Sejenak Nadia merasakan hangatnya berada dalam pelukan Revian tanpa penolakan. Menghirup aroma tubuh yang membuat degub jantungnya berlomba. Gelenyar terasa begitu kepalanya mendongkak, menatap laki-laki yang memberinya tatapan lembut. Sepertinya kali ini dia harus mengendurkan pertahanannya.

Revian memiringkan wajah saat kepalanya semakin menunduk. Pelukannya semakin erat namun lembut agar Nadia merasa tetap nyaman. Hasrat semakin meluap, menggelora ketika bibir keduanya saling bersentuhan. Getaran yang terasa membuktikan bahwa rasa itu masih begitu kuat untuk di tolak.

Kepala Nadia mendadak sosong ketika ciuman dan cumbuan Revian membuatnya lupa diri. Terlebih Revian cukup piawai hingga setiap sentuhan di bibirnya terasa memabukan. "I love you," bisikan di telinga semakin memerahkan wajah Nadia.

Revian tertawa kecil melihat wanita dalam pelukannya salah tingkah. Dia mencium kening Nadia dan membiarkan wanita itu bersandar nyaman di dadanya. Keduanya berpelukan tanpa suara, menikmati hal yang jarang terjadi mengingat hampir semua pertemuan berakhir dengan pertengkaran.

Suara benda jatuh tiba-tiba terdengar di luar kamar. Revian bergegas keluar setelah melepas pelukannya. Nadia mengikutinya karena penasaran dengan bunyi tadi.

"Siera? Kamu belum pulang?" Revian menatap wanita yang tersenyum ke arahnya.

Siera memperhatikan sosok yang berada di belakang Revian. "Iya, tadi ada mau kutanyakan. Pembantu bilang kamu sedang di paviliun jadi aku menyusulmu kesini. Itu pacarmu?"

Revian menarik Nadia ke sampingnya. Nadia berusaha bersikap normal meski agak canggung. "Iya dia calon istriku. Nad kenalkan ini Siera." Kedua wanita itu berjabat tangan dan saling memperkenalkan diri.

"Maaf sudah menganggu. Senang berkenalan denganmu Nad. Kalau begitu aku pulang dulu ya."

"Bukannya tadi kamu bilang ada yang mau ditanyakan?"

Siera mengulum senyum. "Lain kali saja, aku sudah lupa. Aku pulang dulu ya, tidak usah di antar. Bye."

Nadia terdiam, keningnya berkerut memperhatikan sosok yang menghilang di ujung koridor. Sebagai sesama wanita, dia bisa merasakan ada hal yang disembunyikan Siera. Sorotnya seolah menutupi kesedihan setiap bertatapan. Dia tidak mungkin salah menilai, apalagi saat melihat binar mata Siera di lapangan tadi.

Cubitan dipipi menyadarkannya dari lamunan. Revian menyerahkan sebuah kotak kecil dengan pita dibungkusnya. Dia membukanya dengan hati-hati. Sebuah cincin perak dengan hiasan kupu-kupu diatasnya. Benda yang pernah diidamkannya saat sma dulu.

"Aku memintamu datang tadi untuk menyerahkan itu. Benda yang kamu sangat inginkan sampai merengek setiap bertemu sampai mengancam akan putus. Sebenarnya aku berniat membuangnya setelah membelinya tapi entah kenapa malah tersimpan di laci."

Nadia masih mengingat dengan jelas saat dia merajuk pada Raditya. Berulang kali mengatakan akan berpisah jika tidak dibelikan. "Tapi pada akhirnya kamulah yang meninggalkanku."

Revian mendadak kehilangan kata. Saat itu dirinya memang pengecut, memilih meninggalkan Nadia tanpa kabar. Dia terlalu takut mendengar kata putus.

"Ugh nggak bisa masuk. Apa aku semakin gemuk ya." Suara Nadia bergetar dan semakin parau. Dia mengusap matanya yang mulai berair dengan punggung tangan setiap kali gagal memasukan cincin itu di jarinya.

Laki-laki itu terenyuh, perasaannya seperti tertusuk melihat Nadia menahan tangis. "Sudah tidak perlu dipaksa. Aku akan membelikan yang lebih bagus lagi nanti."

"Aku... aku nggak mau yang lain." Nadia tetap berusaha memasukan cincin itu hingga jarinya memerah bahkan kulitnya lecet.

"Nadia." Revian mengambil cincin dari tangan Nadia. Dia tidak ingin wanita yang disayanginya menyakiti diri sendiri.
Nadia terisak, pertahanannya perlahan hancur. Perasaan bersalah pada Raditya membuatnya lemah. Dengan cepat Revian menangkap tubuh Nadia yang hampir meluruh. Dia tidak pernah menduga akan melihat Nadia dalam keadaan seperti ini.

Nadia yang dikenalnya adalah sosok egosi, keras kepala dan pemberani. Ini pertama kalinya dia melihat Nadia tampak begitu rapuh. Seolah hanya dengan sekali dorongan, dia bisa menghancurkan wanita dalam pelukannya.

Dengan tubuh dan tenaga yang cukup besar, Revian membawa Nadia dalam pangkuannya. Sesekali diciumi wajah Nadia yang bersembunyi dilehernya, menenangkan isak tangis yang mulai mereda. Tidak butuh waktu lama, suara tangis berubah menjadi dengkuran halus.

Diciumnya sekali lagi bibir mungil setelah meletakan Nadia di ranjang. Jantungnya berdegub kencang melihat wajah polos yang mencuri perhatian sejak pertama kali bertemu. Dia tidak akan pergi kali ini meskipun masalah akan tetap datang. "Good night baby. Sleep tight."

Hubungan keduanya tidak sepenuhnya berubah,masih sering memperdebatkan hal sepele. Hanya saja Revian lebih menahan diri untuk tidak terpancing. Dia memilih untuk tidak mendengarkan ucapan Nadia jika suasana hatinya mulai jengkel.

Revian semakin sering membawa Nadia kelingkungan teman-temannya. Tidak semuanya bisa menerima terutama orang-orang yang mengetahui masa lalu keduanya. Tatapan sinis, cibiran bahkan sindiran harus Nadia telan. Beberapa teman Revian memang menunjukan ketidaksukaan disaat laki-laki itu tidak berada didekat Nadia. Parahnya, mereka beranggapan aku merebut posisi Siera hanya karena harta.

Tentang Siera, wanita itu sebenarnya bersikap cukup baik dibanding teman Revian yang lain. Dia, Ziva dan tunangannya tidak pernah melakukan atau mengatakan hal yang buruk tentangnya. Hanya saja pandangan Siera pada Revian selalu menggelitik rasa penasarannya. Apakah dia, wanita yang Revian maksud mempunyai arti lebih dari pacar?

Nadia memijit kening disela-sela pekerjaannya. Sejak pagi tubuhnya terasa kurang nyaman dan lemas. Belakangan ini hampir setiap malam, selesai kerja dia menemani Revian pergi. Dia terpaksa menurut karena Revian akan membatalkannya jika dirinya menolak. Beberapa peristiwa perampokan disekitar komplek membuatnya khawatir meninggalkanku di rumah.

"Badanmu panas. Istirahatlah." Revian menyentuh kening Nadia. Dia merasa khawatir dengan keadaan asistennya.

"Eh kamu tidak jadi pergi? Bukannya hari ini temanmu ada yang ulang tahun." Nadia kebingungan saat Revian membuka blazer dan melemparnya ke kursi.

"Bagaimana mungkin aku bisa bersenang-senang sementara kamu sakit begini."

"Tapi Rev, tidak enak sama temanmu. Pergilah, aku tidak ingin di bilang membatasi pergaulanmu."

Revian menghela nafas, dia merasa bersalah pada Nadia. Zia pernah memberitaunya tentang sindiran yang di terima wanita itu. Sahabatnya itu mengingatkan agar menahan diri supaya Nadia tidak semakin terpojok karena pembelaannya. Usahanya agar teman-temannya menerima kehadiran Nadia sepertinya tidak akan mudah.

Setelah menolak, Nadia hanya bisa merengut ketika Revian memintanya tidur di kamar laki-laki itu. "Kamarmu harus diperbaiki dulu dan kamar tamu juga ada rembesan air. Disini jauh lebih hangat. Jika kamu tetap menolak, aku akan membatalkan datang ke acara itu."

Revian tersenyum lega melihat Nadia memeluk boneka pemberiannya. Dia mendekatkan wajahnya, mengecup lembut bibir yang dia rindukan. "Aku pergi tidak akan lama. Tidurlah," bisiknya setelah memberi ciuman di kening kekasihnya.

Sepanjang acara Revian tidak bisa berhenti memikirkan Nadia. Dia mencoba untuk menikmati suasana meskipum pikirannya terpecah. Beruntung temannya hanya mengadakan acara makan malam bersama. Dia bisa pulang lebih cepat. "Sendirian saja Rev?" tegur Siera, mengejutkan lamunannya.

"Di dalam terlalu ramai."

Siera tersenyum lirih, memyandarkan tubuhnya ke dinding sambil menatap laki-laki disampingnya. "Kenapa Nadia tidak ikut?"

"Dia sedang sakit. Aku menyuruhnya istirahat di rumah," ucap Revian. Bayangan Nadia kembali melintas.

"Kamu benar-benar sudah memaafkannya setelah semua perbuatannya dulu padamu? Siap dengan semua resikonya."

"Semua orang berhak diberi kesempatan untuk memperbaiki diri. Aku sendiri punya andil dengan meninggalkannya tanpa kabar. Sekalipun dia menolak, itu tidak membuatku berhenti berusaha mendapatkannya kembali." Revian melirik jam tangannya, sudah satu jam berlalu sejak dia datang.

Siera menyentuh jemari Revian hingga laki-laki itu menoleh. Wajahnya memucat seperti tidak dialiri darah. "Kamu sakit Ra?"

"Hariku sedang buruk, bisakah kita bicara sebentar. Aku tidak ingin Nadia berpikiran buruk tentang kita, itu sebabnya aku berusaha menjaga jarak denganmu. Untuk hari ini bisakah kamu menemaniku seperti dulu, sebentar saja Rev," pinta Siera dengan suara bergetar.

Tbc

The Open DoorWhere stories live. Discover now