Part 7 - Seribu Tanya

Start from the beginning
                                    

"Kau yakin itu benar Devan ?"

"Aku yakin Vem, sangat yakin, mataku masih sehat dan saat itu aku dalam keadaan sadar, aku sama sekali tidak memikirkannya, jadi sungguh itu bukan sekedar halusinasi seperti sebelum-sebelumnya, tapi jika benar mas Devan kembali kenapa dia tidak menemuiku, harusnya aku adalah orang pertama yang dia temui kan Vem ?" Airmatanya mulai terkumpul lalu perlahan menetes.

"Kau belum melupakan dia ?"

"Tidak..aku tidak akan melupakannya, nama itu terpatri kuat di hati dan pikiranku, bukan karna aku masih mencintainya Vem, aku sudah sangat bahagia bersama kak Adam, aku hanya ingin bertemu dengannya, sekali saja"

"Untuk apa ?"

"Aku..hanya ingin bertanya, mengapa dia melakukan itu padaku" Jihan terlihat menahan isakan yang mulai terdengar, melihat itu Vemi langsung beranjak untuk duduk di sebelah Jihan dan memeluk tubuh rapuhnya.

"Ji..kau harus tetap kuat dan harus selalu sehat, hingga saat dia benar kembali kau bisa menanyakan itu padanya, ssstt..jangan nangis lagi Jihan cantik, kau kan wanita hebat"

Jihan mengangguk lemah dalam dekapannya, Vemi ikut menangisi atas apa yang selalu terjadi pada Jihan. Namun anehnya, sikapnya tampak aneh saat awal pembicaraan menyinggung soal Devan, seperti ada hal yang dia disembunyikan dari Jihan.

***

Hari ini begitu melelahkan bagi Riyaz, dari mulai operasi beberapa pasien yang selalu menghabiskan waktu yang lama sampai memantau pasien pra dan pasca operasi.
Yang membuatnya lebih penat lagi yaitu terjadi perdebatan dengan Raena saat rapat departemen, adu pendapat dengan Raena saat rapat memang sudah sering, namun kali ini Riyaz melihat Raena sedikit mencampurkan urusan pribadi dengan pekerjaan, Riyaz paling tidak suka hal seperti ini.

Wajah penatnya perlahan pudar saat dia membuka pesan dari Caesha, gadis itu mengomel karna sudah lama menunggu di basement. Tadi pagi Riyaz memaksanya untuk berangkat bersama, otomatis sekarang mereka pun pulang bersama, anehnya Caesha akhir-akhir ini sering menuruti apa kata Riyaz dan mulai sedikit merespon.

Tunggu sebentar lagi nona es !

Usai membalas pesan dari Caesha, pemuda itu bergegas keluar dari ruangan, disaat yang sama, Raena pun keluar dari ruangannya. Dia hanya melirik sekilas lalu pergi mendahului Riyaz. Dan sekarang, hanya ada mereka berdua di dalam lift.

"Aku tidak paham dengan sikapmu Raena"

Sebelum menjawab terlihat Raena mengambil nafas dalam-dalam, tanda dia enggan merespon perkataan Riyaz.

"Riyaz..aku sudah sering bilang, aku tidak mau kau membahas hubungan kita selagi kita ada di rumah sakit, jangan libatkan urusan pribadi dengan pekerjaan Ri !"

"Jangan libatkan urusan pribadi ? Harusnya aku yang mengatakan itu Raena, saat rapat tadi jelas-jelas bukan hanya aku yang tak sependapat denganmu, tapi kau terus mencecarku seolah hanya aku yang menentangmu dan disetiap pembicaraanmu ada aksen menyindir yang aku yakin itu tertuju padaku, aku bisa melihat jelas pada matamu"

"Ck..kau terlalu terbawa perasaan Riyaz !"

"Aku menghargai keputusanmu yang menginginkan hubungan kita berakhir, tapi bisakah kau bersikap biasa saja terhadapku Raena ?"

Raena hanya terdiam, mencerna tiap-tiap kata yang baru saja Riyaz lontarkan.

"Aku meyakini satu hal..walaupun kugenggam kuat, andai kau bukan untukku, pada akhirnya kau akan terlepas dan walaupun kutolak ke tepi, andai kau memang untukku, pada akhirnya Allah akan kembali mempersatukan kita..jadi kau tenang saja Raena, aku tidak akan memaksamu untuk kembali"

Past MistakesWhere stories live. Discover now