untuk tidur.

- E & R -

Elang memandang Retno -yang tak lain adalah Mamanya- dengan kasih. Ada rasa sesak saat ia mendengar ungkapan hati sang Mama. Mungkin penampilan Dea malam ini memang sopan. Namun seperti yang diutarakan Retno, mungkin hal ini sedikit mengangetkan. Apakah kemarin hanya kebetulan saat Lebaran saja? Elang pun menggeleng pelan, bingung harus menjawab apa.

Sebenarnya hal memakai jilbab pada saat tertentu saja itu bukan masalah. Banyak perempuan yang belum mampu berhijab melakukan hal itu untuk menghormati hari-hari besar keagamaan, atau saat pergi ke tempat ibadah. Tapi sepertinya di mata Retno tidak se-simple itu. Seperti ada hal yang mengganjal yang membuat dirinya tidak suka.

Selain itu, Dea sebenarnya terlihat mudah masuk ke dalam lingkungan keluarga Elang. Cara penyesuaian setiap orang memang berbeda, toh. Tapi banyak orang bilang, cintai keluarganya, maka dia tidak akan berpaling darimu. Dan untuk hal itu, Retno tidak mendapatkan disana.

The Right WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang