24: Paralyzed

1.5K 176 0
                                    

Ini sudah kali ketiganya aku menenggak cairan pelega tenggorokan. Kami harus bersusah payah untuk menciptakan energi listrik yang baru.

Pesawat induk The Earthenians City sudah hancur. Kami tidak bisa tinggal di sana lagi. Untungnya laboratorium utama masih dapat diselamatkan.

Dengan jumlah penyanyi yang terbatas, kami harus bekerja keras.

Setiap hari, kami bisa menghabiskan enam tabung pelega tenggorokan. Untung saja jumlah penyanyinya tidak terlalu banyak.

Kurang lebih ada sebelas penyanyi yang tersisa; termasuk aku, Scott, dan Gabriela.

Sudah lima hari kami berada dalam kondisi seperti ini. Dan Avi... aku belum mendapatkan kabar tentang kondisinya.

Saat ini, yang ada di otakku hanya keberlangsugan hidup kami.

"Kalau kau lelah, lebih baik istirahat saja," saran Gabriela ketika ia melihatku berpeluh.

"Tidak, Gabriela. Aku harus tetap bernyanyi. Keberlangsungan hidup kita ada di tangan kita sendiri."

Gabriela hanya mengangguk, dan kami pun mulai bernyanyi lagi. Tiba-tiba...

"Hello, everyone."

Kami semua menoleh dan mendapati Avi sedang berada di depan pintu ruang kerja.

Ia duduk di atas kursi roda, dan tubuhnya masih terlihat sangat lemas.

"Avi!" Aku berlari menghampirinya dan langsung memeluknya.

"Hey, Mitchie."

Setelah melepaskan pelukan kami, kini giliran Scott yang memeluknya.

"Bagaimana keadaanmu?" tanyaku setelah Scott menyudahi sesi pelukannya dengan Avi.

"I'm fine. Hanya saja..."

Aku dan Scott saling bertukar pandang. Ini pertama kalinya kami saling bertatapan setelah kami memutuskan untuk berpisah.

"Peluru syok yang ditembakkan Alejandro, telah melumpuhkan hampir semua syaraf kedua kakiku."

Ia menundukkan kepalanya. "Aku lumpuh." Aku dan Scott pun terkejut. Termasuk Gabriela yang mendengarkan percakapan kami dari tadi.

"Hiks."

Aku menoleh dan mendapati Scott menangis.

"Ini semua salahku, Avi. Aku minta maaf," ujar Scott.

Avi tersenyum hangat. "Tidak apa-apa. Toh semuanya sudah terjadi. Jadi... santai aja."

***


Aku melihat gadis itu duduk sendirian sambil menikmati makan malamnya. Aku pun menghampirinya.

"Gabriela, boleh aku bergabung denganmu?" Ia mendongakkan kepalanya dan segera ia mengangguk antusias.

Kami pun asyik dengan makan malam kami sendiri-sendiri.

Jantungku berdetak kencang dan perutku serasa dikocok-kocok.

Apakah aku harus bilang sekarang?

Setelah pemikiran yang matang, aku pun angkat bicara.

"Um, Gabriela?"

"Ya?"

"Aku... aku..." Ia menaikkan alisnya sebelah.

"Uh, oh. Aku menyukaimu."

Hening.

Sial. Jantungku sepertinya mau meloncat keluar. Dasar bodoh. Bodoh, bodoh, bodoh!

Aku tidak yakin ia juga menyukaiku. Aduh. Mau ditaruh mana mukaku?

"Aku juga menyukaimu, Mitch."[]

The EartheniansМесто, где живут истории. Откройте их для себя