Part 8

12.1K 172 2
                                    

"Dapatkah kau mengambil cuti untuk beberapa hari hingga hari minggu?"

Sam mengirimi lusi pesan hari kamis satu setengah bulan kemudian. Mereka menjalaninya dengan baik dan lusi berhasil menjaga hati nya masih di zona 'aku tidak ingin lebih'.

"Kenapa?"

"Jangan Tanya kenapa, tapi aku ingin kau meminta cuti."

Lusi menghembuskan nafas berat. Ia melirik ke arah kantor yang bertuliskan Arthur Sinaga SH di pintu nya.

Setelah melalui perdebatan yang panjang dan menyebalkan, akhirnya lusi melenggang keluar gedung kantornya mengantungi cuti selama dua hari dan artinya ia bisa menghabiskan sisa minggu itu kemanapun Sam membawanya.

***

Udara lembab menyelimuti subuh ketika Sam mengajak lusi mendaki untuk menyaksikan matahari terbit. Ternyata Sam meminta lusi cuti untuk mendaki gunung.

Dan jam berapa ini? jam satu atau maksimal jam dua subuh?

Seharusnya lusi tahu bahwa tak ada semacam Disney land atau apapun wahana outdoor bagi Sam. Koleksi foto liburan Sam di dominasi oleh liburan ke alam bebas.

Mereka berjalan di jalan setapak dengan bebatuan yang tidak rata. Suara tuk-tuk-tuk terdengar bersama nyanyian jangkrik yang bersahutan di subuh itu. kicauan burung juga terdengar merdu di pepohonan yang menjulang tinggi di atas mereka.

Lusi berjalan dengan sangat malas sambil sesekali masih menguap.

Ia mengitarkan pandangan pada sekeliling yang sepi itu dengan bosan. Sam hanya menggeleng, lusi memang unik. Siapa yang akan bosan menghirup udara sesegar ini?

"Listen, honey.." Sam meraih bahu lusi dan menegak kan kepala wanita itu menghadapnya.

"Honey?" ulang lusi tak percaya. . . itu terdengar ieuwh dari bibir Sam.

"Whatever." Sam mengibaskan tangannya dan menambahkan. "Coba hirup udaranya dan rasakan." Ia memberi contoh dengan menghidup udara di sekitarnya sambil terpejam. Lusi menatap dengan tatapan yang sangat jelas penuh dengan ketidak percayaan. "Please.." ucap Sam lagi saat lusi masih tidak melakukan apa-apa dan menatapnya seperti orang bodoh.

"All right." lusi mengalah dan menghirup udara tersebut dengan malas. "Then what?" desak lusi setelah dia melakukan apa yang Sam suruh dan merasakan hal itu benar-benar konyol.

"-Then what?-" Sam mendelik penuh ketidak percayaan. "Its all, what you said? Really?" lusi mulai benar-benar jengkel. Dia di bangunkan jam dua subuh dan di suruh menarik nafas di tengah hutan belantara ini?

"Lalu aku harus mengatakan apa?" lusi jongkok di tengah jalan, mempermainkan batu jalanan dengan ujung jari telunjuknya.

"Mungkin ----aaaaaahhh,, segar sekali----?" lusi melirik kearah Sam tak percaya.

"Aku membeku, Sam." omel lusi. "Dan kaki ku sudah hampir patah berjalan dari tadi."

"Hey.. semua orang akan rela berjalan seumur hidup nya demi udara segar ini dan matahari terbit dari puncak sana nanti." Sam mengikuti lusi berjongkok dan memasang muka memelas manja yang tak bisa lusi tolak.

"Berarti orang aneh memang sudah banyak beredar di muka bumi ini." cerocos lusi jengkel dan mulai berdiri.

"Hei... coba rasakan." Sam mengajak lusi menghirup udara secara dramatis lagi. "Ini berbeda sekali dengan Jakarta."

"Udara Jakarta, Puncak ini, London, Skotland, atau Afrika pun akan terasa sama bagi ku." Ketus nya.

"Heiiii...." Sam mengecup bibir lusi yang manyun dengan kecupan sekilas.

One Night StandWhere stories live. Discover now