BAB 2

1.2K 105 3
                                    

BAB 2

"Selamat pagi, dokter Rita." sapa Elang pada dokter paruh baya yang melintas didepannya. Dokter Rita tersenyum lalu mendekati Elang.

"Pagi, Lang..." dokter Rita menepuk bahu Elang. "Kamu kok pucat banget. Sakit?" tanya dokter Rita to the point.

Elang yang sibuk menggulung lengan kemejanya pun menoleh.

"Mungkin kurang istirahat, dok. Saya lembur semalam." jelas Elang yang disambut anggukan maklum dokter Rita.

Dokter Rita pun berlalu, meninggalkan Elang sendirian di meja kerjanya. Hari memang sudah semakin siang. Para petugas lab yang lain sudah mulai bekerja. Namun Elang, mungkin memang benar apa yang dokter Rita katakan. Ia memang sedikit tidak enak badan. Pagi tadi saat dia terbangun, ia merasa pusing. Tubuhnya demam dan matanya terasa berat.

Huft... Elang mendesah pelan. Kalau sudah sakit, siapa yang nanti akan menjaganya? Hidup sendirian di kota lain tanpa sanak saudara memang sedikit menyulitkan. Ya... Paling-paling nanti Melani yang terkena getahnya. Elang tersenyum mengingat bagaimana wajah Melani saat cemberut.

"Mas Elang... Semua data yang Mas minta, sudah saya satukan disini. Nanti suster Melani yang akan membawanya ke dokter Yusuf. Mohon di cek ya, Mas." ujar Dewi, salah satu petugas lab yang termuda. Usia Dewi memang masih 22 tahun. Tapi kinerja dia, sangat patut untuk diperhitungkan. Hal itu lah yang membuat Elang memilih Dewi sebagai partner kerja untuk menyelesaikan laporan atau berkas di lab .

"Oke, Dewi... Terima kasih banyak." Elang tersenyum lalu menerima kertas-kertas tumpukan yang dibawa Dewi.

"Mas Elang habis ini mending istirahat, deh. Muka Mas beda banget. Pucet banget. Jangan dipaksakan kerja, Mas." tutur Dewi mengingatkan, yang dibalas anggukan oleh Elang.

Sebenarnya yang membuat Elang seperti ini adalah Dea. Ya... Dea! Bertemu hanya seminggu sekali dan tak jarang bisa terealisasikan. Kini usianya sudah mendekati angka 26 tahun. Kapan dia bisa mengenalkan gadis pujaannya jika sifat Dea terus kekanakan seperti semalam?

Elang cukup stress jika mengingat Dea. Selain tingkah kekanakan, ia tidak akan lupa kalau Dea pernah menduakannya. Beberapa bulan lalu, ia pernah mendapati pesan aneh di ponsel Dea. Pesan mesra dari seseorang yang bernama Fatih. Setelah ditelisik, ternyata Dea berselingkuh dengan teman kuliahnya.

Kala itu, Dea menangis saat tertangkap basah sedang berduaan dengan Fatih. Ia menyesal dan setelahnya gadis itu mengungkapkan kalau semua itu karena Elang yang sangat sibuk dan tidak memperhatikannya. Hal yang membuat Elang tidak mampu mengeluarkan amarah.

Elang akui, jika jarak antara Jogja dan Solo memang dekat. Tapi kesibukan telah memberi jarak untuk mereka berdua. Hem... Ternyata waktu berpacaran selama dua tahun tidak membuahkan hasil baik untuk mereka.

- E & R -

Gadis itu menyeruput kuah bakso dengan semangat hingga lelaki dihadapannya pun terkikik geli. Tidak memperdulikan, gadis itu terus memakan dengan lahap bulatan-bulatan bakso hingga tidak tersisa.

"Laper banget ya, kamu?" ujar lelaki itu seraya mengusap peluh yang membanjiri dahi hingga leher gadis tersebut. Gadis itu mengangguk semangat, dan melanjutkan keganasannya dengan meminum es jeruk.

"Kamu ini habis ada kelas apa habis bajak sawah, sih De?" lelaki itu menggelengkan kepala seraya tertegun. Sedangkan gadis itu hanya meringis seraya menampakkan gigi kelincinya.

"Aku tadi pagi ndak sarapan, Yang... Terus tadi di kelas, Pak Tono ngasih tugas ndak kira-kira. Jadi wajar toh, kalau aku makan kayak setan." Dea meringis kembali. "Kesetanan maksudnya, Yang. He...he...hee" sambung Dea seraya mengusap keringat.

"Mau nambah lagi?" tawar lelaki itu yang disambut antusias oleh Dea.

"Ahh... Kamu memang pacarku yang paling the best, Yang!"

Lelaki itu menggeleng pelan. Serakus apapun Dea dengan napsu makan yang luar biasa. Hal itu tak mampu mengurangi rasa bahagianya. Deanya yang menggemaskan ketika pipinya penuh dengan makanan. Matanya yang membulat penuh ketika manja. Bibirnya yang mengerucut ketika cemberut. Ah... Hal ini membuat dia seperti orang bodoh yang tidak sanggup melepas diri dari pesona gadis itu.

"Habis ini kita pulang, ya" ajak lelaki itu. Dea yang sedang menuangkan sambal ke dalam mangkuk bakso ketiganya pun berhenti sejenak.

"Ke kost-an kamu atau aku?" tanya Dea dengan wajah manisnya.

"Kost-an aku..." jawab lelaki itu yang disambut senyum malu-malu Dea.

Setibanya di kost-an, lelaki itu langsung merengkuh tubuh Dea ke dalam pelukan. Bagaikan dua anak manusia yang dilanda asmara. Mereka tak mampu menahan gejolak yang bergelora di dadanya. Lelaki itu mengecup kening Dea dalam. Menyalurkan kasih sayang dan juga kerinduannya. Rindu yang tak pernah padam sebanyak apapun itensitas pertemuan mereka.

"Aku kangen kamu, De..." ujar lelaki itu, menatap bibir manis Dea yang tengah digigit oleh gadis itu. Membuat percikan api diantara mereka semakin membesar.

Seperti terhipnotis, wajah mereka saling mendekat satu sama lain. Deru nafas yang saling berlomba menjadi sensasi tersendiri bagi mereka. Tidak sabar, Dea langsung menarik tengkuk lelaki itu agar cepat mencium bibirnya. Hingga kedua bibir itu saling menyentuh dan saling mencecap dengan penuh napsu.

- E & R -

Prang...

Wadah besi berisi kapas terjatuh tersenggol lengan Elang. Membelah suasana yang sunyi di laboraturium. Denyut di kepala Elang semakin menjadi. Mungkin memang benar, dia harus segera istirahat.

Akhirnya dia pun memanggil Pak Dani -petugas lab yang sedang berjaga- untuk menyelesaikan pekerjaannya. Konsentrasi memang sangat dibutuhkan dalam pekerjaan Elang. Karena hasil lab membantu diagnosa dokter. Jika salah, maka para pasien yang terkena dampaknya.

"Maaf ya, Pak. Saya tinggal sebentar." ujar Elang tidak enak. Ya... Bagaimana pun juga, Elang sangat jarang lemah seperti ini. Sebagai Koordinator Lab yang masih berusia muda, sudah pasti Elang adalah pekerja keras.

Setelah meminum obat pereda sakit kepala, Elang merebahkan diri di sofa yang berada diruangan istirahat. Sedikit memijat pelipis, dia pun mulai memejamkan mata.

Mas Elang ndak pernah anggap aku ada!

Suara teriakan Dea tiba-tiba terlintas dalam pikirannya. Ia teringat kalau siang ini, ia belum menghubungi Dea. Maka diambilnya ponsel disaku dan langsung mencari no Dea.

Nomer yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada diluar jangkauan. Silahkan hubungi beberapa saat lagi.

Tiga kali Elang mencoba menghubungi Dea, namun lagi-lagi operator yang menjawab. Kemana gadis itu? Ini sudah hampir jam empat sore. Biasanya, dia sudah sampai ke kost-annya. Ah... Semua jadi serba salah! Jika Elang selalu menghubungi dan menanyakan keadaan Dea, gadis itu bilang seperti terkekang. Tapi, jika tidak menghubungi Dea bilang, Elang tidak perhatian.

Elang menghela napas lelah, kepalanya yang berdenyut bukannya semakin reda malah semakin sakit. Dengan perlahan akhirnya ia memilih untuk mengirimi pesan singkat untuk Dea.

Sudah pulang kuliah? Jangan lupa makan, ya. Aku ndak mau kamu sakit.

- E & R -

To be continue...

The Right WomanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang