Part 15

8.4K 174 2
                                    

Lusi semakin mendekat. Berawal dari langkah panjang penuh semangat, sekarang ia merasakan seluruh tubuhnya bergetar. Berbagai rasa berkecamuk di sana. Bisakah ia sesuai plan awal?

Big plan:

1. Datang

2. Singkirkan para selir

3. Mengaku

4. Selesai

5. Tunggu keputusan

Detailnya bagaimana? Pikirkan di jalan!

Sekarang sudah tinggal beberapa langkah ke pagar rumah, dan detail yang harusnya ia pikir di jalan tak ada terpikirkan sama sekali. Oh, Tuhan tau Lusi berusaha berpikir.

Datang?

Yep, enteng. Tinggal berjalan berbalik ke arah yang tadi. Lusi sedang melakukannya.

Tapi,

Bagaimana menyingkirkan para selir?

"Yang ada kamu malah yang di singkirkan." Dewi batin Lusi tersenyum sinis. Memihak siapa sih dia? Bisakah kau melenyapkan dewi batin mu? Kalau bisa Lusi ingin tahu bagaimana.

Mengaku? Bagaimana Lusi harus mengaku?

"Kau pecundang." Ya Tuhan jika tak ada yang tahu bagaimana caranya sebelum ini, maka Lusi akan mengajukan proposal penelitian dengan topic "Mengusir dewi batin" pada pak Jokowi. Dia bisa mendapatkan nobel dari itu. Lusi yakin. Bagaimanapun, jika semua dewi batin se-menyebalkan dewi batinnya, maka dunia akan terancam punah. Atau alih-alih nobel, Lusi bisa terkenal sebagai super Hero.

Tak hanya bergetar, Lusi mulai merasa berkeringat dan. . . GUGUP?

"Ya Tuhan aku tidak seharusnya berpikiran datang ke sini." Gumamnya pada diri sendiri. Dewi batinnya tersenyum dengan pesan senyuman –ku bilang juga apa, kamu mah loser!-

"How dare y. . . ."

"Lusi?" Suara yang Lusi kenal dan bayangkan siang dan malam menghentikan omelan yang ia tuju pada dewi batinnya. Si jalang penghasut dengan wajah replica dirinya itu kembali tenggelam di balik sofa bulu. Mengintip sedikit.

Lusi menoleh ke belakang. Sam dengan sekaleng beer.

Lusi mengamati dari kepala sampai ke kaki.

Rambut acak-acakan, kancing kemeja terbuka di bagian atas, celana jeans tidak di kancing hanya bertahan di resleting, memakai sandal rumahan. Tidak salah lagi. Hati Lusi bagai terhimpit alat berat. Namun ia buru-buru menghilangkan perasaan itu.

"Aku bisa lebih hebat dari empat gundik mu."

"Lus? Kau mengatakan itu? Serius?" Dewi batinnya muncul berkacak-pinggang dari balik sofa. Lusi tak mau menatap mata nya. Ia sendiri bingung bagaimana bisa ia mengatakannya.

Mengigit bibir, ia mengamati ekspresi Sam. "Dan juga si penjaga warung berlipstik tebal." Tambah Lusi setelah bingung sesaat dan memutuskan bahwa ia terlanjur basah. Ia ingat lagu dangdut, kalau terlanjur basah, ya sudah mandi saja sekalian. Sekarang Lusi sudah mandi.

Mata pria itu melebar sesaat. Lusi sedikit khawatir takut melompat keluar. Well, seperti di film-film psychopath.

Satu menit. . . Sam diam tak berkedip. Sebegitu shock kah?

Satu setengah menit. . . Masih diam. Lusi mulai khawatir apakah ia mengambil keputusan yang salah?

Dua menit. . . Sam memiringkan kepalanya mengamati Lusi. Lusi bingung, haruskah dia memanggil paramedic? Semacam psikiater maybe. Sam terlihat tidak normal.

One Night StandWhere stories live. Discover now