Part 5 - Memori yang Ter-usik

2.9K 228 2
                                    

Jihan-umi Riyaz- tengah dalam perjalanan pulang dari sebuah pertemuan pebisnis di salah satu hotel di Jakarta, mengingat dia yang termasui kedalam pelopor perkembangan moeslim fashion di Indonesia. Dia menatap lurus jalanan yang di laluinya, namun matanya tak terfokus pada jalan di depannya, kejadian beberapa menit yang lalu memenuhi pikirannya. Jihan memejamkan matanya agar pikiran itu tak terlintas, sadar bahwa dia sedang mengendarai dia langsung membuka matanya dan benar saja mebilnya nyaris menabrak mobil di depannya. Merasa ini begitu berbahaya, dia akhirnya menepikan mobilnya.

"Allah..." lirihnya menyebut Sang Maha Pembolak-balik hati.

Dia menenggelamkan wajahnya pada setir mobil, dia kembali memutar ingatan beberapa menit sebelumnya.

Dimana Jihan baru saja keluar di sebuah ballroom hotel bersama rekan-rekan bisnisnya dan pada saat itu secara tidak sengaja dia melihat sosok pria yang tak akan pernah dia lupa seumur hidupnya. Pria yang hampir berusia lima puluhtahun itu masih menampakkan kegagahan tubuhnya yang berbalut tuksedo hitam. Hal ini sontak menyita perhatian Jihan.

"Mas..." desisnya sambil menatap nanar pria itu.

"Jihan ? Ada apa ??" Sahabat sekaligus rekan kerja Jihan menegurnya.

"Nggak ada apa-apa Vem, aku permisi sebentar ya" Jihan pun meninggalkan Vemmi yang saat ini tengah memandangi kepergian dirinya.

Jihan berlari melewati kerumunan yang menghalangi pandangannya pada pria itu, dari jauh dia bisa melihat pria itu memasuki lift yang baru saja menutup.
Dia pun akhirnya melewati tangga darurat untuk turun ke lantai satu.

"Aaahh..." lirihnya saat dia hendak jatuh, untungnya hanya pergelangan kakinya saja yang keseleo.

Jihan tak peduli dengan rasa sakit di pergelangan kakinya, yang dia tuju sekarang hanya pria itu. Dan saat Jihan sudah tiba di lantai satu, pris itu sedang berjalan menuju pintu keluar.

"Mas Devan !" Dia memanggil pria itu sambil kembali berlari, berharap Devan bisa mendengarnya.

Namun nihil, saat dia keluar dari gedung ini sebuah mobil barusaja melaju dengan Devan di dalamnya, merasa tak mempunyai kemampuan mengejar mobil Jihan pun hanya mematung memandang kepergian mobil itu, ralat, Devan tepatnya.

Jihan memegangi pipinya, tanpa sadar air matanya menerobos pertahanan yang sedari tadi dia bangun. Dia membekap mulutnya menahan isakan yang mulai terdengar dan menggeleng mencoba mengusir hal-hal yang membuat air matanya terus mengalir.

"Allah...jangan biarkan air mata ini menetes dengan alasan lain selain karnaMu"

Dia memejamkan mata sambil terus beristigfar mencoba menguatkan diri, dihidupkannya kembali mesin mobilnya dan melaju membelah jalanan senja.

***

Usai shalat Maghrib, Riyaz kembali memakai baju kebesarannya sebagai dokter. Sepertinya malam ini dia akan pulang agak larut, ada beberapa pasien kritis yang harus dia tangani, saat dia masuk ke kamar pasien hatinya langsung tertegun melihat Raena yang juga sedang mengontrol keadaan pasien tersebut.

Tanpa berbasa-basi Riyaz langsung memeriksa tubuh pasien yang sudah terhitung seminggu pasca operasi namun tak kunjung sadar dari koma nya.

"Apakah ada masalah ?" Tanya Riyaz pada Raena yang tengah mengamati monitor untuk memeriksa tanda vital pasien.

"Dari hari ke hari denyut jantungnya kian melemah" tanpa mau melihat mata yang sedari tadi menatapnya intens.

"Nanti kita adakan rapat, untuk menganalisis metode apa lagi yang harus kita ambil untuk operasi ulang pasien ini"

Past MistakesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang