Chapter 2 (REPOST)

20.3K 1K 8
                                    




Suara kalung dan gonggongan Tosser menyambut kedatanganku di apartemen. Bagaikan musik instrumen indah yang menyambut setiap kali kedatanganku.

Aku baru saja melepas sepatu ketika Tosser datang dan berputar-putar dengan manisnya. Aku mengangkat Tosser dan membawanya ke dalam gendonganku. Tampaknya Tosser kelaparan. Aku pun memasukkannya dalam pagar yang sengaja aku buat untuk area bermain Tosser dan memberinya camilan sebelum makan besar. Kebiasaan Tosser.

"Kau harus makan yang banyak, boy." Kataku sambil mengelus-elus kepala Tosser yang masih sibuk dengan makanannya.

Tosser adalah anjing Pugs kecil berwarna hitam dengan sentuhan putih pada hidung dan empat kakinya. Tosser merupakan anak dari anjing yang aku pelihara sejak remaja. Namun, Tosser menjadi keturunan terakhir dari Shout. Karena 5 bulan lalu, Shout mati karena kecelakaan ketika menyebrang jalanan kota yang padat.

Sebentar kuperhatikan Tosser yang makan, dan memutuskan untuk meninggalkannya untuk membersihkan diri dan menyiapkan makan malam hari ini.

***

Ketika aku selesai memasak pasta untuk makan malam, Tosser sudah tertidur di dalam rumah kecilnya. Aku terkekeh melihat tingkahnya yang kadang menggemaskan. Terkadang aku tidak habis pikir, ketika di kantor aku ingin cepat-cepat pulang hanya untuk melihat Tosser.

Setelah melihat Tosser, aku berjalan ke ruang TV untuk menikmati makan malam. Kebiasaanku selama tinggal sendiri, aku jarang makan di meja makan, karena kebanyakan waktuku aku habiskan diruang TV.

Aku makan dalam diam. Menonton siaran seputar dunia bisnis yang lumayan aku gemari dibandingkan dunia Hollywood yang penuh dengan sensasi.

Betapa kegetnya aku ketika melihat Rush yang terpampang di layar. Tayangan tersebut mengatakan jika perusahaan Rush sedang mengalami kemajuan yang pesat setelah me-merger salah satu perusahaan elektronik ternama yang hampir bangkrut karena terlilit hutang. Tidak sampai itu juga, tayangan tersebut sedikit membahas masalah kehidupan pribadi Rush yang bergelimang harta dan juga selibat.

Aku sedikit kaget mengetahui jika Rush ternyata belum atau tidak memiliki istri. Namun, untungnya aku tidak berpikir bahwa dia gay. Dia terlihat sangat manly. Jika dugaanku tidak salah, dia hanya menikmati kencan kilat dengan wanita yang mungkin ia temui di club malam. Sangat ciri khas playboy dan sangat Rush.

Aku tak lagi memperhatikan tayangan di TV yang sudah berubah menjadi tayangan yang entah apa. Pikiranku berkecamuk dan sesaat kekecewaan terlintas di benakku. Benarkah aku kecewa karena Rush selibat?

Dengan menelan sedikit kekecewaan aku mematikan TV dan berjalan menuju kamar. Mungkin istirahat lebih awal akan mengurangi rasa kecewaku karena Rush selibat.

***

"Benarkah?" tanyaku pada Gior. sepuluh menit yang lalu Gior meneleponku, menceritakan tentang Samuel yang akan mengajaknya berlibur ke California menemui orang tua Sam.

Gior tertawa, "Kau tahu, aku sebenarnya tidak terlalu diterima oleh orang tuanya." Dia mendengus kemudian melanjutkan lagi, "Ibunya berkata, aku nantinya tidak bisa menjadi istri dan ibu yang baik karena kesibukanku. Padahal aku tahu, aku sangat bisa menjadi istri yang baik. Apalagi kalau urusan ranjang."

Aku menyambut kata-kata Gior dengan tertawa. Gior pun melakukan hal yang sama.

"Ya, aku sangat tahu jika kau hebat melakukan itu." Jawabku padanya sambil memainkan jariku di atas bantal. aku bersyukur Gior menelepon dan membuatku yang susah tidur ini sedikit melupakan masalah Rush.

Ada hening yang cukup panjang sebelum Gior kembali bicara. Aku sangat tahu perasaan Gior sekarang. Hubungannya sudah masuk usia 2 tahun bersama Samuel, bahkan rencana mereka menikah pun sudah ada. Tetapi orang tua Samuel tak menyambut baik kabar ini.

CEO with Black Stiletto (Stiletto #1)-REPOSTWhere stories live. Discover now